39 Setelah pati mengendap, air pada bagian atas dialirkan keluar bak
penampung hingga yang tersisa hanya bagian pati basah. Pengeringan pati basah dilakukan dengan menggunakan oven pengering bersuhu 55
o
C selama 6 jam sampai kadar air sekitar 10-12. Pati yang berbentuk bongkahan tidak
seragam selanjutnya digiling untuk mengecilkan ukuran dengan menggunakan disc mill sekaligus dilakukan proses pengayakan pati dengan
ayakan 80 mesh agar didapatkan ukuran pati yang seragam. Pati garut yang telah diayak tersebut telah siap digunakan untuk pembuatan pati modifikasi
Rendemen pati dihitung berdasarkan perbandingan berat pati kering dengan umbi yang sudah dibersihkan kulitnya. Rendemen pati pada penelitian
ini sebesar 15.96. Hasil ini lebih besar dari hasil penelitian Pratiwi 2008b yang menyatakan rendemen pati umbi garut yang dapat diekstrak yaitu
sebesar 10.78. Hal ini disebabkan oleh perbedaan umur pati garut yang
digunakan. Umbi garut yang digunakan dalam penelitian ini berumur 10 bulan sedangkan umbi garut yang digunakan oleh Pratiwi 2008b berumur
sekitar 4-6 bulan. Menurut Badrudin 2004, umbi garut yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan pati garut adalah umbi berumur 8-11 bulan.
Rendeme n pati yang diperoleh dari hasil ekstraksi pati umbi garut dapat
dilihat di Tabel 10. Tabel 10
Rendemen pati umbi garut Umbi garut
gram Umbi garut
setelah dikupas gram
Pati gram Rendemen
67300 63100 9900
15.69
B. PEMBUATAN PATI GARUT TERMODIFIKASI UNTUK
MENGHASILKAN PATI RESISTEN TIPE III
Pati garut yang dihasilkan selanjutnya dijadikan bahan untuk membuat pati resisten tipe III. Pembuatan pati resisten terdiri dari dua tahap yaitu
gelatinisasi dan retrogradasi. Pada tahap awal pati yang disuspensikan digelatinisasi terlebih dahulu melalui pemanasan pada suhu tinggi. Tujuan
gelatinisasi adalah pembengkakan granula pati melalui pemanasan
40 menggunakan air berlebih sehingga amilosa keluar. Akan tetapi sebelum
autoclaving , suspensi pati dipanaskan terlebih dahulu pada suhu ± 70
C agar didapat pasta pati yang homogen
. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mun dan Shin 2005 yang menggunakan pati jagung dimana
pati jagung hanya disuspensikan ke dalam air kemudian langsung diautoklaf. Hal ini mungkin disebabkan perbedaan ukuran granula pati. Pati garut
memiliki ukuran granula pati yang lebih besar, yaitu sebesar 30-70 μm
Suriani 2008, dibandingkan ukuran granula pati jagung yang hanya sebesar
5-25 μm
Belizt dan Grosch 1999. Besarnya ukuran granula pati garut
menyebabkan pengendapan pada saat pati garut disuspensikan ke dalam air, sehingga ketika suspensi pati garut tersebut diautoklaf pati tidak membentuk
gel tetapi membentuk kristal pati yang keras akibat tekanan yang tinggi saat autoclaving
. Selanjutnya pati yang telah tergelatinisasi didinginkan sehingga terjadi retrogradasi. Selama retrogradasi, molekul pati kembali membentuk
struktur kompak yang distabilkan dengan adanya ikatan hidrogen Sajilata et al.
2006. Pembuatan pati modifikasi pada penelitian ini menggunakan perlakuan
3 siklus autoclaving-cooling dengan waktu gelatinisasi selama 15 menit. Menurut Pratiwi 2008b, pati garut modifikasi perlakuan 3 siklus
autoclaving-cooling dengan waktu gelatinisasi 15 menit memiliki daya cerna
pati yang rendah serta kadar RS tipe III yang cukup tinggi. Rendemen pati garut termodifikasi dihitung berdasarkan perbandingan
berat pati garut termodifikasi PGT dengan berat pati garut. Rendemen PGT pada penelitian ini sebesar 86.02.
Hasil ini lebih besar dari hasil penelitian Pratiwi 2008b yang menyatakan rendemen PGT 3 siklus dengan waktu
gelatinisasi 15 menit, yaitu sebesar 70.58. Rendemen PGT dapat dilihat
pada Tabel 11. Tabel 11
Rendemen pati garut termodifikasi PGT Berat awal pati garut
gram Berat pati garut termodifikasi
gram Rendemen
1100 946.3 86.02
41
C. ANALISIS KIMIA BAHAN BAKU