Anoman Ringsek a. Status Sosial

46 ketika tampil berpidato dengan ratusan bahkan jutaan massa. Massa kadernya mengelu-elukan sambil mengangkat panji-panji dan bendera-bendera, begitu ia berjanji akan memperjuangkan kesejahteraan hidup mereka ST, 2000; 54. Kekuatan orasi dengan kata-kata bijak dan menguasai masyarakat menjadi senjata makan tuan bagi Gerusta. Kata-kata seolah-olah menjelma menjadi burung-burung yang selalu mengintai dan siap menyerangnya kembali. Bayangan burung-burung tersebut menimbulkan tekanan psikis sebagai bentuk kekuatan kata-kata yang sebenarnya tidak hanya disampaikan atau diucapkan, tetapi direalisasikan bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.

4.3.5 Anoman Ringsek a. Status Sosial

Masalah status sosial merupakan masalah yang riskan untuk tidak dipermasalahkan dalam suatu negara. Hal status sosial penting dibahas karena memiliki bagian yang dekat dengan kehidupan masyarakat. Status sosial dibagi dalam beberapa bagian kelas sosial yang lazimnya sudah diketahui umum yaitu, kelas sosial tinggi, menengah, dan ke bawah. Dalam rangkaian cerita Anoman Ringsek, status sosial yang dominan adalah kelas sosial rendah. Kehidupan masyarakat digambarkan dengan kondisi ekonomi yang rendah dengan persoalan sosial yang sedikit mengancam. Masyarakat dengan status sosial yang rendah ekonominya harus lebih bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup. Situasi ekonomi yang lemah ini yang membuat sebagian masyarakat merasa lemah. Bergerak keluar dari lingkaran situasi ekonomi yang minim membuat masyarakat harus siap mental dan mengikuti prosedur pekerjaan yang lebih ketat. Dalam hal ini, tingkat pendidikan yang baik menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan kondisi ekonomi yang lebih maju. Namun dalam cerpen Anoman Ringsek ini, kondisi ekonomi yang lebih dari cukup sangat sulit untuk didapatkan. Masyarakat harus bergelut dengan permasalahan kebutuhan hidup yang terus bertambah. Universitas Sumatera Utara 47 Kondisi ekonomi Wondo yang berkekurangan membuat dia menjadi tertekan secara psikis. Wondo ingin mencari pekerjaan lain yang dirasanya dapat menghasilkan uang yang lebih banyak. Keinginan tersebut sulit didapat Wondo karena merasa tidak berdaya dengan status sosial yang dimilikinya. Keinginan-keinginan Wondo tersebut menjadi tekanan bagi dirinya sendiri. Anoman yang menjadi perannya dalam wayang, menjadi lawan bagi dirinya sendiri. Bayang-bayang sosok Anoman dalam pertunjukkan wayang di tobong menjadi pemicu bagi Wondo bernasib tragis. Saudara-saudaranya turut prihatin terhadap kondisi yang ekonomi yang harus mereka hadapi, terlebih dengan kondisi Wondo yang kalah dengan kondisi ekonomi tersebut. Tentu saja hal ini dialami oleh banyak masyarakat, ditengah kehidupan yang sudah mulai berkembang lebih maju dengan teknologi. …Lima belas tahun memainkan kera putih yang hatinya bersih membuat Wondo jenuh dan letih. Hidupnya tak pernah berubah. “Saya pengin jadi uwong. Jadi manusia. Mosok dari dulu gini terus. Yoto saja yang Cuma penari ajaran, sudah bisa hidup enak sejak jadi main Ramayana di hotel.” … “Dia tak cuma nari. Tapi merangkap jadi makelar tari. Dia dapat persenan dari pemilik hotel. Belum lagi di masih motongi bayar teman sendiri.” “Tapi saya pengin kerja lain.” “Apa? Pegawai? Ingat izasahmu. Atau kuli tukang batu? ST, 2000; 111. Wondo tak terpengaruh impian yang ditiupkan Jaiman. Niatnya untuk keluar dari tobong terus berdetak dalam dirinya. Tapi bagai benang kusut, ia tak pernah mampu menemukan lubang jarum untuk bisa menjahit nasibnya yang koyak moyak. Wondo terus jadi Anoman, meskipun jiwanya sumpek dan nasibnya ringsek ST, 2000; 112. Hal tersebut menjadi permasalahan utama dalam kehidupan di tobong. Masyarakat harus lebih sabar dan bekerja keras untuk mendapatkan sesuap nasi. Perjuangan kehidupan yang dialami Wondo menjadi kesedihan yang banyak dialami oleh orang lain dalam status sosial yang sama. Universitas Sumatera Utara 48

BAB V DINAMIKA KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA

5.1 Naluri atau Insting