Analisis Kebijakan Penggunaan Lahan

pengolahan lainnya, tetapi masih lebih kecil dibandingkan dengan kontribusi perkebunan kelapa sawit rakyat. Namun demikian kontribusinya terhadap pendapatan rumahtangga masih lebih kecil dibandingkan dengan perkebunan kelapa sawit rakyat dan perkebunan kelapa sawit perusahaan besar. Beberapa kegiatan yang secara langsung memberikan dampak terhadap komponen ekonomi pedesaan dan budaya masyarakat sekitar antara lain : 1 kegiatan pembangunan sumberdaya masyarakat desa; 2 pembangunan sarana prasarana yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, terutama sarana jalan darat; 3 penyerapan tenaga kerja lokal; 4 penyuluhan pertanian, kesehatan dan pendidikan; 5 pembayaran kewajiban perusahaan terhadap negara pajak-pajak dan biaya kompensasi lain. Stimulus ekonomi kepada perkebunan kelapa sawit rakyat akan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan stimulus ekonomi kepada perkebunan kelapa sawit perusahaan besar. Selain itu, peningkatan investasi masing masing sebesar 10 pada perkebunan kelapa sawit rakyat, kelapa sawit perusahaan besar dan industri pengolahan sawit mempunyai dampak yang positif terhadap pendapatan sektoral pada daerah Suroso, 2008.

