67
Gambar 15 Hasil analisis kadar amilosa pada cookies terigu dan
cookies PGT.
Kadar amilopektin sampel didapat dari hasil pengurangan kadar pati dengan kadar amilosa. Hasil kadar amilopektin by different cookies terigu dan
cookies PGT berturut-turut sebesar 50.63 bk dan 54.74 bk.
5. Analisis Kadar Serat Pangan
Berdasarkan the 27th session of the Codex Committee on Nutrition and Foods for Special Dietary
2005 di dalam Mcrealy 2005, serat pangan merupakan polimer karbohidrat dengan degree of polymerization DP tidak
kurang dari tiga yang tidak dapat dicerna maupun diserap oleh usus halus. Serat pangan yang terkandung dalam bahan pangan akan mempengaruhi sifat
fisiknya seperti tekstur dan warna.
Berdasarkan analisis t-Test Lampiran 18, kadar serat pangan total
cookies terigu tidak berbeda nyata dengan kadar serat pangan total cookies
PGT. Walaupun demikian, kadar serat pangan total cookies PGT lebih tinggi dibandingkan kadar serat pangan total cookies terigu. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan bahan baku cookies, yaitu terigu dan PGT, yang masing-masing memiliki kandungan serat pangan yang berbeda. Selain itu, tingginya kadar
serat pangan total pada cookies PGT disebabkan tingginya kadar pati resisten 4.28 bk pada cookies PGT. Dalam analisis kadar serat pangan total, pati
resisten terukur sebagai serat tidak larut.
68
Gambar 16 Hasil analisis serat pangan total pada cookies terigu dan
cookies PGT.
Namun, kadar serat pangan total pada cookies terigu lebih kecil daripada kadar serat pangan total pada terigu padahal terigu merupakan bahan
utama dalam pembuatan cookies terigu. Hal ini mungkin disebabkan rendahnya persentase terigu terhadap formula cookies yang hanya sebesar
47.52 sehingga secara langsung akan menurunkan jumlah serat pangan total dalam cookies terigu. Hal tersebut berlaku juga untuk cookies PGT yang
memiliki persentase yang sama terhadap formula cookies.
6. Analisis Kadar Pati Resisten
Penggunaan produk kaya akan serat pangan sebagai bahan pensubstitusi tepung konvensional dalam pembuatan beberapa produk makanan diketahui
secara signifikan mengurangi mutu sensori dan keterimaan produk yang dihasilkan. Di lain pihak, produk pangan kaya serat yang memiliki mutu
sensori lebih baik tetap dibutuhkan. Tantangan untuk membuat suatu produk yang memiliki fungsionalitas seperti serat pangan dengan keterimaan yang
baik ternyata dapat dipenuhi oleh pati resisten Pratiwi 2008b. Pati resisten memiliki sifat fungsional sebagaimana serat pangan dan
memiliki nilai penerimaan lebih tinggi dibandingkan dengan serat pangan konvensional. Pati resisten memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan ukuran
partikel serat pangan konvensional, sehingga tidak mempengaruhi tekstur
69 produk, kapasitas pengikatan air water holding capacity dari pati resisten
juga lebih rendah sehingga dapat memperbaiki tekstur, penampakan dan mouth feel
produk panggang yang dihasilkan Sajilata et al. 2006. Lebih lanjut, Sajilata et al. 2006 menjelaskan bahwa pati resisten memiliki efek
fisologis yang bermanfaat bagi kesehatan seperti pencegahan kanker kolon, memiliki efek hipoglikemik menurunkan kadar gula darah setelah makan,
berperan sebagai prebiotik, mengurangi resiko pembentukan batu empedu, memiliki efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi lemak dan
meningkatkan absorbsi mineral.
Berdasarkan analisis t-Test Lampiran 18, kadar pati resisten pada
cookies terigu berbeda nyata dengan kadar pati resisten pada cookies PGT.
Kadar pati resisten pada cookies terigu dan cookies PGT berturut-turut 2.97 bk dan 4.28 bk. Pada penelitian yang dilakukan oleh Goñi et al. 1996,
kandungan pati resisten pada biskuit sebesar 1-2.5 bk. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa perubahan ingredient utama, yaitu penggantian terigu
dengan PGT, dalam pembuatan cookies dapat meningkatkan kadar pati resisten tipe III dalam produk cookies.
Menurut Tovar 1992, pangan mentah dan olahan memiliki sejumlah pati resisten. Jumlahnya ini tergantung pada sumber pati dan tipe pengolahan,
rasio amilosa-amilopektin, bentuk fisik, derajat gelatinisasi, perlakuan panas, pendinginan, dan penyimpanan. Menurut Sajilata et al. 2006, hal-hal yang
mempengaruhi kadar RS yang dihasilkan adalah 1 rasio amilosa : amilopektin pada pati, amilosa yang lebih tinggi dapat meningkatkan kadar
RS, 2 rasio pati : air dalam pembuatan RS, 3 proses pemanasan akan meningkatkan kadar RS yang dihasilkan, 4 banyaknya siklus pada proses
modifikasi, dan 5 suhu autoclaving.
70
Gambar 17 Hasil analisis kadar pati resisten pada cookies terigu, dan
cookies PGT.
Namun, kadar pati resisten pada cookies terigu lebih kecil daripada kadar pati resisten pada terigu padahal terigu merupakan bahan utama dalam
pembuatan cookies terigu. Hal ini mungkin disebabkan oleh dua hal, yaitu rendahnya persentase terigu terhadap formula cookies yang hanya sebesar
47.52 sehingga secara langsung akan menurunkan jumlah pati resisten dalam cookies terigu dan penurunan kadar RS tipe I dan RS tipe II yang
merupakan komponen utama pati resisten di terigu. Menurut Shamai et al. 2004, banyak metode pengolahan dapat menurunkan atau menghilangkan
RS tipe I dan RS tipe II, tetapi dapat meningkatkan kadar RS tipe III. Hal ini jugalah yang membuat kadar pati resisten pada kedua cookies tidak menurun
dengan persentase yang sama dengan jumlah terigu dan PGT dalam formula adonan cookies karena terjadi peningkatan kadar pati resisten pada saat
pengolahan cookies, yaitu proses pemanggangan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Sajilata et al. 2006 yang menyatakan bahwa proses
pemanggangan akan meningkatkan kandungan pati resisten.
7. Analisis Daya Cerna Pati