12
2.3 Skala Usaha Peternakan Puyuh
Kegiatan yang berlangsung di peternakan puyuh tergantung dari jenis skala usahanya. Menurut Abidin 2006, skala usaha terkait secara langsung
dengan modal yang dimiliki. Semakin sedikit modal yang diinvestasikan, semakin kecil skla usahanya. Biasanya skala usaha dikelompokkan berdasarkan jumlah
puyuh yang dipelihara dalam satu siklus produksi. Batasan skala usaha tersebut adalah sebagai berikut :
1. Skala rumah tangga yaitu jumlah puyuh yang dipelihara kurang dari 250 ekor. 2. Skala kecil yaitu jumlah puyuh yang dipelihara antara 250-2399 ekor.
3. Skala sedang yaitu jumlah puyuh yang dipelihara 2400-7999 ekor. 4. Skala besar yaitu jumlah puyuh yang dipelihara lebih dari 8000 ekor.
Kegiatan di peternakan puyuh skala kecil biasanya hanya memelihara puyuh grower, yaitu dari umur 3-6 minggu sampai menjadi apkir. Pada
peternakan puyuh skala menengah biasa melakukan kegiatan dari penetasan hingga puyuh menjadi usaha dewasa dalam populasi kecil, atau berupa
pemeliharaan dari masa starter sampai dewasa saja. Sedangkan peternakan skala usaha besar umumnya melakukan penetasan, pemeliharaan puyuh anakan DOQ,
serta pemeliharaan masa starter, grower, dan layer hingga berproduksi secara bersamaan.
2.4 Tata Laksana Peternakan Puyuh
Seleksi burung puyuh untuk bibit adalah hal pertama yang harus dilakukan dalam memulai usaha peternakan burung puyuh. Seleksi dapat dilakukan pada
masa starter, grower, dan layer. Seleksi tersebut bertujuan untuk menentukan apakah bibit tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pembibit, petelur atau pedaging.
Namun, di Indonesia belum ada peternakan yang khusus memelihara puyuh untuk dimanfaatkan dagingnya. Daging puyuh yang beredar dikonsumsi biasanya
berasal dari puyuh afkiran. Puyuh afkiran yang dimaksud adalah puyuh jantan dan betina yang tidak terpilih sebagai bibit serta betina yang tidak lagi produktif dalam
bertelur. Pemeliharaan puyuh secara sederhana terdapat pada Gambar 1.
13 Sumber : Listiyowati 1999
Gambar 1. Penyederhanaan Pemeliharaan Puyuh
Pada masa starter, seleksi dilakukan pada umur 1-3 minggu, yaitu dengan pemilihan DOQ. DOQ sebaiknya dipilih yang bukan berasal dari perkawinan
inbreed perkawinan antar saudara. Kriteria lainnya adalah anak puyuh yang ukurannya sama, sehat, gesit, tidak ada cacat fisik, matanya cerah, dan aktif
mencari makan. Seleksi masa grower dimulai pada umur 3-6 minggu. Burung puyuh yang
pertumbuhannya tidak normal atau kerdil disingkirkan sehingga diperoleh puyuh yang bobotnya sama. Selain itu, pada masa ini dilakukan seksing pengelompokan
jenis kelamin. Pengelompokan tersebut tergantung pada tujuan pemeliharaan yaitu sebagai penghasil bibit, petelur, atau pedaging.
Masa layer adalah pada saat puyuh berumur 6 minggu ke atas. Burung puyuh yang dipilih adalah yang berproduksi telur tinggi minimal 75 persen,
Dipelihara tanpa pejantan
sama sekali Disatukan dalam kotak
unit pembibitan dengan jantan terpilih
Pemeliharaan puyuh petelur
Pemeliharaan puyuh pembibit
Jantan dipisahkan dari betina yang seumur
dan dari satu sumber Jantan
hasil pemisahan
Dimanfaatkan anakannya
Dimanfaatkan telurnya
Pemeliharaan puyuh pedaging
Tambahan jantan untuk
pedaging
Disatukan dalam kotak unit
pemeliharaan anatara jantan dan
betina
Dimanfaatkan dagingnya
14 sehat, tidak cacat fisik, dan tidak berpenyakit. Bila seleksi dilakukan dengan rutin
dan ketat dampaknya akan terasa pada produktivitas yang stabil.
