Perumusan Masalah Analysis and development direction of smallholder cocoa plantation in Padang Pariaman Regency, West Sumatra Province

7 permintaan biji kakao melebihi kapasitas produksinya atau terjadi defisit dalam persediaan biji kakao. Keadaan ini diperkirakan akan terus memicu terjadinya peningkatan harga kakao tahun-tahun kedepannya. Menurut Syarfi et al. 2010, Sumatera Barat memiliki potensi untuk pengembangan industri pengolahan kakao. Hal ini terlihat dari 1 Sumberdaya manusia: petani yang sebagian telah berpendidikan menengah dan tinggi, mempunyai kemauan yang tinggi untuk berusahatani kakao; 2 SDA yaitu: terdapat peningkatan yang tinggi dalam luas tanam kakao dan terdapat lahan potensial untuk pengembangan kebun kakao; 3 Pembibitan, yaitu: telah terdapat usaha pembibitan kakao oleh petani dan penangkar resmi; 4 Pascapanen: telah ada bantuan alat fermentasi untuk petani kakao serta telah ada industri pengolahan kakao bubuk dan pasta; 5 Pemasaran: kelompok tani atau koperasi telah mampu membeli kakao petani mendekati harga pasar dan telah mampu menjalin kerjasama pemasaran dengan lembaga terkait; dan 6 Kelembagaan petani: Sudah ada kelompok tani dan gabungan kelompok tani Gapoktan di sentra pengembangan kakao, sudah dilakukan upaya penguatan lembaga melalui pembentukan unit usaha, serta pembentukan Gapoktan di sentra produksi. Berdasarkan data BPS Kabupaten Padang Pariaman 2012, dapat diketahui ketersediaan lahan kering di Kabupaten Padang Pariaman cukup luas yaitu mencapai 86.833 ha. Hal ini tentunya merupakan suatu potensi untuk mendukung pengembangan subsektor perkebunan. Disamping itu, menurut Dinas perkebunan provinsi Sumatera Barat 2012, Kabupaten Padang Pariaman merupakan salah satu daerah yang direncanakan menjadi sentra pengembangan kakao di Provinsi Sumatera Barat. Kakao merupakan salah satu komoditas yang termasuk dalam program revitalisasi perkebunan, sehingga perlu dilakukan analisis mengenai potensi pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman. Analisis meliputi aspek sumberdaya fisik lahan melalui evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao. Dengan mengetahui tingkat kesesuaian lahan maka produktivitas optimal yang dihasilkan dapat diperkirakan. Selain aspek biofisik lahan sebagai salah satu faktor yang harus diperhatikan, juga aspek tata ruang dan kelayakan finansial perlu dipertimbangkan dalam rangka membuat arahan pengembangan suatu komoditas. Setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda seperti karakteristik sumber daya alam, topografi, infrastruktur, sumberdaya manusia, dan sumberdaya sosial dan aspek spasial. Perbedaan karakteristik tersebut dapat membuat terjadinya perbedaan biaya dan pendapatan yang diterima petani dalam pengusahaan usaha pertaniannya. Dalam rangka pengembangan kebun kakao di Kabupaten Padang Pariaman, analisis kelayakan finansial perlu dilakukan untuk mengetahui lahan mana yang cocok dan menguntungkan untuk pengembangan kebun kakao. Faktor lain yang menentukan pengembangan pengusahaan kebun kakao rakyat adalah kelembagaan pemasaran. Kelembagaan pemasaran petani umumnya lemah sehingga petani cenderung sebagai penerima harga price taker. Kurangnya informasi pasar dan mutu produk yang rendah merupakan penyebab rendahnya posisi tawar petani. Dalam rangka mengevaluasi efisiensi rantai pemasaran komoditas kakao di Kabupaten Padang Pariaman maka analisis margin tataniaga dan analisis keterpaduan pasar perlu dilakukan. 8 Dalam rangka pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman perlu juga diketahui pendapat stakeholders mengenai faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi pengembangan perkebunan kakao rakyat. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disusun arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Ekonomi Wilayah

