Gambar 32. Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pengungkit berdasarkan analisis kebutuhan stakeholders.
Berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan stakeholders diperoleh 5 faktor kunci yang menjadi penentu pengelolaan perkebunan kelapa sawit pada lahan
gambut. Hasil analisis prospektif menunjukkan bahwa faktor-faktor kunci yang perlu diperhatikan Gambar 32 di masa yang akan datang adalah : 1 kerjasama
antar stakeholders perkebunan sawit; 2 industri pengolahan; 3 struktur dan akses permodalan; 4 ketersediaan lahan; 5 pengadaan dan penyaluran sarana
produksi.
5.8. Faktor Kunci Keberlanjutan Pengelolaan Lahan Gambut
Skenario dari strategi pengelolaan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut diperoleh berdasarkan faktor kunci keberlanjutan hasil analisis dengan
Rap-Insus-Landmag yang menggambar kondisi saat ini eksisting dan analisis kebutuhan stakeholders yang menggambarkan kondisi yang diharapkan pada
masa yang akan datang. Faktor-faktor kunci tersebut diperoleh berdasarkan integrasi penggabungan antara analisis keberlanjutan dan analisis kebutuhan
stakeholders .
Hasil analisi gabungan berdasarkan tingkat kepentingan antara analisis keberlanjutan dan analisis kebutuhan diperoleh 13 faktor kunci yang mempunyai
pengaruh tinggi terhadap kerja sistem yaitu 8 faktor kunci dari analisis keberlanjutan dan 5 faktor kunci hasil analisis kebutuhan stakeholders. Faktor
Kerjasama antar steakholder perkebunan sawit
Struktur dan akses permodalan Konservasi tanah dan air
Pengadaan dan penyaluran saprodi Industri Pengolahan
Organisasi dan manajemen usaha tani
Kuantitas dan kualitas SDM. Ketersediaan lahan
Pengendalian hama Pengelolaan sesuai peraturan
Penilaian RSPOISPO
- 0.20
0.40 0.60
0.80 1.00
1.20 1.40
1.60 1.80
2.00 2.20
- 0.20
0.40 0.60
0.80 1.00
1.20 1.40
1.60
P e
n g
a ru
h
Ketergantungan Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
I III
II IV
atau atribut dari kedua hasil analisis yang mempunyai kesamaan digabung, sehingga diperoleh 13 faktor kunci. Selanjutnya dilakukan analisis prospektif
untuk memperoleh atau menentukan faktor yang paling dominan, seperti dipaparkan pada Tabel 31.
Tabel 31. Gabungan faktor-faktor kunci yang mempunyai pengaruh dominan. No.
Faktor Kunci Analisis Keberlanjutan
Analisis Kebutuhan Stakeholders 1.
Pengaturan tata air dan lahan 2.
Penggunaan amelioranpemupukan
3. Kebakaran lahan
4. Manajemen produksi tanaman
sawit 5.
Pemasaran TBS Sawit 6.
Kredit usaha tani 7.
Pemberdayaan Masyarakat 8.
Peluang Kemitraan 9.
Kerjasama antar stakeholders 10.
Industri pengolahan 11.
Struktur dan akses permodalan 12.
Konservasi tanah dan air 13.
Pengadaan dan penyaluran saprodi Hasil analisis gabungan diperoleh 6 faktor dominan atau utama Gambar
33 yaitu : 1 pengaturan tata lahan dan air; 2 pemberdayaan masyarakat; 3 kerjasama antar stakeholders; 4 produktivitas tanaman; 5 industri pengolahan;
6 struktur dan akses permodalan.
Gambar 33. Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pengungkit berdasarkan analisis gabungan MDS dan kebutuhan stakeholders.