2.4.1 Perawatan Bibit Puyuh
Puyuh yang baru menetas atau Day Old Quail DOQ masih membutuhkan udara hangat yang stabil sehingga jangan langsung dikeluarkan dari mesin tetas.
Puyuh tersebut sebaiknya dibiarkan dalam mesin tetas kurang lebih selama 10 jam. Setelah itu baru dipindahkan ke dalam kandang starter.
Pada periode ini anak puyuh tumbuh dan berkembang dengan pesat, sehingga memerlukan zat-zat pakan yang cukup memadai. Periode pembesaran
merupakan faktor penentu keberhasilan usahaternak puyuh, karena berpengaruh besar terhadap pertumbuhan badan anak puyuh. Sementara itu, lama pemeliharaan
periode pembesaran berpengaruh baik terhadap puncak produksi telur yang dicapai oleh sekelompok puyuh Sugiharto, 2005.
Menurut Abidin 2002 ada beberapa cara memperoleh DOQ, yakni membeli dari pembibit, membeli telur puyuh untuk ditetaskan sendiri, dan
memelihara bibit puyuh. 1 Membeli DOQ dari pembibit
Membeli DOQ dari pembibit adalah langkah yang paling mudah karena peternak tidak perlu mengatur perkawinan bibit puyuh dan menetaskannya
sendiri. Kesulitan yang akan dihadapi adalah membeli DOQ tidak semudah membeli day old chicken DOC. Calon peternak harus mengetahui sentra-
sentra peternakan puyuh di wilayahnya. Sebaiknya DOQ yang dibeli memiliki proses pembibitan yang cukup terarah, misalnya dengan pemilihan
telur tetas, kerabang tidak cacat, serta berasal dari induk jantan dan betina yang berkualitas baik. Beberapa hal tersebut masih kurang diperhatikan oleh
pembibit skala kecil. 2 Membeli telur puyuh tetas dan menetaskan sendiri
Dari segi biaya, upaya memperoleh DOQ dengan menetaskan telur tetas sendiri mungkin lebih murah bila daya tetas telur tinggi. Namun, belum ada
perusahaan pembibitan yang menjual telur tetas dengan jaminan daya tetas tinggi. Ini merupakan salah satu kendala yang akan dihadapi oleh peternak
yang akan mencoba menetaskan telur puyuh sendiri. Kendala lainnya adalah
15 sulitnya memperoleh telur tetas yang bermutu baik dan rendahnya
keterampilan peternak dalam mengelola mesin tetas. 3 Memelihara puyuh pembibit
Memelihara bibit puyuh yang akan diproyeksikan sebagai penghasil DOQ merupakan langkah paling aman, meskipun dari segi pembiayaan akan
membutuhkan modal yang agak besar.
2.4.2 Perawatan Puyuh Pembibit
Puyuh yang dipersiapkan sebagai induk petelur bibit sebaiknya yang telah lolos dari seleksi masa starter sampai masa layer. Puyuh yang terseleksi harus
puyuh yang sehat, tubuhnya tegap, bobot sedang antara 1,5-6 ons, dada berisi, dan kaki terbuka. Menurut Sugiharto 2005, untuk menghasilkan telur tetas yang baik
usia puyuh betina yang tepat digunakan sebagai induk adalah sekitar 16-40 minggu 4-10 bulan dan usia pejantan adalah 8-24 minggu 2-6 bulan.
