49 suspensi pati dan suhu ruang internal autoklaf. Penurunan suhu yang lambat
mengakibatkan bertambahnya waktu gelatinisasi pati. Berdasarkan analisis
sidik ragam Lampiran 16, kadar pati resisten pada pati garut berbeda nyata
dengan kadar pati resisten pada PGT. Hal ini disebabkan proses autoclaving- cooling
dapat membentuk pati resisten tipe III Álvarez dan Sánchez, 2006.
Gambar 10 Hasil analisis kadar pati resisten pada terigu, pati garut,
dan PGT.
6. Analisis Daya Cerna Pati
Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapat dihidrolisis oleh enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih kecil.
Penentuan daya cerna pati terigu, pati garut, dan PGT dilakukan secara secara in vitro
dengan menggunakan metode yang dikemukakan oleh Muchtadi et al. 1989. Dalam metode ini sampel dihidrolisis oleh enzim
α-amilase menjadi unit-unit sederhana seperti maltosa.
Jumlah maltosa hasil hidrolisis enzim diukur secara spektrofotometri. Larutan hasil hidrolisis direaksikan dengan asam dinitrosalisilat DNS
sehingga terbentuk warna jingga kemerahan yang kepekatannya berbanding lurus dengan kadar maltosa dalam larutan. Kandungan maltosa sampel
ditentukan berdasarkan kurva standar maltosa. Daya cerna pati dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati murni solube starch.
Berdasarkan hasil penelitian Lampiran 4, diketahui bahwa daya
cerna pati sampel terigu sebesar 19.71 pati. Hal ini mungkin disebabkan
50 oleh rendahnya kandungan pati pada sampel terigu 73.09 bk dan tingginya
kandungan serat pangan total pada terigu 4.95 bk yang dapat menghambat pencernaan zat nutrisi seperti karbohidrat. Daya cerna pati sampel pati garut
sebesar 84.35 pati. Hasil ini lebih tinggi dengan yang didapat oleh Pratiwi 2008b, yang menyatakan daya cerna pati garut sebesar 70.70 pati. Hal ini
mungkin disebabkan oleh perbedaan umur umbi yang digunakan. Daya cerna PGT sebesar 26.88 pati. Hasil ini jauh lebih rendah dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Pratiwi 2008b, yang menyatakan daya cerna PGT sebesar 48.45 pati.
Berdasarkan analisis sidik ragam Lampiran 17, daya cerna pati
sampel pati garut berbeda nyata dengan daya cerna PGT. Adanya penurunan daya cerna pati disebabkan pada siklus autoclaving-cooling, terjadi
penyusunan ulang molekul-molekul pati antara amilosa-amilosa, amilosa- amilopektin, amilopektin-amilopektin berakibat pada penguatan ikatan pada
pati dan membuat pati lebih sulit untuk tercerna Shin 2004.
Gambar 11 Hasil analisis daya cerna pati pada terigu, pati garut, dan
PGT. D.
PROSES PEMBUATAN COOKIES
Menurut Whiteley 1971, ada dua metode dasar pencampuran adonan cookies
, yaitu metode krim creaming method dan metode all-in. Pada metode krim, semua bahan tidak dicampur secara langsung melainkan
51 dicampur terlebih dahulu lemak dan gula kemudian ditambah pewarna dan
essens lalu ditambah susu diikuti penambahan bahan kimia aerasi berikut garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Sedangkan metode
pembuatan cookies dengan metode all-in, yaitu semua bahan dicampur secara langsung bersama tepung. Pencampuran ini dilakukan sampai adonan cukup
mengembang. Cookies
yang dibuat dalam penelitian ini, yaitu cookies berbahan baku PGT dan cookies berbahan baku terigu sebagai pembanding. Pembuatan
cookies yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dengan pembentukan krim
dari gula halus, margarin, susu skim, dan kuning telur. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan handmixer kecepatan tinggi. Setelah krim
berwarna pucat ±10 menit kemudian ditambahkan garam dan bahan pengembang. Setelah itu, ditambahkan tepung atau pati garut termodifikasi
secara perlahan-lahan sehingga terbentuk adonan cookies. Sebelum pembentukan adonan, waktu pencampuran harus diperhatikan untuk
mendapatkan adonan yang homogen dengan pengembangan gluten yang diinginkan. Menurut Matz dan Matz 1978, pencampuran dan pengadukan
dengan metode krim baik untuk cookies yang dicetak karena menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan.
Adonan kemudian digiling menjadi lembaran dengan ketebalan ±8 mm, kemudian dicetak sesuai keinginan dan disusun pada loyang lalu
dipanggang dalam oven pada suhu 160-170
o
C selama ±12 menit. Setelah matang didinginkan agar terjadi penguapan air.
Rendemen cookies dihitung berdasarkan perbandingan berat adonan dengan berat cookies setelah pemanggangan. Rendemen cookies PGT tidak
berbeda jauh dengan cookies terigu . Lebih rendahnya berat cookies
dibandingkan berat adonannya disebabkan oleh beberapa hal, yaitu adanya sisa adonan yang tidak dapat tercetak sehingga adonan tersebut tidak
dipanggang dan terjadi penguapan air saat pemanggangan sehingga mengurangi berat cookies setelah pemanggangan. Rendemen cookies dapat
dilihat pada Tabel 14.
52
Tabel 14 Rendemen cookies PGT dan cookies terigu
Sampel Berat adonan
g Berat
cookies g
Rendemen Cookies
PGT 526.125
458.50 87.15
Cookies terigu
526.125 461.30
87.67
E. ANALISIS ORGANOLEPTIK
Penggunaan produk pangan yang rendah kalori semakin meningkat Parpinello et al. 2001. Salah satu caranya adalah substitusi dengan pati
resisten. Namun, substitusi ini harus diberikan perhatian lebih agar jangan sampai hal tersebut dapat menyebabkan perubahan karakteristik sensori
produk yang signifikan Bolini-Cardello et al. 1999. Diperlukan uji organoleptik produk untuk memberikan pendapat yang nyata mengenai
disukai atau tidak disukainya suatu produk Hariom et al. 2006. Uji organoleptik terhadap cookies PGT dilakukan untuk mengetahui
daya terima terhadap beberapa atribut sensori cookies, seperti warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan overall yang hasilnya dibandingkan dengan
cookies terigu. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji rating hedonik.
Sampel yang disajikan adalah cookies terigu dan cookies PGT. Panelis diminta untuk memberikan penilaian seberapa banyak panelis menyukai
produk tersebut tanpa membandingkan antar produk dengan menggunakan skala garis. Lembar penilaian yang digunakan pada uji rating hedonik dapat
dilihat pada Lampiran 21. Panelis yang melakukan penilaian sebanyak 30
orang panelis tidak terlatih. Hasil penilaian organoleptik disajikan pada
Lampiran 19
. Rekapitulasi penilaian rata-rata uji organoleptik dapat dilihat
pada Tabel 15 dan Gambar 12. Tabel 15
Hasil analisis statistik uji organoleptik Atribut Organoleptik
Sampel Rasa Warna Aroma Tekstur Overall
Cookies Terigu
6.26
a
7.79
a
6.11
a
7.06
a
7.28
a
Cookies PGT
4.99
a
4.17
b
6.69
a
3.53
b
5.20
b
Keterangan : Nilai yang diikuti deengan huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata uji t-Test
α = 5