Tujuan pemberdayaan harus ditempatkan pada situasi yang lebih kompleks dengan  penetapan  pencapaian  tujuan  jangka  panjang  vision.    Visi  yang  jelas
berpotensi untuk menjadi pemandu kegiatan kerjasama diantara masyarakat untuk menetapkan  tujuan-tujuan  jangka  pendek  pemberdayaan,  sehingga  proses
pemberdayaan menjadi lebih terarah,  efektif dan efisien Sumardjo, 2010. Untuk  mengatasi  hal  tersebut,  maka  akses  masyarakat  terhadap
sumberdaya  lahan  harus  diperluas  dan  teknologi  budidaya  kelapa  sawit  harus ditingkatkan. Peningkatan akses dapat dilakukan  melalui transfer teknologi  antar
masyarakat  yang  telah  menguasai  terlebih  dahulu  kepada  masyarakat  yang  baru mengenal  budidaya  perkebunan  kelapa  sawit.  Penyuluhan  diharapkan  menjadi
faktor  yang  dapat  mempercepat    dan  meningkatkan  akses  masyarakat  akan teknologi  kelapa  sawit.  Faktor  pengungkit  yang  sangat  penting  bagi  terciptanya
kondisi  sosial  masyarakat  pada  perkebunan  kelapa  sawit  dilakukan  melalui pemberdayaan masyarakat.
Prinsip  penting  dalam  pemberdayaan  adalah  menghargai  nilai-nilai  lokal yang  terdapat  dalam  masyarakat.  Prinsip  ini  berpusat  pada  gagasan  untuk
menghargai  pengetahuan  lokal,  nilai-nilai,  keyakinan,  ketrampilan,  proses  dan sumber  daya  suatu  masyarakat.    Dengan  demikian  lebih  mudah  meyakinkan
masyarakat  dan  mengembangkan  partisipasi  masyarakat  dalam  proses pemberdayaan.
5.6.4. Keberlanjutan Dimensi Infrastruktur dan Teknologi
Analisis  keberlanjutan  dimensi  infrastruktur  dan  teknologi    dilakukan dengan  menggunakan  8  atribut  yang  diperkirakan  berpengaruh  terhadap
keberlanjutan  dimensi  ekonomi  antara  lain  :  1  penguasaan  teknologi  budidaya sawit;  2  sistem  informasi  perkebunan;  3  industri  pengolahan  sawit;  4
penggunaan  alat  dan  mesin  budidaya;  5  standarisasi  mutu  produk  sawit;  6 dukungan  sarana  dan  prasarana;  7  ketersediaan  basis  data  perkebunan;  8
teknologi lokal. Hasil analisis MDS  dimensi infrastruktur dan teknologi  diketahui bahwa
indeks keberlanjutan perkebunan kelapa sawit pada  lahan gambut pantai sebesar 51,15 dan gambut transisi sebesar 49,64  Gambar 17 dan18.
a b
Gambar  25.  Indeks  Keberlanjutan  a  dan  peran  atribut  yang  sensitif mempengaruhi  keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi
b pada lahan gambut pantai. Hasil  analisis  leverage  terhadap  atribut  yang  sensitif  atau  memberikan
pengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut pantai  Gambar 25 menunjukkan  bahwa  pada dimensi  infrastruktur dan
teknologi    yang  menjadi  faktor  pengungkit  utama  adalah  :  1  dukungan  sarana dan prasarana; 2 standarisasi mutu produk sawit; 3 industri pengolahan sawit.
Sedangkan  hasil  analisis  leverage  pada  lahan  gambut  transisi  Gambar  26 mempunyai faktor pengungkit yang sama.
Pengembangan  sarana  dan  prasarana  merupakan  aspek  penting  yang langsung  berkaitan  dengan  kualitas  dan    produksi  perkebunan  kelapa  sawit.
Ketersedian  sarana  berupa  peralatan  produksi  akan  mempengaruhi  produktivitas dan kualitas TBS  yang dihasilkan. Tersedianya infrastruktur jalan  yang memadai
akan meningkatkan aksesibilitas dalam proses pemanenan dan pemasaran. Panen merupakan  salah  satu  faktor  penting  yang  menentukan  kualitas  dan  kuantitas
produksi  Sunarko,  2009.  Hal  ini  akan  meningkatkan  mutu  pruduk  sawit  yang dihasilkan.  Kendala  infrastruktur  mempengaruhi  kualitas  dan  harga  TBS  yang
dihasilkan  oleh  pekebun.  Dengan  demikian  kondisi  ini  dapat  menyebabkan menurunnya kualitas TBS dan tidak memenuhi standar pengolahan PKS.
Industri  pengolahan  kelapa  sawit  mempunyai  peran  penting  dalam menjaga stabilitas  harga TBS  yang dihasilkan pekebun. Karakteristik buah sawit
yang  mudah  mengalami  kerusakan  dan  terjadinya  penurunan  kualitas  yang
RAPLAND O rdination
51.15
DOWN UP
BAD GOOD
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
Fisheries Sustainability O
th e
r D
is ti
n g
is h
in g
F e
a tu
r es
Real Fisheries References
Anchors
Leverage of Attributes
1.93 1.05
5.18 1.59
5.86 5.06
0.57 0.10
1 2
3 4
5 6
7 Penguasaan teknologi
Sistem informasi Industri pengolahan
sawit Penggunaan alat dan
mesin Standarisasi mutu
Dukungan sarana dan prasarana
Ketersediaan basis data perkebunan
Teknologi lokal
A tt
ri b
u te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
signifikan mengharuskan tersedianya industri pengolahan  yang berada tidak jauh dari perkebunan.
a                                                             b Gambar  26.  Indeks  Keberlanjutan  a  dan  peran  atribut  yang  sensitif
mempengaruhi  keberlanjutan  dimensi  infrastruktur  dan  teknologi b pada lahan gambut transisi.
Pola hubungan kemitraan yang belum tersedia antara pekebun dan industri menyebabkan disparitas  harga di tingkat pekebun cukup besar. Hasil wawancara
dengan  pekebun  di tingkat  pedagang  pengumpul rata-rata  sebesar  Rp.1.150  kg
-1
, sedangkan pada tingkat industri pabrik mencapai rata-rata Rp.1.450 kg
-1
. Hasbi 2001  menyebutkan  bahwa  pekebun  tidak  mempunyai  posisi  tawar,  sehingga
harga  sangat  ditentukan  oleh  pabrik  pengolahan.  Untuk  itu  diperlukan  strategi pengembangan  agroindustri  kelapa  sawit
agar  mampu  meningkatkan kesejahteraan pekebun dan pertumbuhan ekonomi.
Strategi  pengembangan  agroindustri  sawit  dapat  dilakukan  dengan mengarahkan pada : 1 peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat pekebun
sawit;  2  peningkatan  efisiensi  pemanfaatan  sumberdaya;  3  pemberdayaan setiap  komponen  yang  terlibat  dalam  pengembangan  agroindustri;  4
pendistribusian  aset  produktif  dan  hasil  pembangunan  secara  berkeadilan;  5 pembangunan  yang  berkelanjutan  dan  tahan  akan  pengaruh  eksternal  Nasution,
1999 diacu dalam Hasbi, 2001.
RAPLAND O rdination
49.64
DOWN UP
BAD GOOD
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
Infrastructure and Technology Pe atland Sustainability O
th er
D is
ti n
g is
h in
g F
ea tu
re s
Real Fisheries References
Anchors
5.5.5. Keberlanjutan Dimensi Hukum dan Kelembagaan