Pemeliharaan puyuh yang dilakukan dengan baik dan intensif akan menghasilkan puyuh yang mencapai dewasa kelamin rata-rata pada umur enam
minggu dan produktif sampai umur lebih dari 16 bulan. Jika perawatan yang dilakukan kurang baik maka produktivitas puyuh betina hanya sampai umur 6-8
bulan saja untuk kemudian diapkir. Tanda-tanda puyuh betina yang dapat diapkir adalah rontoknya bulu-bulu di punggung dan kepalanya. Sedangkan puyuh jantan
masih cukup kuat mengawini puyuh-puyuh betina sampai umur dua tahun. Perbandingan jumlah puyuh jantan dan betina di dalam kandang untuk
tujuan pembibitan atau produksi telur tetas maksimal 1:3. Fertilitas yang lebih tinggi akan dicapai jika dalam satu kandang perbandingan puyuh jantan dan betina
adalah 1:2 Woodard dalam Listiyowati, 1999. Apabila terlalu banyak pejantan dalam satu kandang, maka pejantan-pejantan tersebut dikhawatirkan dapat
merusak betina karena terlalu sering dikawini. Sedangkan bila jumlah betinanya terlalu besar, akan banyak telur yang tidak terbuahi infertil sehingga tidak bisa
digunakan sebagai telur tetas. Telur-telur tetas yang dihasilkan oleh induk pembibit kemudian dipilih
yang besar dan beratnya sama yaitu berkisar 10-11 gram. Selain itu, telur yang dipilih adalah yang berbentuk bulat lonjong, berbercak hitam kelabu, tidak
ditempeli kotoran, dan tidak retak. Telur tersebut kemudian dikumpulkan hingga
16 mencapai jumlah tertentu untuk ditetaskan ke dalam mesin tetas. Proses penetasan
biasanya terjadi setelah 17-19 hari.
2.4.3 Perawatan Puyuh Petelur
Puyuh petelur adalah puyuh-puyuh betina yang tidak memenuhi syarat sebagai puyuh pembibit. Puyuh yang dipilih adalah yang berumur empat bulan,
berukuran badan sedang 1,5-1,6 ons, sehat, bergairah, tidak kanibal, matanya bening, dan tegap. Selain itu, puyuh berasal dari keturunan induk yang
kemampuan bertelurnya baik. Pada umur 3-6 minggu pemeliharaan, puyuh betina mulai dipisahkan dari
puyuh jantan agar tidak terjadi kemungkinan adanya telur yang dibuahi. Telur konsumsi yang sudah terbuahi mutunya kurang baik, mudah busuk, dan tidak
tahan lama disimpan. Puyuh umumnya sudah mulai bertelur pada umur sekitar enam minggu. Periode bertelur puyuh adalah selama 9-12 bulan dengan hasil
produksi berkisar antara 250-300 butir telur. Puyuh biasanya bertelur pada malam hari sehingga pengambilan telur
dapat dilakukan pada pagi hari. Pengambilan telur sebaiknya dilakukan rutin sebelum puyuh diberi makan dan minum. Jika telur yang dipanen ada yang kotor,
pecah, atau retak sebaiknya dilakukan penyortiran. Telur yang tercemar feses maupun litter sebaiknya jangan dicuci karena akan cepat busuk. Pembersihan
dilakukan dengan mengerik dengan silet atau pisau tipis yang tajam.
2.5 Penelitian terdahulu
Penelitian dari Suwarto 2003 yang berbentuk tesis, menganalisis usaha ternak burung puyuh di Jl. Narogong, Kelurahan Bojong Menteng, Kecamatan Rawa
Lumbu, Bekasi, Jawa Barat. Tujuan kajian penelitian ini yaitu untuk mengetahui bisnis beternak puyuh untuk dijadikan sumber mata pencaharian, memahami
permasalahan yang ada dalam beternak puyuh, melakukan evaluasi kelayakan finansial usaha ternak puyuh dalam upaya pemenuhan dana dengan skim yang ada.
Analisis usaha pada penelitian tesis ini dilakukan melalui pendekatan metode deskriptif terhadap aspek umum dan melalui pendekatan metode analisis keuangan
terhadap pembiayaan usaha seperti: NPV, IRR, PBP, BEP serta analisis rentabilitas.
