54
mulutnya. Kata-kata gemerlap yang mampu menggerakkan ratusan bahkan ribuan orang ST, 2000; 53.
Dorongan untuk hidup dan mati terus bergulat untuk saling menaklukkan dan pada dasarnya, keduanya ini akan menimbulkan kecemasan yang mendorong naluri-naluri kematian berperan
lebih dominan. …Mulut Gerusta tak dapat dikatupkan. Mulut itu terus menganga. Dari rongga mulut
itu ia merasakan ada yang bergerak. Ada gumpalan bulu yang menyentuh langit-langit mulutnya. Gerusta mau muntah. Tapi tak bisa. Berjejal-jejal burung keluar dari
mulutnya. Mereka menyergap Gerusta. Sempoyongan Gerusta melangkah, meraih senapan dan mengokangnya. Telunjuk Gerusta gemetaran menarik picu senapan yang
diarahkan ke mulutnya ST, 2000; 57.
Tindakan yang dilakukan Gerusta merupakan suatu bentuk pengurangan tegangan dari apa yang menjadi sumber dan dorongan naluri kehidupan dalam dirinya. Energi psikis
dalam tubuh Gerusta diolah dan dihasilkan oleh id dari energi fisik yang berasal dari proses- proses metabolisme tubuhnya.
5.1.5. Anoman Ringsek
Berdasarkan gagasan Freud dalam Koswara, 1991:36 bahwa “Energi fisik bisa diubah menjadi energi psikis, dan sebaliknya. Yang menjembatani energi fisik dengan
kepribadian adalah id dengan naluri-nalurinya”. Penegasan ini sejalan dengan energi psikis yang dimiliki oleh Wondo dalam penyelesaian konflik batin dengan persoalan ekonomi
dalam kehidupan sehari-harinya. Wondo mengalami tekanan secara psikis yang menghasilkan tindakan yang dianggap tidak masuk akal. Kondisi sosial di lingkungan
masyarakat dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah menjadi beban fisik maupun mental dalam suatu kehidupan. Pemenuhan kebutuhan hidup yang terus meningkat dan
sedikitnya peluang untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang maksimal menjadi persoalan sederhana namun genting.
Universitas Sumatera Utara
55
Naluri-naluri Wondo mencoba untuk menyeimbangkan stimulus internalnya dengan tindakan-tindakan sebagai upaya pengurangan tegangan dalam dirinya. Berikut kutipan yang
menjadi upaya suatu naluri-naluri dalam keperibadian Wondo. DI panggung, para pemain mendadak kaget. Wondo, pemeran Anoman itu,
menggelepar. Sekujur tubuhnya basah keringat dingin. Wajahnya pucat. Memutih ST, 2000; 109.
Wondo merupakan seorang yang bekerja sebagai wayang pada pertunjukan. Hasil uang dari pekerjaan sebagai wayang tidak mencukupi kehidupannya sehari-hari. Wondo merasa terpacu
untuk keluar dari wayang, tetapi keterbatasan keuangan dan tingkat pendidikan membuat Wondo harus mengubur dalam-dalam keinginannya tersebut. Naluri Wondo untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik tersebut semakin meningkat, tetapi tidak bisa diimbangi dengan kondisi sosial yang membuat keadaan psikisnya terganggu.
Wondo tak terpengaruh impian yang ditiupkan Jaiman. Niatnya untuk keluar dari tobong terus berdetak dalam dirinya. Tapi bagai benang kusut, ia tak pernah mampu
menemukan lubang jarum untuk bisa menjahit nasibnya yang koyak moyak. Wondo terus jadi Anoman, meskipun jiwanya sumpek dan nasibnya ringsek ST, 2000; 112.
Peristiwa yang dialami oleh Wondo tersebut merupakan bagian dari proses naluri yaitu proses yang berulang-ulang dalam satu lingkaran keadaan yang tak berujung yakni, tenang-tegang-
tenang, begitu seterusnya.
5.2 Penyaluran dan Penggunaan Energi Psikis