5.4. Analisis Kebijakan Penggunaan Lahan

Pembangunan perkebunan kelapa sawit mempunyai tantangan kompleksitas permasalahan yang semakin rumit di masa yang akan datang. Perlu dirancang suatu model pengelolaan yang mempertimbangkan semua komponen sumberdaya yang terdapat pada ekosistem tersebut, sehingga program pengembangan perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan secara berkelanjutan. Pengembangan kelapa sawit pada lahan gambut dihadapkan pada permasalahan potensi emisi CO 2 sebagai gas rumah kaca GRK Hooijer et al. 2006, degradasi lahan, hilangnya biodiversitas Noor, 2001; Riwandi, 2003 disintegrasi sosial budaya dan memarginalisasi pekebun Reijntjes et al. 1992. Pembangunan perkebunan kelapa sawit seringkali menjadi penyebab terjadinya kebakaran gambut dan konflik sosial antara masyarakat dan perusahaan. Jumlah konflik lahan cenderung mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2007 seluas 111.745 ha, meningkat menjadi 200.586 ha tahun 2008 dan tahun 2009 mencapai 345.619 ha Zazali, 2010. Kebijakan pengembangan perkebunan juga dihadapkan pada ketersediaan lahan yang terbatas. Potensi lahan gambut yang cukup besar menjadi alternatif pengembangan areal perkebunan. Luas lahan gambut di Kabupaten Bengkalis- Meranti mencapai 856.386 ha dengan luas areal perkebunan mencapai 102.858,5 ha Dinas Perkebunan Provinsi Riau, 2009. Hasil analisis kebijakan pemerintah melalui content analysis sudah memberikan beberapa batasan tentang pengembangan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut seperti yang dipaparkan pada Tabel 25. Tabel 25. Hasil content analysis kebijakan pembangunan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut. Peraturan Diskripsi Hasil UU No 18 Th 2004 tentang Perkebunan  Perkebunan mempunyai fungsi ekonomi, ekologi dan sosial budaya Pasal 4  Penetapkan luas maksimum dan luas minimum berpedoman pada : jenis tanaman ketersediaan tanah yang sesuai dengan agroklimat, modal, kapasitas pabrik, tingkat kepadatan penduduk, pola pengembangan usaha, kondisi geografis dan perkembangan teknologi Pengembangan perkebunan sawit harus sesuai dengan karakteristik biofisik, ekonomi dan sosial budaya masyarakat serta peruntukan ruang UU No 26 Th 2007 tentang Tata Ruang Pengembangan areal perkebunan didasarkan dan sesuai dengan tata ruang UU No 32 Tahun 2009 tentang Pengendalian dan pengelolaan lingkungan hidup Pengembangan areal perkebunan wajib melakukan kajian AMDAL Pengembangan perkebunan sawit harus melakukan pengelolaan dan pematauan lingkungan Kepres 321990  Ketebalan gambut ≥ 3m  Lokasi tidak berada pada kubah gambut dan hulu sungai mata air Ketentuan teknis pemanfaatan lahan gambut untuk perkebunan sawit Permentan No:14PermentanPL. 11022009  Diusahakan hanya pada lahan masyarakat dan kawasan budidaya APL  Ketebalan lapisan gambut kurang dari 3 tiga meter,  Proporsi lahan dengan ketebalan gambut kurang dari 3 tiga meter minimal 70 tujuh puluh prosen dari luas areal yang diusahakan  Substratum tanah mineral di bawah gambut bukan pasir kuarsa dan bukan tanah sulfat masam;  Tingkat kematangan gambut saprikmatang atau hemik setengah matang; dan  Tingkat kesuburan tanah gambut eutropik Kebijakan alih fungsi hutan untuk perkebunan semakin luas Undang- Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan memperbolehkan dimasukkannya perkebunan ke sektor kehutanan. Dengan dasar hukum tersebut berbagai jenis tanaman bisa dimasukkan dalam sektor kehutanan. Pembangunan perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan dengan mempertimbangkan komponen lingkungan dan beberapa kriteria seperti dipaparkan pada Tabel 26. Tabel 26. Tata guna lahan pada areal perkebunan kelapa sawit. Komponen Kriteria Keterangan Luas Skala industri perkebunan 7.000-10.000 ha Tata Ruang a Luas areal tanaman pokok ditetapkan 60 dari suatu unit areal perkebunan; b Luas areal tanaman kehidupan ditetapkan 5 dari suatu unit areal perkebunan; c Luas areal konservasi ditetapkan 30 dari suatu unit areal perkebunan; d 4 Luas areal untuk saranaprasarana ditetapkan 5 dari suatu unit areal perkebunan; Areal tanaman pokok kelapa sawit Areal tanaman kehidupan Areal konservasi Areal sarana dan prasarana Verifikasi Penetapan rencana kerja pembukaan lahan gambut dengan melakukan deliniasi kawasan gambut secara rinci antara lain : a Ketebalan Gambut b Substratum c Tingkat kematangan dan kesuburan gambut Berpedoman pada Kepres 321990 dan Permentan No: 142009 Tata lahan Ekologi : Dapat menjaga kelestarian fungsi ekosistem secara keseluruhan dengan upaya menjaga produktivitas lahan dengan pengelolaan tata lahan dan air Berpedoman pada Kepres 321990 dan Permentan No: 142009 Ekonomi : a Skala industri dapat dilakukan pemberian konsesi perkebunan seluas 6.000 - 10.000 ha. b Skala swadaya masyarakat 2 ha. c Menjalin kemitraan lokal dengan masyarakat setempat melalui Koperasi d Membangun lembaga keuangan mikro Pendirian PKS dengan kapasitas 45 ton TBSjam di dukung oleh kebun dengan luas 6.000 ha Sosial : a Penyerapan tenaga kerja lokal sebesar 80 dari total tenaga kerja yang dibutuhkan. b Pemberdayaan masyarakat melalui penyuluhan Berpedoman pada peraturan ketenagakerjaan Nilai ekonomis yang tinggi menyebabkan investasi perkebunan kelapa sawit sangat besar dan dilakukan pada berbagai tipologi lahan. Hal ini mendorong alih fungsi hutan menjadi perkebunan semakin cepat dan luas. Alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dilakukan berdasarkan ketentuan perundang- undangan yang berlaku. Landasan peraturan yang digunakan antara lain : 1 Undang-Undang No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan; 2 Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang tata ruang dan 3 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang pengendalian dan pengelolaan lingkungan hidup. Ke tiga peraturan tersebut dapat menjadi landasan bagi pemegang kebijakan pemerintah dalam melakukan penataan pada kawasan gambut. Pembangunan areal perkebunan skala besar juga memberikan dampak sosial terhadap masyarakat disekitarnya. Munculnya konflik sebagai akibat proses pembebasan lahan yang tidak mengikuti ketentuan yang berlaku. Pemberian Hak Guna Usaha HGU kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit menyebabkan terjadinya penyerobotan lahan masyarakat. Pemberian HGU mengandung kelemahan karena dengan HGU seperti menjadi milik pribadi, sehingga investor akan melakukan efisiensi sehingga semua ruang akan ditanami kelapa sawit. Berdasarkan pertimbangan aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya masyarakat pembangunan perkebunan kelapa sawit pada skala industri dapat dilakukan dengan pemberian konsesi seluas 7.000 - 10.000 ha dengan kapasitas pabrik kelapa sawit PKS 45 ton TBS jam -1 . Dengan asumsi kesesuaian lahan cocok untuk perkebunan sawit, produktivitas mencapai 25 ton ha -1 th -1 dan kapasitas PKS 45 ton TBS jam -1 , maka luasan lahan yang dikembangkan menjadi perkebunan sawit cukup 6.000 ha. Berdasarkan kondisi diatas maka pengembangan tata guna lahan perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan dengan disain “mozaik” dengan tata guna lahan pola “puzzle”. Tata guna lahan perkebunan sawit diusahakan tidak kontinu tetapi di integrasikan dengan vegetasi hutan alami. Pola puzzle dilakukan dengan mempertimbangan kawasan hutan yang mempunyai nilai konservasi tinggi seperti sempadan sungai, resapan atau mata air, hutan adat, habitat flora dan fauna endemik, mempunyai keterkaitan yang tinggi terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat disekitarnya. Berdasarkan tata guna lahan tersebut, pembangunan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut dilaksanakan dengan prinsip pembangunan pertanian yang berbasis pada optimalisasi dan kelestarian keberlanjutan sumber daya, dengan tidak mengabaikan aspek produktivitas, nilai ekonomi dan sosial. Sehingga keberlanjutan sistem produksi perkebunan kelapa sawit dan kelestarian fungsi konservasi agroekosistem kawasan rawa gambut berkelanjutan.

5.5. Analisis Sumberdaya Lokal Lahan Gambut