Analisis tingkat kelayakan finansial usaha ternak puyuh pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan menggunakan modal sendiri discount rate
17 18 persen maka diperoleh NPV sebesar Rp 16.071.600, IRR yang didapat sebesar
24,84 persen melebihi tingkat suku bunga yang berlaku, PBP yang diperoleh yaitu 15 bulan, BEP dalam unit sebnyak 135.478 butir dan harga sebesar Rp 71,94,-
sehingga analisis kelayakan finansial usaha ternak puyuh tersebut layak untuk dijalankan. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa usaha puyuh tersebut
dapat diberikan fasilitas KKU s.d.Rp 50 juta untuk menjalankan usahanya dengan skala 6.500 ekor petelur, dengan kebutuhan yang sesuai berupa kredit modal kerja
dan investasi. Penelitian mengenai optimalisasi telah banyak dilakukan sebelumnya
dengan komoditi dan aspek yang berbeda. Penelitian mengenai Optimalisasi Produksi Adenium dilakukan oleh Nurikhsan Pitra Pratama 2008 di Indonursery,
Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Jenis kendala yang digunakan dalam penelitian ini adalah kendala lahan, ketersediaan bibitbenih, pupuk, obat-obatan, media tanam,
jam kerja, modal pembelian, modal penanaman, permintaan maksimum, dan permintaan minimum. Keputusan produksi berdasarkan model yang dibentuk
akan meningkatkan keuntungan sebesar 37,46 persen. Analisis sumberdaya optimal di Indonursery menunjukkan bahwa sebagian besar merupakan
sumberdaya berlebih. Pengaruh penghilangan bayi obesum dari fungsi tujuan model yang dibentuk, penambahan kendala permintaan minimum bayi arabicum,
penurunan ketersediaan bibit grafting B, peningkatan dan penurunan modal pembelian dan peningkatan permintaan arabicum dewasa adalah terjadinya
perubahan pola produksi. Peningkatan ketersediaan bibit grafting B tidak menimbulkan terjadinya perubahan pola produksi dari pola optimal awalnya,
namun pendapatan RC ratio mengalami peningkatan. Perbedaan utama antara keputusan produksi aktual dan optimal adalah pada pola produksi dan jumlah
jenis adenium yang diproduksi. Kesuma 2006 dalam penelitian yang berjudul “Optimalisasi Produksi
Budidaya Ikan Konsumsi Air Tawar Studi Kasus pada UD Murti, Desa Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor” menganalisis kombinasi jenis
ikan air tawa yang optimal. Hasilnya adalah memproduksi benih lele bulan Januari sampai Desember sebesar 150, 66, 20, 106, 152, 20, 20, 97, 97, 20, 97,
dan 47 kilogram; memproduksi bawal bulan Maret sampai Desember sebesar
18 1.463, 1.704, 1.180, 500, 500, 1.250, 1.250, 500, 1.114, dan 2.783 kilogram;
memproduksi nila bulan April, Agustus, dan Desember masing-masing sebesar 750 kilogram; dan memproduksi lele bulan Desember sebesar 574 kilogram. Nilai
keuntungan optimal lebih besar Rp 4.249.152 dibandingkan dengan kondisi aktual.
Siregar 2008 pada penelitian mengenai optimalisasi produksi ayam ras pedaging mengemukakan bahwa penggunaan input-input produksi di empat lokasi
kandang ayam Hasjrul Harahap Farm HHF belum optimal. Keuntungan yang masih dapat ditingkatkan adalah 15,87 persen dari kondisi aktual. Penurunan
harga jual ayam ras pedaging sebesar lima persen akan menyababkan keuntungan yang diterima HHF selama tujuh periode menurun sebesar 41,18 persen.
Sedangkan penurunan ketersediaan pakan sebesar lima persen akan menyebabkan keuntungan selama tujuh periode meningkat 2,82 persen.
Penelitian lainnya mengenai ayam ras pedaging lainnya dilakukan oleh Murni 2006 untuk menganalisis optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi
mitra CV Janu Putro di Kec. Pamijahan Bogor. Alat analisis yang digunakan adalah program linier dengan komponen kendala meliputi DOC, pakan, vaksin
dan obat-obatan, sekam, utilitas, permintaan dan kapasitas kandang pada masing- masing peternak. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa usahatani ayam ras
pedaging yang dijalankan peternak mitra CV Janu Putro pada umumnya sudah optimal, kecuali pada lima peternak.
Pada penelitian Febtrya 2004 disebutkan bahwa alokasi biaya faktor- faktor produksi di P4S Cita Rasa masih belum optimal. Variabel keputusan yang
digunakan untuk menganalisis optimalisasi faktor-faktor produksi adalah penjualan hasil produksi susu dan anak kambing. Alokasi biaya pada saat
penelitian dilakukan seharusnya dapat memproduksi susu sebanyak 237.840 liter dan anak kambing terjual minimal sebanyak 274 ekor dalam masa enam periode.
Perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian mengenai optimalisasi sebelumnya terletak pada komoditi dan lokasi penelitian. Lokasi
penelitian ini adalah Peternakan Puyuh Bintang Tiga di Desa Situ Ilir, Cibungbulang, Bogor. Sedangkan persamaan dengan penelitian sebelumnya
adalah penggunaan program linier sebagai alat analisis.
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Sistem Produksi
Secara umum produksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan input menjadi hasil keluaran output berupa
barang atau jasa. Assauri 2004 menyatakan bahwa produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan utility sesuatu barang atau jasa, yang
mana membutuhkan faktor-faktor produksi yang dalam ilmu ekonomi berupa tanah, modal, tenaga kerja dan skill. Produksi juga merupakan suatu sistem untuk
menyediakan barang-barang dan jasa-jasa yang akan dikonsumsi oleh masyarakat. Menurut Assauri 2004, yang dimaksud dengan sistem produksi dan operasi
adalah keterkaitan unsur-unsur yang berbeda secara terpadu, menyatu, dan menyeluruh dalam pentransformasian masukan menjadi keluaran. Seperti yang
lainnya, sistem ini juga mempunyai banyak komponen yang terdapat dalam unsur baik bahan, pentransformasiannya, maupun keluarannya. Adapun komponen
masukan dalam suatu sistem produksi dan operasi terdiri dari bahan, tenaga kerja, energi, mesin, modal, dan informasi. Antar komponen dalam unsur masukan tidak
dapat dipisah-pisahkan, tetapi secara bersama-sama membentuk suatu sistem dalam pentransformasian untuk mencapai suatu tujuan akhir bersama.
Sistem produksi adalah alat yang digunakan untuk mengubah masukan sumber daya guna menciptakan barang dan jasa yang berguna sebagai keluaran.
Rangkaian masukan-konversi-keluaran merupakan cara yang berguna untuk mengkonseptualisasikan sistem produksi, dimulai dengan unit terkecil dari kegiatan
produksi yang disebut operasi. Suatu operasi adalah langkah tertentu dalam keseluruhan proses menghasilkan produk atau jasa yang membawa kepada keluaran
akhir Buffa dan Sarin, 1996. Peranan manajemen dalam pelaksanaan sistem produksi dan operasi adalah
untuk mencapai tujuan yang diharapkan perusahaan. Tujuan yang diharapkan oleh perusahaan adalah untuk menghasilkan barang dan jasa dalam jumlah yang
20 ditetapkan, kualitas yang ditentukan, dan dalam waktu yang direncanakan, dengan
biaya serendah mungkin. Perusahaan diharapkan dapat mencapai tujuannya dengan teknik manajemen produksi dan operasi yaitu tetap terjamin kelangsungan hidupnya
dan dapat berkembang melalui keuntungan yang diperoleh perusahaan.
