Karakteristik Fisik Pati Garut

9 Tabel 4 Komposisi kimia pati garut Komposisi Kimia Pati Garut Kadar air bb 10.05 Kadar abu bk 0.31 Kadar Protein bk 0.23 Kadar Lemak bk 0.55 Kadar Karbohidrat bk 98.92 Sumber: Pratiwi 2008b Berdasarkan Tabel 4, pati garut memiliki kandungan protein dan lemak yang rendah. Namun, hal ini sangat diinginkan karena kandungan protein dan lemak akan menghambat pembentukan pati resisten saat proses modifikasi pati garut untuk menghasilkan pati resisten. Terdapat beberapa komponen pada pangan yang berinteraksi dengan pati dan pada akhirnya mempengaruhi pembentukan RS antara lain: protein, serat pangan, enzim inhibitor, ion, dan lipid Sajilata et al. 2006. Interaksi antara protein dan pati dapat mengurangi kadar pati resisten. Hal ini terbukti pada penelitian Escapa et al. 1996 bahwa pati kentang yang diautoklaf dengan ditambahkan albumin kemudian diretrogradasi pada suhu -20 o C, ternyata mengalami penurunan kandungan pati resisten. Lemak merupakan komponen yang berinteraksi dengan pati. Interaksi lemak dengan pati terjadi pada saat proses pemanasan pati di atas suhu 100 o C membentuk kompleks amilosa-lipid. Bentuk kompleks amilosa-lipid ini merupakan bentuk enzym-degradable. Penambahan jumlah kompleks amilosa-lipid terbentuk dapat menurunkan kadar pati resisten bahan. Proses rekristalisasi amilosa untuk menghasilkan pati resisten terhambat karena adanya pengkompleksan amilosa oleh lipid. Adanya lemak yang berasal dari bahan pangan itu sendiri juga dapat menurunkan kadar pati resisten Sajilata et al. 2006.

b. Karakteristik Fisik

Suspensi pati ketika dipanaskan akan mengalami gelatinisasi. Gelatinisasi adalah peristiwa hilangnya sifat birefringence granula pati akibat penambahan air secara berlebihan dan pemanasan pada waktu dan suhu 10 tertentu, sehingga granula pati membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula Belitz dan Grosch 1999. Pada dasarnya proses gelatinisasai terjadi melalui tiga fase, yaitu fase pertama, air secara perlahan-lahan dan bolak-balik berimbibisi ke dalam granula, fase kedua ditandai dengan pengembangan granula dengan cepat karena penyerapan air yang berlangsung secara cepat sehingga kehilangan sifat birefringence, dan fase ketiga jika suhu terus naik, maka molekul amilosa terdifusi keluar granula McCready 1970. Pada proses gelatinisasi terjadi proses pengerusakan ikatan hidrogen intermolekuler. Ikatan hidrogen ini mempunyai peranan untuk mempertahankan struktur intergritas granula. Adanya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Semakin banyak jumlah gugus hidroksil dari molekul pati, maka kemampuan menyerap air semakin besar. Peningkatan kelarutan juga diikuti dengan peningkatan viskositas. Hal ini disebabkan air yang sebelumnya bebas bergerak di luar granula pati menjadi terperangkap dan tidak dapat bergerak bebas lagi setelah mengalami gelatinisasi. Profil gelatinisasi pati dapat dilihat pada Tabel 5 yang dianalisis menggunakan alat ”Brabender visko-amilograf”. Tabel 5 Profil gelatinisasi pelbagai pati Keteranga Pati Garut a Tapioka A b Pati Jagung Varietas Bisma c Suhu Gelatinisasi o C 75.75 65.25 73.5 Suhu Puncak Gelatinisasi o C 85.85 75.75 - Viskositas Maksimum BU 1290 1620 680 Viskositas 95 o C BU 920 640 - Viskositas 95 o C 20 BU 558 465 - Viskositas 50 o C BU 760 710 - Viskositas setback 202 245 1060 Viiskositas breakdown -362 -1155 -200 Sumber: a Suriani, 2008; b Rahman, 2007; c Permatasari, 2007 Charles et al. 2005 melaporkan bahwa suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh kadar amilosa. Semakin tinggi amilosa semakin tinggi suhu gelatinisasi. Lebih lanjut Charles et al. 2005 menjelaskan bahwa semakin tinggi kadar amilosa maka viskositas maksimum pati akan semakin tinggi. Menurut 11 Taggart 2004, struktur amilosa yang sederhana ini dapat membentuk interaksi molekuler yang kuat dengan air, sehingga pembentukan ikatan hidrogen ini lebih mudah terjadi pada amilosa. Viskositas setback menggambarkan tingkat kecenderungan proses retrogradasi pasta pati Faridah et al. 2008. Retrogradasi merupakan perubahan amilosa dari bentuk amorf ke bentuk kristalin. Retrogradasi terjadi apabila antara ikatan hidrogen dan gugus hidroksil molekul amilosa yang berdekatan saling berikatan dalam bentuk pasta. Retrogradasi terjadi ketika pati yang telah digelatinisasi didiamkan beberapa lama sehingga terjadi penurunan suhu Wurzburg 1989. Semakin tingginya nilai setback maka menunjukkan semakin tinggi pula kecenderungan untuk membentuk gel meningkatkan viskositas selama pendinginan. Tingginya nilai setback menandakan tingginya kecenderungan untuk terjadinya retrogradasi Lestari 2009. Menurut Miller 1973, faktor-faktor yang mendukung terjadinya retrogradasi adalah temperatur yang rendah, pH netral dan derajat polimerisasi yang relatif rendah, tidak adanya percabangan ikatan dari molekul, konsentrasi amilosa yang tinggi, adanya ion-ion organik tertentu dan tidak ada senyawa pembasah surface active agent.

c. Bentuk Granula Pati