34
dari Adipati Sepuh yang dianggapnya tidak bisa memimpin kadipaten dengan baik. Latar yang dimaksudkan dapat dilihat dari kutipan berikut.
…ketika ia dengan gagah berani mengalunkan tembang palaran untuk menantang Adipati Sepuh yang dinilainya tak becus memimpin Kadipaten Padas Lintang ST,
2000; 15.
Cerita ini tidak begitu menonjolkan latar fisiknya. Rangkaian cerita dipusatkan pada kondisi dan situasi di kawasan Kadipaten Padas Lintang. Namun ada juga beberapa tempat seperti di
kamar dan istana, tempat Aipati mengurung diri dari suara gamelan yang membuatnya merasa terancam dan ketakutan.
Dan angin yang bertiup dari bukit-bukit yang jauh mengirimkan suara itu ke peraduan Adipati Anom.
…wajahnya pucat pasi melihat Adipati Anom terguling-guling di ranjang sambil terus menjerit ST, 2000; 11.
4.2.1.3 Sepasang Mata yang Hilang
Korban keanehan mata Kamil yang pertama adalah Pak Karso seorang juragan tembakau. Kamil mengatakan bahwa Pak Karso adalah seorang raksasa yang kejam.
Perkataan itu disampaikan di rumahnya sendiri yang berlangsung di serambi rumah Kamil, ketika Pak Karso dan ayahnya sedang berbincang-bincang.
…ketika Pak Karso, juragan tembakau yang sukses itu, mengunjungi ayahnya. Tanpa diduga ia bertatapan dengan Pak Karso di serambi. Sontak ia melihat wajah juragan
itu berubah menjadi wajah raksasa dengan taring-taring tajam. Kamil berteriak histeris. Seluruh isi rumah kaget. Juga Pak Karso ST, 2000; 20.
Perilaku kamil yang aneh semakin membuat resah masyarakat di Desa Krowotan, yaitu desa tempat Kamil tinggal. Di desa tersebutlah keseharian dan tingkah laku Kamil yang
aneh dengan sepasang matanya, melakukan aktifitas dan meresahkan masyarakat. Di Desa Krowotan, ia banyak bertemu dengan orang-orang yang setiap harinya lalu-lalang. Kemudian
Kamil menyampaikan apa yang dilihatnya, walaupun membuat orang yang dijumpainya
Universitas Sumatera Utara
35
tersinggung. Kejadian aneh tersebut terus terjadi dan banyak korban yang merasa terhina. Desa Krowotan menjadi perbincangan oleh desa-desa lainnya.
Perilaku Kamil membikin seluruh warga Desa Krowotan heboh. Desa itu pun menjadi sorotan desa-desa lain. Pak Kurah yang sebentar lagi diganti itu tak suka dengan
kejadian ini. Ia memanggil Pak Kardi ST, 2000; 22.
4.2.1.4 Burung-burung yang Menyergap
Rangkaian cerita dalam cerpen ini tidak begitu menonjolkan latar yang dominan. Ada beberapa tempat yang dijadikan pengarang sebagai lokasi tokoh mengalami pergolakannya,
yaitu di rumah Gerusta. Gerusta adalah seorang orator ulung yang biasanya menyampaikan bentuk-bentuk orasi kepada masyarakat. Pada waktu itu, Gerusta sedang beristirahat di rumah
dan beberapa saat setelah membuka jendela rumahnya, ia pun diserang oleh burung-burung. Gerusta berada di dalam rumahnya sendiri dan merasa sangat terancam. Terkadang ia juga
keluar rumah untuk memberikan perlawanan kepada burung dengan senjata pelurunya. Sergapan burung-burung yang menghampirinya merupakan
suatu halusinasi akan kehidupannya sehari-hari. Ia tidak dapat menghadapi gejolak hidup yang dialaminya, yang
pada dasarnya antara imajinasi dan kenyataan terkadang tidak semua orang dapat memahaminya.
Begitu jendela dibuka, burung-burung, yang jumlahnya mungkin puluhan, mungkin ratusan, menyergap wajah Gerusta ST, 2000; 51.
Ia mengutuk burung-burung yang yang tak manusiawi itu. Amarahnya yang menggumpal menjelma tenaga yang mendorong ia bangkit dan keluar rumah. Ia
muntahkan peluru itu di pepohonan, atap rumah dan semak-semak. Tapi hanya ranting yang patah atau daun-daun yang jatuh berserakan di halaman rumahnya ST,
2000; 52.
Akibat serangan burung-burung yang menghantui hidupnya pada hari itu, Gerusta sangat merasa tertekan. Ia mengalami kecemasan dan takut dengan bayangan burung-burung
yang terus ada mengintainya dan merusak wajahnya. Kemudian Gretta yang pada waktu itu dating ke rumahnya, meyainkan bahwa wajahnya tidak rusak sama sekali dan tidak ada
Universitas Sumatera Utara
36
burung di sekitar rumahnya. Namun tekanan dan kecemasan yang masih dirasakan Gerusta membuat dia lemas dan mendadak jatuh pingsan. Ia pun di bawah ke rumah sakit.
“Dokter, tolong tutup semua pintu dan jendela.” “Bapak tidak usah khawatir. Rumah sakit ini aman.”
“Dokter, tolong suruh ajudan saya untuk mengirim senapan.” “Senapan? Untuk apa? Apa Bapak mau…”
“Senapan, Dokter” “Ya…ya…” Dokter Shoaraz meninggalkan ruangan ST, 2000; 57.
Sampai pada akhirnya, Gerusta meninggal di rumah sakit akibat tekanan yang dialaminya. Dia mendadak merasa bahwa burung-burung keluar dari mulutnya dan segera menembakkan
ujung senapannya ke mulutnya sendiri.
4.2.1.5 Anoman Ringsek