3.1.2 Optimalisasi
Menurut Nasendi dan Anwar 1985, optimalisasi adalah serangkaian proses untuk mendapatkan gugus kondisi yang diperlukan untuk mendapatkan hasil terbaik
dalam situasi tertentu. Dengan demikian, optimalisasi mengidentifikasikan penyelesaian terbaik suatu masalah yang diarahkan pada maksimisasi atau minimisasi
melalui fungsi tujuan. Sedangkan optimalisasi produksi adalah pencapaian keadaan terbaik dalam kegiatan produksi yang dilakukan perusahaan dalam rangka mencapai
keuntungan maksimum. Terdapat dua kriteria mendasar dalam optimalisasi, yaitu: 1 Maksimisasi, yaitu mengalokasikan atau menggunakan input-input tertentu untuk
menghasilkan keuntungan maksimal. Maksimisasi keuntungan ini dapat dilihat baik dari segi laba, sistem kerja yang efektif rancangan penugasan, maksimisasi
pangsa pasar dan lokasi perusahaan. 2 Minimalisasi, yaitu menghasilkan tingkat output dengan menggunakan input
biaya yang paling minimal. Minimalisasi dapat berupa minimalisasi penggunaan sumber daya, biaya distribusi, biaya persediaan, biaya pengendalian
mutu, jumlah tenaga kerja, waktu proses pelayanan, dan fasilitas perusahaan. Persoalan optimalisasi terbagi atas dua jenis yaitu optimalisasi dengan kendala
atau tanpa kendala. Optimalisasi dengan kendala membagi solusi optimal menjadi maksimisasi terkendala memaksimumkan sesuatu dengan adanya kendala dan
minimisasi terkendala meminimumkan sesuatu dengan adanya kendala. Sedangkan dalam optimalisasi tanpa kendala, faktor-faktor yang menjadi kendala terhadap
pencapaian fungsi tujuan akan diabaikan. Keuntungan yang menjadi tujuan perusahaan harus selalu memperhatikan
keterbatasan yang dihadapi perusahaan. Dalam keterbatasan inilah perusahaan harus mampu menentukan kombinasi produk yang memberikan keuntungan maksimal agar
21 tujuan perusahaan tercapai. Disinilah letak pentingnya riset operasi bagi perusahaan
sebagai alat untuk memecahkan permasalahan mengenai kombinasi produk optimum yang dapat menghasilkan keuntungan maksimal.
Menurut Supranto 1991, riset operasi adalah riset yang dilakukan terhadap suatu proses atau operasi atau berlangsungnya suatu kegiatan yang dilakukan oleh
unit organisasi. Suatu proses kegiatan dilakukan untuk mencapai tujuan atau mencapai output yang paling baik dengan menggunakan masukan yang dalam
prakteknya serba terbatas. Dalam keadaan tersebut itulah harus dicapai suatu pemecahan yang optimum. Tujuannya adalah membantu manajemen untuk
menentukan kebijakan dan tindakannya secara ilmiah. Pada umumnya tahapan-tahapan dalam penerapan riset operasi untuk
memecahkan persoalan adalah sebagai berikut. : 1 Merumuskan atau mendefinisikan persoalan yang akan dipecahkan sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai berdasarkan keadaan objektif. 2 Pembentukan model matematika untuk mencerminkan persoalan yang akan
dipecahkan. Biasanya model dinyatakan dalam bentuk persamaan yang menggambarkan hubungan antara input dan output serta tujuan yang akan
dicapai dalam bentuk fungsi objektif. Model harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mewakili kenyataan yang sebenarnya dari sistem yang akan
dipecahkan. 3 Mencari pemecahan dari model yang telah dibuat dalam tahap sebelumnya.
4 Menguji model dan hasil pemecahan dari pemecahan model. Suatu model dikatakan sah apabila memberikan prediksi yang dapat dipercaya dari hasil
proses suatu sistem. Cara yang paling sering dipergunakan ialah dengan membandingkan hasil proses dari sistem dengan data yang menggambarkan
kejadian sejenis yang sudah terjadi. 5 Implementasi dari hasil pemecahan. Hal ini membutuhkan suatu penjelasan yang
hati-hati tentang solusi yang digunakan dan hubungannya dengan realitas.
