PATI RESISTEN TINJAUAN PUSTAKA

13 Menurut Kin 2000, berdasarkan kelarutannya dalam air, serat dibagi menjadi dua yaitu serat larut dan serat tidak larut. Serat larut ketika berada di usus halus akan membentuk larutan yang memiliki viskositas yang tinggi. Karena sifatnya ini, serat larut dapat mempengaruhi metabolisme lipid dan karbohidrat dan sebagian memiliki potensi antikarsinogenik. Serat tidak larut dapat mempertahankan matriks strukturalnya dari air membentuk campuran yang memiliki viskositas yang rendah. Hal ini menghasilkan peningkatan massa feses dan mempersingkat waktu transit. Hal tersebut mendasari penggunaan serat tidak larut untuk mencegah dan mengobati konstipasi kronis. Pada sisi lain, serat tidak larut juga berkontribusi menurunkan konsentrasi dan waktu kontak karsinogen dengan mukosa kolon. Kandungan serat pangan pada pati garut dapat ditingkatkan menjadi 3.54 kali melalui modifikasi pati dengan metode autoclaving-cooling Pratiwi 2008b. Hal ini diperkuat dengan penelitian Ranhotra et al. 1991 di dalam Sajilata et al. 2006 bahwa perlakuan siklus autoclaving-cooling berulang dapat meningkatkan kadar serat pangan total 3 hingga 4 kali lipat. Peningkatan kadar serat pangan total terjadi karena peningkatan kadar pati resisten yang terukur sebagai serat tidak larut. Menurut Ranhotra et al. 1991 di dalam Sajilata et al. 2006 bahwa pati resisten terukur sebagai serat tidak larut.

C. PATI RESISTEN

Pati diklasifikasikan menjadi pati yang dicerna secara cepat rapidly digestible starch atau RDS, pati yang dicerna secara lambat slowly digestible starch atau SDS, dan pati resisten resistant starch atau RS berdasarkan kecepatan pelepasan glukosa dan kemampuan absorpsi glukosa tersebut dalam saluran pencernaan Englyst et al. 1992. RDS merupakan fraksi pati yang menyebabkan terjadinya kenaikan glukosa darah setelah makanan masuk ke dalam saluran pencernaan. SDS merupakan fraksi pati yang dicerna sempurna dalam usus halus dengan kecepatan yang lebih lambat dibandingkan dengan RDS. RS merupakan bagian pati yang tidak dapat dicerna dalam usus halus, akan tetapi difermentasi dalam usus besar Haralampu 2000; Sajilata et al. 2006. 14 RS memiliki efek fisologis yang bermanfaat bagi kesehatan seperti pencegahan kanker kolon, memiliki efek hipoglikemik menurunkan kadar gula darah setelah makan, berperan sebagai prebiotik, mengurangi risiko pembentukan batu empedu, memiliki efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi lemak dan meningkatkan absorbsi mineral Sajilata et al. 2006. RS dapat dikelompokkan menjadi empat tipe utama. Tipe pertama terperangkap RS I ditemukan pada serealia dan biji-bijian. Tipe kedua terkristalisasi RS II granula pati yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan. Sumber RS II, yaitu kentang mentah, pisang mentah, dan tepung jagung. Tipe ketiga teretrogradasi RS III, yaitu pati yang dirubah konformasinya dengan panas atau dingin. Pemanasan pati tersebut dilakukan dengan penambahan air sehingga terjadi distorsi rantai polisakarida yang membentuk konformasi acak, proses ini disebut gelatinisasi. Ketika didinginkan, proses pengkristalan dimulai yang disebut retrogradasi. Sumber RS III, yaitu roti, cereal flakes, kentang yang direbus dan didinginkan, dan pre-cooked foods . Tipe keempat termodifikasi secara kimia RS IV, yaitu pati yang dimodifikasi secara kimia. RS IV ditemukan dalam pangan yang diolah seperti cake, bumbu yang dibuat secara industri, dan paediatric foods Álvarez dan Sánchez 2006. Lehmann et al. 2002 melaporkan bahwa proses debcrancing dan retrogradasi pati alami pisang dengan kandungan RS tipe III 5.9-6.5 meningkat hingga mencapai 47.5-50.6. Hal tersebut juga dilaporkan oleh Aparico-Saguilan et al. 2005 yang menyatakan bahwa proses lintnerisasi dan retrogradasi pati alami pisang dengan kandungan RS sebesar 1.51 meningkat hingga mencapai 19.34. Menurut Pratiwi 2008b, modifikasi pati garut dengan metode autoclaving-cooling cycling sebanyak 3 siklus dengan waktu gelatinisasi selama 15 menit dapat meningkatkan kadar RS tipe III lebih dari lima kali lipat dibandingkan dengan pati garut native. Pada penelitian tersebut menggunakan rasio pati : air sebesar 1 : 5. Rasio pati : air sangat mempengaruhi proses ekspansi matriks pati dan gelatinisasi granula Raja dan Shindu 2000. Proses modifikasi beberapa siklus memerlukan jumlah air yang lebih besar. Jumlah air yang lebih sedikit kemungkinan 15 kurang menggangu struktur heliks amilosa pada gelatinisasi siklus selanjutnya sehingga jumlah amilosa yang keluar dari granula tidak optimum Sajilata et al. 2006. Hal ini berakibat jumlah amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin yang bereasosiasi pada saat retrogradasi lebih sedikit sehingga kadar pati resistenya pun menjadi lebih rendah.

D. COOKIES