Pengaturan tata air Kerjasama antar steakholder
Pemberdayaan masyarakat Produktifitas lahan
Industri Pengolahan
Kredit usaha tani Peluang Kem itraan
Kebakaran lahan Penggunaan amelioranpemupukan
Struktur dan akses permodalan Ketersediaan lahan
Pemasaran TBS Sawit
- 0.20
0.40 0.60
0.80 1.00
1.20 1.40
1.60 1.80
2.00 2.20
- 0.20
0.40 0.60
0.80 1.00
1.20 1.40
1.60
P en
ga ru
h
Ketergantungan Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengar uh pada Sistem yang Dikaji
I III
II IV
Ditemukan 6 faktor dominan yang mempengaruhi pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdayaa lokal pada perkebunan kelapa sawit. Model
pengelolaan lahan gambut G pada perkebunan kelapa sawit merupakan interaksi antara pengaturan tata air dan lahan a, pemberdayaan masyarakat p, kerjasama
antar stakeholders s, manajemen produksi tanaman sawit t, industri pengolahan i, struktur dan akses permodalan m, yang dapat digambarkan
dalam hubungan fungsi sebagai berikut : G = f a, p, s, t, i, m
Untuk mewujudkan fungsi tersebut dilakukan dengan cara memperbaiki dan meningkatkan pengelolaan lahan gambut pada perkebunan kelapa sawit.
Perbaikan dan peningkatan pengelolaan dari masing-masing faktor dominan dilakukan dengan strategi sebagai berikut :
a Pengaturan tata air dan lahan
Pengaturan tata air water table merupakan faktor kunci dalam pengelolaan lahan gambut di perkebunan kelapa sawit. Produktivitas perkebunan
kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh kondisi muka air tanah. Kondisi ideal muka air tanah pada lahan gambut harus dipertahankan pada kisaran 30 – 80 cm. Muka
air tanah yang terlalu dangkal 30 cm atau 80 cm akan menyebabkan pertumbuhan kelapa sawit akan terganggu. Muka air tanah yang terlalu dalam
menyebabkan terjadinya laju subsidensi yang semakin cepat dan kejadian kering tidak balik irreversible drying serta potensi kebakaran lahan gambut semakin
besar. Bila hal ini terjadi lahan gambut akan mengalami degradasi kerusakan dan produktivitas perkebunan akan semakin menurun.
Tata lahan dilakukan dengan memperhatikan karakteristik biofisik lahan gambut sesuai dengan lokasi. Pengaturan tata lahan dilakukan berdasarkan
kedalaman gambut, lapisan sub stratum bukan pasir kuarsa, tingkat dekomposisi, bukan daerah kubah gambut peatdome. Selain itu juga memperhatikan
pengetahuan dan keterampilan masyarakat lokal local wisdom dan lahan gambut dengan nilai konservasi tinggi.
Untuk mengurangi risiko dan dampak lingkungan, pemanfaatan lahan gambut harus dilakukan secara sangat hati-hati dan selektif dengan
memperhatikan beberapa persyaratan sebagai berikut: 1 tidak berada dekat kubah gambut dan hulu sungai; 2 sistem drainase dilakukan secara tepat dan
hati-hati, sesuai dengan dinamika permukaan air tanah; 3 memperhatikan rambu-rambu dampak lingkungan. Faktor utama keberhasilan pengembangan
pertanian berkelanjutan pada lahan gambut adalah pengaturan tata lahan dan air soil and water management yang sesuai dengan karakteristik air di daerah
tersebut, baik tata air makro maupun tata air mikro, karena sangat mempengaruhi laju subsiden, kering tak balik dan kebakaran lahan. Sedangkan Ritzema et al.
1998 menyatakan bahwa desain pengelolaan lahan gambut dilakukan dengan mengkombinasikan pengaturan drainase dengan aspek konservasi.
Saluran drainase sebaiknya tidak terlalu dalam dan lebar, tetapi disesuaikan dengan kondisi dan dinamika air atau tipe luapan agar tidak terjadi
drainase yang berlebihan. Pada tipe luapan A dan B, saluran tersier bisa dibuat lebih lebar dan dalam dengan pemasangan pintu ayun otomatis flatgate, baik di
bagian inlet maupun outlet. Pada lahan dengan tipe luapan C atau D harus digunakan pintu tabat yang dapat mengatur secara otomatis ketinggian air di lahan
sesuai kebutuhan. Desain blok kebun dan saluran drainase harus mempertahankan
permukaan air sekitar 60 cm dari permukaan tanah. Berdasarkan ukuran saluran dibedakan antara lain : 1 saluran primer, dengan ukuran bagian atas 4,8 meter,
bawah 2,4 meter dan kedalaman 1,8 meter, 2 saluran sekunder dengan ukuran bagian atas 2,4 meter, bawah 1,8 meter dan kedalaman 1,2 meter, 3 saluran
tersier dengan ukuran bagian atas 1,2 meter, bawah 0,9 meter dan kedalaman 0,6 meter Sunarko, 2009.