22
3.1.3 Linear Programming
Linear programming LP atau pemrograman linier merupakan salah satu teknik dari riset operasi untuk memecahkan persoalan optimasi maksimisasi atau
minimisasi dengan menggunakan persamaan dan ketidaksamaan linier dalam rangka untuk mencari pemecahan yang optimal dengan memperhatikan pembatasan-
pembatasan yang ada Supranto, 1988. Linear programming akan memberikan banyak sekali hasil pemecahan persoalan sebagai alternatif pengambilan tindakan,
akan tetapi hanya ada satu yang optimum maksimum atau minimum Definisi lain berasal dari Soekartawi 1995, Linear programming merupakan
metode perhitungan untuk perencanaan terbaik di antara kemungkinan-kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan. Penentuan rencana terbaik didasarkan pada banyak
alternatif dalam perencanaan untuk mencapai tujuan spesifik pada sumberdaya yang terbatas. Kelebihan-kelebihan LP adalah:
1 Mudah dilaksanakan, apalagi bila menggunakan alat bantu komputer 2 Dapat menggunakan banyak variabel, sehingga berbagai kemungkinan untuk
memperoleh pemanfaatan sumberdaya yang optimum dapat dicapai. 3 Fungsi tujuan dapat difleksibelkan sesuai dengan tujuan penelitian atau
berdasarkan data yang tersedia. Pemrograman linier dapat juga diartikan sebagai suatu alat deterministik
dimana semua parameter model diasumsikan diketahui dengan pasti Taha, 1996. Tetapi dalam kehidupan nyata jarang sekali ditemukan masalah dimana terdapat
kepastian yang sesungguhnya. Teknik LP mengkompensasi kekurangan ini dengan memberikan analisis pasca optimum dan analisis parametrik yang sistematis untuk
memungkinkan pengambil keputusan yang bersangkutan untuk menguji sensitivitas pemecahan optimum yang statis terhadap perubahan diskrit atau kontinu dalam
berbagai parameter dari model tersebut. Masalah keputusan yang sering dihadapi adalah alokasi optimum sumber daya
yang langka. Sumber daya dapat berupa uang, tenaga kerja, bahan mentah, kapasitas mesin, waktu, ruangan, atau teknologi. Menurut Mulyono 1991, setelah masalah
23 diidentifikasikan, tujuan ditetapkan, langkah selanjutnya adalah formulasi model
matematika yang meliputi tiga tahap berikut, yaitu: 1 Tentukan variabel yang tak diketahui variabel keputusan dan nyatakan dalam
simbol matematika. 2 Membentuk fungsi tujuan yang ditunjukkan sebagai suatu hubungan linier dari
variabel keputusan. 3 Menentukan semua kendala masalah tersebut dan mengekspresikan dalam
persamaan atau pertidaksamaan yang juga merupakan hubungan linier dari variabel keputusan yang mencerminkan keterbatasan sumberdaya masalah itu.
Model umum matematika untuk persoalan pemrograman linier dapat dinyatakan sebagai proses optimasi suatu fungsi tujuan dalam bentuk:
Maksimumkan atau minimumkan
dengan syarat :
ij j
≤,=, ≥
i
, untuk semua = 1,2,... semua
j
≥ 0 Keterangan
j
: banyaknya kegiatan , di mana = 1,2,..., : nilai fungsi tujuan
j
: sumbangan per unit kegiatan , untuk masalah maksimisasi
j
menunjukkan keuntungan atau penerimaan per unit, sementara dalam kasus minimisasi ia
menunjukkan biaya per unit
i
: jumlah sumber daya ke = 1,2,... , berarti terdapat jenis sumber daya
ij
: banyaknya sumber daya yang dikonsumsi sumber daya Model LP mengandung asumsi-asumsi implisit tertentu yang harus dipenuhi
agar definisinya sebagai suatu masalah LP menjadi absah. Asumsi-asumsi tersebut di antaranya adalah:
1. Linearity Syarat utama dari LP adalah bahwa fungsi tujuan dan semua kendala harus
linier. Jika suatu kendala melibatkan dua variabel keputusan, dalam diagram dimensi
24 dua fungsi ini akan berupa garis lurus. Kata linier secara tidak langsung mengatakan
bahwa hubungannya proporsional. Tingkat perubahan atau kemiringan hubungan fungsional itu adalah konstan dan karena itu perubahan nilai variabel akan
mengakibatkan perubahan relatif nilai fungsi dalam jumlah yang sama. 2. Additivity
Jumlah variabel kriteria dan jumlah penggunaan sumber daya harus bersifat aditif. Selain itu, seluruh sumber daya yang digunakan untuk semua kegiatan harus
sama dengan jumlah sumber daya yang digunakan untuk masing-masing kegiatan. 3. Divisibility
Asumsi ini berarti nilai solusi yang diperoleh tidak harus berupa bilangan bulat. Ini berarti nilai
j
dapat terjadi pada nilai pecah manapun. 4. Deterministic
Asumsi yang terdapat pada LP adalah semua parameter model
j
,
ij
, dan
i
diketahui konstan. LP secara tak langsung mengasumsikan suatu masalah keputusan dalam suatu kerangka statis dimana semua parameter diketahui dengan kepastian.
