Burung-burung yang Menyergap Kecemasan

69 TELINGA Kamil sejak pertemuan itu dibuka, mendengar seluruh pembicaraan di ruang tamu yang hanya disekat oleh tripleks untuk memisahkannya dar kamarnya. Ia mendadak cemas. Bayangan ia diseret ke rumah sakit menghantui dirinya. Bayangan itu meronta-ronta mengganggu tidurnya. Bayangan disakiti menteror dirinya. Menggema teriakan- teriakan dalam gelap. Kamil tegang. Takut. Wajah kematian seperti selalu membayanginya. Ia mengutuk dirinya. Ia mengutuk sepasang matanya yang membikin ia dibenci orang banyak. Bagi yang lain, itu mungkin karunia. Tapi bagi Kamil itu bencana ST, 2000; 24. Diskusi keluarga Kamil mengenai kejadian yang dialami Kamil dan keputusan untuk membawanya ke rumah sakit, menjadi ancaman bagi Kamil. Kecemasan moral yang dihadapi Kamil menghimpun energi psikisnya untuk mempertahankan keselamatan dirinya. Timbunan ketakutan telah menggerakkan Kamil untuk lari. Dengan sisa kekuatannya ia lari dan terus lari. Selapis demi selapis dinding malamyang gelap, diterobos Kamil ST, 2000; 25. Kecemasan menjadi peringatan bagi tubuh yang sebenarnya mengganggu individu dan menuntut sebuah pertahanan sebagai strategi agar tidak menimbulkan keburukan bagi yang bersangkutan. Setiap manusia pernah mengalami kecemasan dan menjadi bagian dari peringatan sistem kepribadian bagi tubuh. Kecemasan dalam cerpen ini mengacu pada nasib “wong cilik” sebagai pihak yang biasanya terabaikan.

5.3.4 Burung-burung yang Menyergap

Kecemasan yang dialami tokoh utama yaitu Gerusta tergolong pada kecemasan neurotik. Kecemasan ini dialami Gerusta berasal dari ancaman burung-burung yang tiba-tiba menyergap seluruh tubuhnya. Tiba-tiba puluhan burung menyerang Gerusta dan membuat tubuhnya lemah oleh burung-burung yang dianggapnya sangat mengganggu. Burung-burung yang menyergap tubuh Gerusta hanya bayangan atau dengan kata lain ilusi yang dihasilkan oleh pikirannya. Tubuhnya masih utuh dan bersih dari patukan burung, namun Gerusta tidak yakin dengan keadaannya. Universitas Sumatera Utara 70 Burung-burung membayangi pikiran Gerusta dan dia seolah-oleh diserbu hingga wajahnya penuh luka dan berlumur darah. Burung-burung yang menyergap Gerusta tersebut menjadi ancaman dan membuatnya tidak dapat berkata-kata sedikit pun. Burung-burung yang mendadak menyerangnya tersebut merupakan gambaran kata-kata yang biasanya menjadi hal yang mudah untuk dikuasainya. Gerusta tetap merasa tidak tenang dan merasa terus diintai oleh puluhan bahkan ribuan burung. Kejadian yang dialami Gerusta ini merupakan kecemasan neurotik. Individu akan merasa terancam dengan kondisi dunia luar dan kecemasan-kecemasan tersebut berasal dari dalam dirinya sendiri. ….Dengan mata liar, puluhan, mungkin ratusan burung itu mematuk-matuk wajah Gerusta. Pada puncak sakitnya, Gerusta tidak merasakan apa-apa. Ia hanya merasakan basah darah segarnya, setelah siuman, setelah serangan membadai itu mereda. Susah payah Gerusta bangkit, berjalan sempoyongan. Cermin di kamarnya yang sudah lima puluh tahun selalu setia memantulkan wajahnya, mengirimkan kecemasan ST, 2000; 51. Gerusta merupakan seorang orator yang terbiasa dan sangat menguasai kata-kata. Ia sering memberi pidato dan orasi-orasi di depan masyarakat dengan memberkan janji-janji kesejahteraan. Semenjak Gerusta merasa diserang dan dibayangi oleh ratusan burung-burung, ia tidak lagi mampu berorasi bahkan merasa tidak berdaya. Freud dalam Koswara, 1991:45 menjelaskan bahwa “Kecemasan neurotik sumbernya berada di dalam diri, yang pada dasarnya berlandaskan kenyataan, sebab hukuman yang ditakutkan oleh ego individu berasal di dunia luar”. Hal ini berarti memperjelas bahwa yang dialami Gerusta merupakan suatu kecemasan yang timbul dari aktifitas sehari-harinya sebagai orator dan menimbulkan depresi atau tekanan secara psikis terhadap yang dilakukannya dalam kenyataan. Kecemasan-kecemasan tersebut menguras tenaga dan kekuatan fisik maupun psikis Gerusta. Ia terancam dan sangat ketakutan pada burung-burung yang dianggapnya selalu mengintainya. BURUNG-BURUNG ganas itu masih menjadi mimpi buruk yang menguras energi Gerusta. Burung-burung itu telah menjaring Gerusta menjadi tawanan yang siap dicincang oleh kelaparan mereka. Gerusta membangun pertahanan. Ia tutup jendela Universitas Sumatera Utara 71 dan pintu. Ia tutup seluruh lubang angin. Ia bakar album. Televisi. Radio. Buku-buku. Internet. Kulkas. Telepon genggam. Peta. Dan seluruh benda yang memungkinkan burung-burung itu bersembunyi dan sewaktu-waktu menyerangnya. Ia telah mengasingkan diri dari hiruk pikuk kehidupan ST, 2000; 54. Ancaman dari serangan bayangan burung-burung membuat Gerusta menutup diri dari dunia luar dan terus berusaha agar terhindar dari ancaman-ancaman tersebut. Pertahanan yang dibangun tubuhnya ternyata tidak membuahkan hasil, bahkan Gerusta terus terbayang oleh burung-burung yang selalu mengintainya. Pada akhirnya dia dikabarkan bunuh diri akibat senapan yang menembak mulutnya sendiri. …Dari rongga mulut itu ia merasakan ada yang bergerak. Ada gumpalan bulu yang menyentuh langit-langit mulutnya. Gerusta mau muntah. Tapi tak bisa. Berjejal-jejal burung keluar dari mulutnya. Mereka menyergap Gerusta. Sempoyongan Gerusta melangkah, meraih senapan dan mengokangnya. Telunjuk Gerusta gemetaran menarik picu senapan yang diarahkan ke mulutnya ST, 2000; 57.

5.3.5 Anoman Ringsek