Pengelolaan air di tingkat lahan usaha tani dengan pengatutan tata air mikro TAM merupakan faktor kunci dalam menentukan keberhasilan
pengembangan lahan rawa gambut. Tujuannya mencakup pelayanan pemenuhan kebutuhan air tanaman maupun drainase dan kebutuhan pencucian tanah.
Termasuk pula diantaranya adalah untuk memacu proses pematangan tanah, perbaikan atau pelindian leaching terhadap asam dan bahan-bahan beracun serta
untuk pengembangan lahan dalam jangka panjang.
Pertumbuhan tanaman yang kurang berhasil sering diakibatkan oleh pengaruh yang ditimbulkan dari air yang tergenang di lahan dalam waktu yang
lama akibat kurang memadainya sarana untuk proses pelindian maupun tidak adanya penyegaran air secara periodik. Bagi tanah yang kaya akan kandungan
bahan organik kondisi yang demikian itu akan mengarah kepada kondisi anaerobik, keracunan tanah dan rendahnya kualitas kandungan bahan organik
sehingga kurang sesuai untuk pertumbuhan tanaman yang produktif Noor, 2011
. Pada masa yang akan datang strategi yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki faktor dominan pengaturan tata air water management dan lahan gambut di perkebunan kelapa sawit sebagai berikut : a pembuatan saluran tata
air mikro di areal perkebunan; b pembuatan saluran tata air mikro di areal perkebunan dan pembuatan pintu air; c pembuatan saluran tata air mikro di areal
perkebunan dan pembuatan pintu air dengan mempertahankan kedalaman muka air tanah 50 -80 cm.
b Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat di perkebunan kelapa sawit merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan pengelolaan lahan gambut. Karakteristik
lahan gambut yang mudah mengalami degradasi dan tingkat kesuburan lahan rendah menjadi faktor pembatas bagi keberhasilan pembangunan perkebunan
kelapa sawit rakyat. Faktor pembatas lainnya adalah penguasaan teknologi dan terbatasnya kemampuan pekebun dalam pengolahan lahan. Untuk itu diperlukan
strategi pemberdayaan pekebun kelapa sawit untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Pemberdayaan masyarakat merupakan prasyarat yang harus dilakukan agar pembangunan bidang ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik. Pembangunan
dengan strategi pemberdayaan merupakan alternatif pendekatan pembangunan yang tidak hanya diarahkan untuk mencapai pertumbuhan semata. Selain itu juga
dapat mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dengan azas kerakyatan Kartasasmita, 1996; Hikmat, 2004 diacu dalam Jatmika, 2007.
Pemberdayaan ekonomi rakyat harus menjadi perhatian utama dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan sebagian besar masyarakat
masih mengandalkan sektor pertanian perkebunan dan sektor ini juga
memberikan kontribusi yang besar pada perekonomian negara. Pemberdayaan ekonomi rakyat berarti membangun ekonomi pertanian dengan lebih baik.
Pemberdayaan dapat dilakukan melalui kegiatan kemitraan antara perkebunan besar negaraswasta yang mempunyai kemampuan pengelolaan
perkebunan yang baik. Strategi yang mengkombinasikan mengikutsertakan pekebun dan mendorong pengembangan kemitraan merupakan prioritas untuk
mewujudkan pemberdayaan masyarakat. Mekanisme pemberdayaan dapat dilakukan dengan cara pelatihan dan pendampingan masyarakat pekebun.