Pembangunan ekonomi wilayah pada dasarnya mengarah pada perubahan tingkat kesejahteraan rakyat dan kualitas hidup masyarakat melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang dimilikinya secara selaras, serasi dan seimbang melalui pendekatan yang komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan menuju pembangunan yang berkelanjutan. Menurut Rustiadi et al. 2009 proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Pembangunan tidak terlepas dari bagaimana kita memahami suatu wilayah agar dapat dimanfaatkan untuk peningkatan taraf ekonomi masyarakat. Menurut Djakapermana 2010 konsep wilayah dalam proses penataan ruang harus meliputi konsep ruang sebagai ruang wilayah ekonomi, ruang wilayah sosial  Komoditas kakao mempunyai prospek yang menjanjikan.  Sumatera Barat memiliki potensi pengembangan industri pengolahan kakao.  Potensi lahan di Kabupaten Padang Pariaman masih luas 86.833 ha.  Program Revitalisasi Perkebunan Analisis pengembangan perkebunan kakao rakyat Faktor yang berpengaruh menurut pendapat stakeholders Evaluasi kesesuaian lahan Kelayakan finansial Efisiensi lembaga pemasaran Peta arahan pengembangan kakao Rekomendasi peningkatan efisiensi pemasaran Kelayakan kegiatan secara finansial Arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman 9 budaya, ruang wilayah ekologi dan ruang wilayah politik. Wilayah itu sendiri adalah batasan geografis deliniasi yang dibatasi oleh koordinat geografis yang mempunyai pengertianmaksud tertentu atau sesuai fungsi tertentu. Menurut Undang-Undang Penataan Ruang No 26 tahun 2007, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif danatau aspek fungsional Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007. Paradigma pembangunan ekonomi wilayah seharusnya lebih mengarah pada penguatan basis ekonomi yang memiliki prinsip keseimbangan equity yang mendukung pertumbuhan ekonomi eficiency, dan keberlanjutan sustainability. Pembangunan ekonomi wilayah sejogyanya juga dilakukan dengan menggunakan paradigma baru melalui pembangunan yang berbasis lokal dan sumberdaya domestik. Keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok, yaitu: 1 berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya; 2 meningkatnya rasa harga diri masyarakat sebagai manusia; dan 3 meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih yang merupakan salah satu hak asasi manusia Anwar, 2001. Pembangunan ekonomi wilayah yang berbasis lokal dan sumberdaya domestik merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan program pembangunan. Pemanfaatan sumberdaya domestik selayaknya disesuaikan dengan karakteristik dan potensi suatu wilayah agar perumusan kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan tipe wilayah. Menurut Tarigan 2004, salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengembangan wilayah adalah menyusun perencanaan wilayah. Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah termasuk perencanaan pergerakan dalam wilayah dan perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan pembangunan wilayah biasanya terkait dengan apa yang sudah ada di wilayah tersebut. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dan merupakan penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi, dan permasalahan pembangunan di daerah. Kunci keberhasilan pembangunan daerah dalam mencapai sasaran pembangunan nasional secara efisien dan efektif, termasuk penyebaran hasilnya secara merata di seluruh Indonesia adalah koordinasi dan keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah, antarsektor, antara sektor dan daerah, antar provinsi, antar kabupatenkota, serta antara provinsi dan kabupatenkota. Pembangunan daerah dilaksanakan dengan tujuan untuk mencapai sasaran pembangunan nasional serta untuk meningkatkan hasil-hasil pembangunan daerah bagi masyarakat secara adil dan merata Nasution, 2009. Perkebunan kakao memegang peranan penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi wilayah, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Hal ini dapat dilihat dari peran perkebunan kakao di Sulawesi Selatan menyumbang PDRB pada tahun 2003 sebesar Rp 2,334 triliun 5,21 PDRB dan menyerap 183.948 orang pekerja 6,02 pekerja serta menghasilkan devisa sebesar Rp 2,5 triliun 22,74 dari total ekspor Herman, 2007.