Palaran Penyaluran dan Penggunaan Energi Psikis

57 lainnya ketakutan dan cemas. Dalam situasi tersebut Ogaz membutuhkan kenyamanan dan ketentraman dalam jiwanya agar tidak lagi diliputi oleh ketakutan. Proses pemenuhan kebutuhan Ogaz untuk mendapatkan keselamatan dari pembunuhan yang terjadi disekitarnya, memacu id, ego, dan superego untuk menyalurkan dan menggunakan energi psikis Ogaz secara integratif. Peristiwa yang dialami oleh Ogaz dan masyarakat lainnya memberikan kesedihan dan tekanan psikis. Penyaluran dan penggunaan energi psikis dalam cerpen ini dapat diperhatikan dalam kutipan berikut. “Tapi kenapa kota kita yang menjadi sasaran?” Keheningan kembali mengurung kami. “Kenapa mereka tidak kita lawan?” Wajah kami beku. “Mereka siapa? Musuh kita tidak jelas” “Melawan berarti setor mayat. Setor hati. Semakin dilawan mereka semakin senang, karena ada alasan untuk membunuh. Mereka punya pasukan lenngkap. Mereka sangat terlatih...” ujar Lolong. “Lebih baik melawan daripada mati konyol” seru Brazak. ST, 2000; 4 Dorongan untuk melawan pembunuh yang mengganggu ketenteraman Ogaz dan teman- temannya yang lain terlihat dari percakapan dalam cerpen. Dalam hal ini ego berusaha menyalurkan dan menggunakan energi psikis Ogaz dan teman-temannya sebagai pertahanan diri dari kematian yang bisa saja lebih cepat menghampiri mereka. Disamping itu superego menggunakan energi psikis sebagai pengontrol atau pengendali moral dari tokoh untuk menghindari kejahatan yang dapat menimbulkan peperangan. Hal ini menjelaskan bahwa superego bertindak sebagai pengarah ego kepada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral. …Rumi meyakinkan kami, mayat itu adalah Brazak, saudara kami yang menganjurkan perlawanan kepada para pembunuh. …”Yang selamat Cuma kamu, Ogaz,” Mirzza memelukku ST, 2000; 5.

5.2.2 Palaran

Tokoh utama dalam cerpen ini adalah Adipati Anom. Adipati merupakan penguasa yang mengatur kebijakan-kebijakan yang berlaku di Kadipaten Padas Lintang. Adipati Anom Universitas Sumatera Utara 58 mengalami tekanan psikis akibat dari tembang palaran yang dilantunkan dengan iringan gamelan. Tembang palaran menjadi pemicu yang menyulut api perlawanan di kalangan rakyat dalam perlawanan dengan Adipati Sepuh, yang akhirnya kalah. Adipati Anom merasa dibayangi oleh wajah Adipati Sepuh yang sudah lama kalah dan meninggal dalam perlawanan. Kehidupan Adipati Anom tidak tenang dan merasa alunan Gamelan yang dimainkan rakyat adalah mimpi buruk baginya. Warga kadipaten dilarang untuk memainkan gamelan yang merupakan mata pencaharian rakyatnya sendiri. Adipati Anom tidak peduli dengan sekitarnya. Dia hanya tidak ingin mendengar suara gamelan. Walau seluruh kawasan kadipaten tidak lagi terdengar suara tembang gamelan, namun Adipati masih merasa diusik dengan suara gamelan. Hal ini membuat warga semakin bingung. Adipati menginginkan kesunyian dan jauh dari suara gamelan yang dianggap sebagai kehancuran dalam hidupnya. Energi psikis yang ada dalam diri Adipati Anom mendorong seluruh system kepribadiannya untuk mengambil alih. Bentuk penyaluran dan penggunaan energi psikis dari Adipati Anom dalam cerpen ini dapat diperhatikan dari kutipan berikut. Angin bertiup kencang menerobos jendela, ketika tembang palaran yang sangat ia benci itu kembali didengarkannya. Dia memperketat sumpalan kapas di telinganya. Tapi kapas itu sia-sia menahan laju palaran. Seluruh pori-porinya tertembus gamelan dan tembang ST, 2000; 17. Kutipan tersebut merupakan reaksi ego dalam mengendalikan energi psikis Adipati Anom dalam melawan kecemasan yang dialaminya. Namun ketika energi psikis lebih didominasi oleh id, maka ego dan superego akan kekurangan energi yang menyebabkan kepribadian Adipati Anom tidak seimbang yang menimbulkan tekanan untuk bunuh diri. …Adipati Anom terus mengayun-ayunkan kerisnya. Satu dua orang tertikam lambungnya. Tapi mereka tidak surut. Mereka terus merangsek. Di pojok ruangan itu, Adipati Anom terdesak tak berdaya. Ia merasa menghirup bau kematian. Sontak, orang-orang itu merampas keris dan menghujamkan ke dada Adipati. Adipati Anom tumbang. Meninggalkan jeritan panjang. Tubuhnya bersimbah darah. Sebilah keris tertancap di dada. Universitas Sumatera Utara 59 Nyai Adipati mendadak terbangun. Ia menjerit sangat keras. Para penjaga kadipaten berlari ke sumber suara. “Kangmas Adipati bunuh diri” pekik Nyi Adipati. Cemas. ST, 2000; 18

5.2.3 Sepasang Mata yang Hilang