Pelatihan untuk pekebun dalam rangka pengembangan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut dapat dilakukan dengan beberapa tahapan antara lain :
1 pelatihan pekebun dalam rangka untuk penumbuhan kebersamaan; 2 pelatihan pekebun dalam rangka untuk penguatan kelembagaan; 3 pelatihan
pekebun dalam rangka untuk pengembangan kelembagaan dan usaha. Sasaran pelatihan yang dilakukan dapat seluruh pekebun, anggota kelompok tani,
pengurus kelompok tani atau gabungan kelompok tani Jatmika, 2007. Pada masa yang akan datang strategi yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki faktor dominan pemberdayaan perkebunan rakyat pada lahan gambut sebagai berikut : a membentuk kelembagaan kelompok tani; b
membentuk kelembagaan kelompok tani dan wadah koperasi; c membentuk kelembagaan kelompok tani dan wadah koperasi dengan membangun kemitraan
dengan investor.
c Kerjasama antar stakeholders
Keberhasilan pengelolaan perkebunan kelapa sawit sangat ditentukan oleh kerjasama antar stakeholders, hal ini disebabkan oleh karakteristik perkebunan
yang bersifat lintas sektoral. Pola pengelolaan lahan akan mempengaruhi kerjasama antar stakeholders tersebut. Pengelolaan perkebunan kelapa sawit dapat
dikelompokkan dalam 3 aspek antara lain : 1 aspek kelembagaan; 2 aspek produksi; 3 aspek pengolahan hasil panen. Pola pengembangan yang dilakukan
dapat dikelompokkan dalam 2 bentuk yakni berbentuk kerjasama dan swadaya. Kelembagaan menyangkut aspek hubungan kerja, sumber dana, sistem
pembayaran, alokasi lahan dan keagrarian, keorganisasian. Lembaga primer yang terlibat yaitu perusahaan dan pekebun yang dapat berupa individu, kelompok atau
koperasi. Pihak terkait yang berkepentingan dengan pengelolaan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut di Kabupaten Bengkalis-Meranti antara lain :
Dinas Perkebunan, Bapan Pertanahan Nasional, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Perbankan, Perusahaan Besar SwastaNegara
investor, Badan Litbang, Perguruan Tinggi, Lembaga Adat, Lembaga Swadaya Masyarakat, Koperasi Sawit dan KelompokGabungan Kelompok Gapoktan
pekebun sawit. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan produksi dan pemberdayaan
masyarakat dapat dilakukan dengan pemberian kredit skim Kredit Koperasi Primer untuk Anggota KKPA. Kredit ini difokuskan untuk membiayai kegiatan
yang produktif dari anggota koperasi primer dalam rangka menunjang peningkatan usaha dan pendapatan pekebun. Selain itu, juga dikembangkan pada
perkebunan rakyat, dimana aspek kelembagaan, produksi dan pengolahan hasil dilakukan oleh masyarakat berdasarkan kemampuan sumberdaya yang dimiliki
oleh pekebun dan didukung oleh pemerintah. Program pembangunan perkebunan kelapa sawit selama ini hanya terbatas
untuk perkebunan rakyat plasma dan perkebunan perusahaan inti. Kepemilikan pekebun hanya sebatas lahan yang telah ditentukan dalam program plasma,
sementara pabrik pengolah tandan buah segar TBS hanya dimiliki oleh perusahaan inti. Pengembangan kemitraan kegiatan pembangunan perkebunan
kelapa sawit dapat dilakukan dengan model dimana pekebun memiliki kebun kelapa sawit dan pemilikan saham pada pabrik kelapa sawit PKS. Pekebun
membeli paket melalui koperasi yang terdiri dari kebun kelapa sawit dan saham PKS Syahza, 2010.