Pada kenyataannya, parameter model jarang bersifat deterministik. Ada beberapa cara mengatasi ketidakpastian parameter tersebut, salah satunya dengan analisa sentivitas
yang dikembangkan untuk menguji kepekaan nilai solusi terhadap perubahan- perubahan parameter.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Peternakan Puyuh Bintang Tiga yang mengusahakan puyuh petelur dan bibit puyuh dituntut untuk berproduksi dengan optimal dengan memanfaatkan sumberdaya
yang ada. Perencanaan penggunaan sumber daya dipengaruhi oleh dua hal yaitu dari segi permintaan dan ketersediaan sumber daya. Dari segi permintaan, PPBT belum
dapat memenuhi permintaan telur dan bibit. Dari segi ketersediaan sumber daya, PPBT memerlukan beberapa macam sumber daya yaitu bibit, pakan, vaksin, obat-
obatan, tenaga kerja, kandang, modal, dan bahan penunjang. Selain itu, masalah yang terlihat di lapangan adalah belum optimalnya produksi di PPBT. Hal ini terlihat dari
adanya kandang yang kosong
25 Keterbatasan sumber daya menyebabkan penambahan produksi suatu output
akan mengurangi produksi output lainnya. Sedangkan kelebihan sumber daya yang tidak terpakai akan menyebabkan keuntungan yang diterima perusahaan tidak
maksimal. Untuk itu diperlukan sebuah teknik yang dapat memberikan alternatif kombinasi output yang dihasilkan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan
yaitu memaksimalkan keuntungan. Analisis dilakukan dalam kurun waktu satu tahun dimana terdapat satu periode
produksi puyuh petelur dan 12 periode bibit puyuh. Satu periode produksi puyuh petelur dihitung dari masa Day Old Quail DOQ sampai puyuh diafkir. Sedangkan
bibit puyuh mempunyai periode selama satu bulan sehingga dalam setahun terdapat 12 periode produksi.
Pemecahan masalah optimalisasi produksi dilakukan dengan menggunakan model linear programming. LP dapat memberikan pemecahan persoalan sebagai
alternatif pengambilan keputusan. Program LP ini mampu menghasilkan kombinasi output yang optimal untuk memaksimumkan keuntungan dengan memperhatikan
kendala-kendala yang dihadapi dalam satu periode produksi di PPBT. Analisis LP yang dapat dilakukan yaitu analisis primal, analisis dual, analisis
sensitivitas, dan analisis post optimal. Analisis primal digunakan untuk mengetahui tingkat kombinasi produksi yang optimal yang dapat menghasilkan keuntungan
maksimal. Analisis dual digunakan untuk mengetahui alokasi penggunaan sumberdaya faktor produksi yang dimiliki. Sedangkan analisis sentivitas digunakan
untuk mengetahui sejauh mana koefisien fungsi tujuan dan nilai ruas kanan fungsi kendala dapat berubah tanpa mengubah solusi optimal.
Hasil pemecahan persoalan dengan program linier akan memberikan perencanaan produksi yang optimal. Setelah diperoleh hasil optimal maka dilakukan
evaluasi dengan membandingkan tingkat produksi optimal dengan tingkat produksi aktual. Setelah itu akan diketahui tingkat penyimpangan sehingga diperoleh saran-
saran perbaikan yang berguna bagi PPBT. Alur kerangka pemikiran operasional digambarkan pada Gambar 2.
26 Produk yang dihasilkan :
telur dan bibit Sumberdaya
terbatas
Kendala : bibit, pakan, vaksin, obat-obatan,
kandang, tenaga kerja, modal
Perencanaan jumlah ternak optimal selama
setahun dengan linear programming
satu periode produksi puyuh petelur dan 12
periode bibit puyuh
Hasil Kombinasi jumlah ternak
Keuntungan optimal Alokasi sumberdaya optimal
Kondisi aktual perusahaan
Evaluasi Rekomendasi
Tujuan perusahaan: Berproduksi dengan
optimal Permintaan telur dan
bibit belum terpenuhi Adanya
kandang kosong menunjukkan
produksi yang belum optimal
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian