Palaran Naluri atau Insting

50 Kami tertawa keras-keras. Sangat keras. Tapi kami pun mendadak menangis, ketika kesangsian atas hidup kami muncul kembali. Hidup dan mati timbul tenggelam memainkan perasaan kami ST, 2000; 2. Ketegangan yang dialami oleh masyarakat semakin meningkat oleh karena semakin banyak pula korban yang mati mendadak dengan kondisi yang tidak baik. Naluri akan rasa cemas yang mereka alami menuntut sekitar untuk memberikan perlindungan dan saling berjaga-jaga satu sama lain. Berdasarkan naluri tersebut, masyarakat ingin mendapatkan ketenangan dan mencoba untuk melawan secara langsung. Namun ketidakberdayaan mereka tergambar dari naluri kematian yang mereka alami seperti menghancurkan orang lain sebagai proses pertahanan diri. …“Melawan berarti setor mayat. Setor hati. Semakin dilawan mereka semakin senang, karena ada alasan untuk membunuh. Mereka punya pasukan lengkap. Mereka sangat terlatih…” ujar Lolong. “Lebih baik melawan daripada mati konyol” seru Brazak ST, 2000; 4. Berdasarkan kutipan tersebut terlihat bahwa kecemasan yang dialami oleh masyarakat merupakan bagian naluri kematian sebagai bentuk dorongan dari dalam diri manusia yang terjadi akibat energi psikis.

5.1.2 Palaran

Cerpen Palaran menggambarkan suatu kondisi Adipati Anom yang haus akan kekuasaan. Perebutan kekuasaan yang terjadi dengan Adipati Sepuh pada masa perang tersebut terjadi di Kadipaten Padas Lintang. Seiring dengan kekalahan dan kematian Adipati Sepuh, beberapa tahun kemudian Adipati Anom merasa dibayangi oleh perasaan tidak nyaman. Energi psikis Adipati Anom memberi pengaruh negatif bagi kondisi sosial masyarakat kadipaten. Naluri kehidupan yang dialami Adipati Anom adalah haus akan kekuasaan yang berdampak pada tekanan psikisnya sendiri. Tembang Palaran yang dipakai sebagai pemicu perang pada waktu itu, kembali mengusik Adipati Anom secara psikis. Bayangan-bayangan Universitas Sumatera Utara 51 negatif muncul dalam diri Adipati dan menjadi bumerang bagi kehidupan di Kadipaten Padas Lintang. Adipati Anom membutuhkan kenyamanan yaitu tidak terusik dengan alunan gamelan yang terus menghantui dan membayangi kehidupannya. Adipati mengalami tekanan psikis secara perlahan-lahan. Gamelan itu terus mengalun. Menerobos pagi yang sunyi. Menerobos telinga Adipati. Adipati kembali tersentak. Gamelan itu mengalunkan tembang palaran yang berisi tantangan perang untuk dirinya ST, 2000; 14. Seluruh warga Kadipaten keder. Gamelan menjadi benda haram. Tembang palaran menjadi hal yang tabu untuk dilantunkan ST, 2000; 16. ...DENGAN telinga tersumpal kapas, Adipati Anom merasa terbebas dari suara gamelan dan tembang yang dikhawatirkan tiba-tiba menyeruak udara. Suara gamelan dan tembang yang selalu dikutuknya, tapi ia sendiri tak tahu siapa penabuh dan penembangnya ST, 2000; 17. Demikian pula dengan naluri kematian yang mengarah ke luar atau kepada orang lain menyatakan diri dalam bentuk tindakan membunuh, menganiaya atau menghancurkan orang lain dialami oleh Adipati. Selaku pemimpin di Kadipaten, Adipati mengerahkan seluruh pasukan Kadipaten untuk melenyapkan orang yang mengganggu pikirannya. Naluri yang mendorong Adipati untuk memuaskan kebutuhan bayangan suram kekuasaan pada dasarnya berasal dari id sebagai dinamo yang menghasilkan energi psikis dalam proses yang dialami olehnya. Energi psikis ini juga mendorong Adipati untuk menstimulus internal dirinya untuk mencapai kenyamanan diri. “Cari mereka. Cari Gantung mereka. Gantung Tangkap sisa-sisa keturunan Adipati Sepuh” Perintah Adipati Anom kepada Tumenggung Sendiko Dawuh. Puluhan mata- mata disebar ke seluruh penjuru Kadipaten Padas Lintang hal. 15. Mereka mencari sumber suara gamelan dan tembang palaran. Tapi mereka hanya menangkap udara hampa dan wajah-wajah kosong yang dililit ketakutan. Beberapa pembuat gamelan juga dikorek tuntas. Begitu pula para priagung yang menyimpan gamelan di pendoponya. Gamelan-gamelan itu disita atas keamanan Kadipaten. Kemudian diikuti keluarnya keputusan: siapapun dilarang keras menabuh gamelan dan mengalunkan tembang palaran. Jika melanggar, hukuman gantung sanksinya hal. 16. …Adipati Anom tumbang. Meninggalkan jeritan panjang. Tubuhnya bersimbah darah. Sebilah keris tertancap di dada. Nyai Adipati mendadak terbangun. Ia menjerit sangat keras. Para penjaga kadipaten berlari ke sumber suara. “Kangmas Adipati bunuh diri” Pekik Nyi Adipati. Cemas hal. 18. Universitas Sumatera Utara 52 Energi psikis yang dimiliki Adipati Anom diarahkan kepada pengusutan tentang sumber suara gamelan yang mengganggu hidupnya. Pengerahan dan pengalihan energi psikis kepada pengusutan tersebut memberikan kepuasan bagi Adipati dalam upaya mengurangi rasa cemasnya akan bayangan perebutan kekuasaan dulu. Freud dalam Koswara,1991:40 percaya bahwa pada setiap orang, di alam tak sadarnya, terdapat keinginan untuk mati, sebuah keinginan yang selalu direpres sekuatnyaoleh ego. Dan percobaan atau tindakan bunuh diri bisa terjadi apabila represi ego ini melemah. Berdasarkan hal ini, Adipati dalam alam tak sadarnya menghujam dadanya sendiri dengan kerisnya dan semua warga kadipaten terkejut akan kejadian tersebut.

5.1.3 Sepasang Mata yang Hilang