Pada masa yang akan datang strategi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor dominan kerjasama antar stakeholders di perkebunan kelapa
sawit pada lahan gambut sebagai berikut : a pengelolaan perkebunan sawit rakyat dilakukan dengan kerjasama antara pekebun poktan dengan pemerintah;
b pengelolaan perkebunan sawit rakyat dilakukan kerjasama antara pekebun poktan, pemerintah dan investor; c pengelolaan perkebunan sawit rakyat
dilakukan kerjasama antara pekebun poktan, pemerintah, investor dan bank.
d Manajemen produktsi tanaman kelapa sawit
Produktivitas perkebunan kelapa sawit perkebunan rakyat lebih rendah 12-16 ton TBS ha
-1
th
-1
dibandingkan dengan pola perkebunan inti rakyat PIR atau perkebunan besar negaraswasta 18-24 ton TBS ha
-1
th
-1
. Kondisi ini disebabkan oleh pengelolaan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut yang
dilakukan masyarakat belum menerapkan teknologi pengelolaan lahan yang tepat seperti pengaturan tata air, pemupukan, pemeliharaan dan pemanenan. Sunarko
2009 menyatakan bahwa potensi produksi tanaman sawit ditentukan oleh jenis tanaman kelapa sawit dan faktor pemeliharaan.
Produktivitas dipengaruhi oleh umur tanaman kelapa sawit, dimana tanaman 15 tahun memiliki tandan yang lebih berat dibandingkan dengan
tanaman yang lebih muda. Tingkat kesuburan lahan, curah hujan dan gangguan hama dan penyakit juga mempengaruhi produktivitas. Pengusahaan perkebunan
kelapa sawit pada lahan gambut dihadapkan pada karakteristik gambut yang secara fisik mempunyai kandungan air tinggi 50, kapasitas serat dan
porositas lahan gambut tinggi 20 kali berat kering dengan drainase buruk. Karakteristik kimia ditandai oleh kandungan hara P, K, Cu, B dan Zn rendah serta
pH rendah 3,5 dengan CN tinggi. Dengan demikian diperlukan pengelolaan lahan gambut yang baik untuk mengatasi berbagai faktor pembatas tersebut.
Sehingga produktivitas perkebunan kelapa sawit yang dihasilkan menjadi tinggi. Manajemen produksi menjadi faktor kunci peningkatan produktivitas
perkebunan kelapa sawit. Hal ini dilakukan dengan melakukan pembuatan drainase dan tata lahan yang baik, penanaman, pemeliharaan dan panen sesuai
dengan teknologi yang diperlukan untuk peningkatan produktivitas perkebunan sawit.
Pada masa yang akan datang strategi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor dominan produktivitas di perkebunan kelapa sawit pada lahan
gambut sebagai berikut : a manajemen produksi tanaman kelapa sawit dilakukan secara minimal; b manajemen produksi tanaman kelapa sawit dilakukan secara
optimal c manajemen produksi tanaman kelapa sawit dilakukan secara optimal.
e Industri pengolahan
Keberadaan industri pengolahan sangat penting dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Karakteristik buah sawit yang mudah
mengalami kerusakan membutuhkan teknologi penanganan yang baik. Kualitas Tandan Buah Segar TBS sawit akan semakin menurun bila tidak dilakukan
pengolahan setelah panen dilakukan. Kadar rendemen dan kualitas minyak sawit yang dihasilkan akan semakin menurun, sehingga harus diupayakan untuk
melakukan proses pengolahan menjadi Crude Palm Oil CPO. Counter et al. 1997 diacu dalam Jatmika 2007 menyebutkan bahwa mutu TBS dipengaruhi
oleh tingkat kematangan dan kebersihan. Kedua aspek sangat mempengaruhi perolehan minyak sawit yang dapat diekstraksi yang pada akhirnya
mempengaruhi tingkat pendapatan. Terdapat perbedaan kepentingan antara pekebun yang menghasilkan TBS
dengan pihak Pabrik Kelapa Sawit PKS yang akan mengolah TBS menjadi CPO dan inti sawit carnel. Harga TBS merupakan faktor utama yang menjadi
perbedaan, dimana pekebun menghendaki harga yang tinggi dari TBS yang dihasilkan. Sedangkan pihak PKS menginginkan harga TBS yang murah untuk
memperoleh keuntungan yang maksimal. Keberadaan PKS disekitar perkebunan kelapa sawit akan mempengaruhi
harga TBS. Jaminan ketersediaan bahan baku secara kualitas, kuantitas maupun kontinuitas merupakan suatu keharusan untuk mencapai suatu agroindustri kelapa
sawit. Keterkaitan antara sumber penghasil bahan baku dan agroindustri kelapa sawit harus diintegrasikan ke dalam suatu kepemilikan. Konsep kemitraan ini
menekankan kepada azas kepemilikan bersama oleh pekebun baik usahatani maupun pabrik pengolahan, dimana pengelolaannya dilakukan oleh koperasi
pekebun dan investor yang difasilitasi oleh pemerintah. Pengembangan sektor pertanian perkebunan harus diarahkan dalam
rangka menerapkan konsep agribisnis. Pembangunan perkebunan kelapa sawit hendaknya diikuti oleh pembangunan industri pengolahan. Kondisi ini akan
menciptakan keterkaitan kebelakang backward linkage dengan sektor perkebunan atau sektor primer sedangkan keterkaitan kedepan forward lingkage
harus memperhatikan pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah dan
pemasaran yang baik sehingga produk yang dihasilkan mempunyai nilai tambah yang besar.
Pengembangan pola agroindustri kelapa sawit secara finansial layak untuk diusahakan. Integrasi struktural pabrik dan kebun kelapa sawit rakyat dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat Hasbi, 2001. Integrasi struktur pabrik dan pekebun dalam usaha perkebunan kelapa sawit rakyat melalui kemitraan usaha
pola agroindustri kelapa sawit skala kecil. Hal ini dilakukan dengan membangun koperasi pekebun yang anggotanya secara kolektif mempunyai luas kebun 800 ha
dengan pendirian PKS skala 5 ton TBS jam
-1
. Pada masa yang akan datang strategi yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki faktor dominan industri pengolahan kelapa sawit PKS pada perkebunan di lahan gambut sebagai berikut : a PKS tersedia disekitar
perkebunan dengan akses yang terbatas melalui pedagang pengumpul; b PKS tersedia disekitar perkebunan dengan akses langsung melalui KUD; c PKS
dengan kepemilikan bersama melalui pola kemitraan KUD, investor, bank dan pemerintah.
f Struktur dan akses permodalan
Pola perkebunan rakyat mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, hal ini tidak terlepas dari keunggulan tanaman kelapa sawit sebagai tanaman industri.
Dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat ditemukan beberapa kendala, terutama dalam pengembangan sistem perkebunan berbasis agribisnis
dan agroindustri. Syahza 2010 menyebutkan beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan perkebunan khususnya perkebunan rakyat adalah lemahnya
struktur permodalan dan akses terhadap sumber permodalan. Fakor lain dapat disebabkan oleh ketersediaan lahan, tingkat kesuburan tanah, pengadaan dan
penyaluran sarana produksi, terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi, lemahnya organisasi dan manajemen usaha tani dan kurangnya
kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia untuk sektor agribisnis. Lemahnya akses permodalan pada pekebun pola perkebunan rakyat
kepada lembaga keuangan bank disebabkan oleh belum tersedianya kelembagaan pekebun. Walaupun tersedia kelembagaan pekebun kelapa sawit
umumnya masih sangat lemah. Institusi kelompok tani dan gabungan kelompok
tani gapoktan serta koperasi yang diharapkan menjadi fasilitator belum berfungsi sebagaimana mestinya.
Kepemilikan PKS oleh investor dan pekebun dimungkinkan dengan adanya pembiayaan yang bersumber dari dana pembiayaan usaha yang dapat
terjangkau dan murah melalui adanya mekanisme subsidi bunga oleh pemerintah daerah APBD atau pemerintah pusat APBN. Hal ini didukung oleh ketersedian
lembaga keuangan pada skala mikro koperasi kerjasama investor, pekebun, bank dan pemerintah
Pada masa yang akan datang strategi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor dominan struktur dan akses permodalan pada perkebunan
kelapa sawit di lahan gambut sebagai berikut : a pembiayaan melalui KUD yang difasilitasi pemerintah; b pembiayaan melalui KUD yang difasilitasi pemerintah
dan perbankan; c pembiayaan melalui KUD yang difasilitasi pemerintah, perbankan dan investor.
5.9. Skenario Model Pengelolaan Lahan Gambut.