dengan  kadar abu, dimana  semakin tinggi  kadar C-organik akan  semakin rendah kadar abu R
2
= 0,946  pada lahan gambut di perkebunan kelapa sawit.
5.2. Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut
Secara  umum  permasalahan  pengembangan  perkebunan  kelapa  sawit  di Kabupaten  Bengkalis-Meranti  antara  lain  :  1  penguasan  teknologi  oleh
masyarakat terhadap pengembangan budidaya tanaman perkebunan kelapa sawit masih  terbatas;  2  perkebunan  yang  ada  belum  dimanfaatkan  secara  optimal
karena  kebiasaan  masyarakat,  keterbatasan  tenaga  kerja  dan  informasi  pasar,  3 produktivitas  tanaman  perkebunan  masih  dibawah  potensi;  4  produk  yang
dihasilkan  oleh  perkebunan  rakyat  pada  umumnya  bermutu  rendah;  5 kelembagaan  pekebun  belum  berfungsi  secara  efektif  karena  proses
pembentukannya bukan atas kesadaran dan kebutuhan pekebun.
Gambar  16.  Produksi  perkebunan  kelapa  sawit  pola  perkebunan  besar swastanegara  PBSPBS dan swadaya masyarakat.
Produktivitas  perkebunan  kelapa  sawit  pada  lahan  gambut  di  Kabupaten Bengkalis-Meranti  menunjukkan  produktivitas  yang  lebih  rendah  dibandingkan
dengan produktivitas rata-rata pada lahan mineral lainnya. Pola pengelolaan lahan gambut mempengaruhi produktivitas Gambar 16. Pada perkebunan kelapa sawit
rakyat  mencapai  14 – 18  ton  TBS    ha
-1
th
-1
. Sedangkan  pada    perkebunan  besar
swasta sebesar 24 – 26 ton TBS ha
-1
th
-1
.
Kondisi ini disebabkan oleh perbedaan pemberian input produksi seperti jenis dan dosis pupuk yang belum sesuai dengan
yang direkomendasikan.
5 10
15 20
25 30
35
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
P r
o d
u k
si to
n t
b s
h a
-1 th
-1
Pekebunan PBSPBN Perkebuna n Ra kyat
Permasalahan  pengembangan  perkebunan  kelapa  sawit  di  Kabupaten Bengkalis-Meranti  menunjukkan  kondisi  dengan  produktivitas  yang  rendah
Tabel 20. Tabel 20. Kondisi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Bengkalis-Meranti
Uraian Kondisi
Keterangan
Jumlah Penduduk  jiwa 738.996
- Jumlah Pekebun KK; jiwa
28.322 141.610
Pola Perkebunan Rakyat :   Pola Unit Pelayanan Pengembangan UPP
  Pola Perusahaan Inti Rakyat PIR   Pola Kemitraan KKPA Koperasi
  Pola swadayaParsial ha -
- -
102.859 -
- -
-
Luas Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat ha  Tanaman Belum Menghasilkan ha
 Tanaman Menghasilkan ha 114.672
33.681,50 69.164,00
- -
- Luas Perkebunan Kelapa Sawit Perusahaan Besar
Swasta ha :
 Tanaman Belum Menghasilkan ha  Tanaman Menghasilkan ha
44.785 10.921
33.864 -
- -
Produksi Kelapa Sawit Rakyat ton; ton TBS  ha
-1
th
-1
255.514,24 16,94
Produksi Kelapa Sawit PBS ton; ton TBS  ha
-1
th
-1
144.125,18 25,56
Pabrik Kelapa Sawit unit; kapasitas ton jam
-1
8 350
Perkebunan Besar Swasta ha 44.785
- Perkebunan Besar Negara
- -
Jumlah Perusahaan, luas ha HGU 14 43.808
61.632 Pengembangan Kawasan Perkebunan
45.608 -
Peremajaan Perkebunan ha 130
- Harga TBS  kg
-1
tingkat Pekebun Rp 1.203
- Harga TBS  kg
-1
tingkat Pedagang Rp 1.429
- Sumber  :  Hasil  analisis  dari  Disbun  Bengkalis  2009;  BPS  Bengkalis  2009;  Statistik
Perkebunan Provinsi Riau 2009
Produksi perkebunan kelapa sawit rakyat sebesar 16,94 ton TBS
ha
-1
th
-1
, sedangkan    perkebunan  besar  swasta  mencapai    25,56    ton  TBS    ha
-1
th
-1
Dinas  Perkebunan Provinsi Riau, 2009.  Keterbatasan dalam  pemenuhan  sarana produksi  menjadi  permasalahan  dalam  pengembangan  perkebunan  kelapa  sawit
rakyat. Pada perkebunan rakyat pengelolaan perkebunan dilakukan oleh pekebun secara  mandiri  dengan  kemampuan  yang  terbatas.  Teknologi  pembibitan,
penanaman,  pemeliharaan  TBM,  TM  dan  panen  dilakukan  tidak  memenuhi ketentuan  yang  tepat.  Pekebun  mengalami  kondisi  yang  makin  sulit  karena
keterbatasan  permodalan  dan  akses  pada  lembaga  keuangan.  Kondisi  ini menyebabkan  perbedaan  disparitas  harga  TBS  yang  dihasilkan  perkebunan
swadya  berbeda  Rp.803  –  1.029  kg
-1
di  tingkat  pekebun  dan  pedagang pengumpul.  Sedangkan  harga  yang  berlaku  pada  TBS  dari    perusahaan  besar
swasta mencapai Rp. 1.300 – 1.600 kg
-1
. Luas  perkebunan  kelapa  sawit  di  Kabupaten  Bengkalis-Meranti    terus
mengalami  pertambahan.  Hal  ini  disebabkan  oleh  tingginya  minat  masyarakat terhadap  pengusahaan  kelapa  sawit.  Pertambahan  luas  areal  diikuti  dengan
peningkatan produksi TBS. Kondisi  ini menyebabkan  kapasitas pengolahan TBS semakin  dibutuhkan  baik  dari  segi  jumlah  maupun  dari  segi  kapasitas  olahnya.
Begitu  juga  untuk  luas  yang  ada,  produksinya  akan  bertambah  karena  masih banyaknya TBM.
Pada  perusahaan  besar  swasta  pemberian  pupuk  dilakukan  secara  teratur sesuai  umur  tanaman  Tabel  21.  Pada  perkebunan  rakyat  pemberian  pupuk
dilakukan  secara  tidak  teratur  baik  jenis  maupun  dosis  yang  diberikan  tanpa mempertimbangkan umur tanaman.
Tabel  21.  Jenis  dan  penggunaan  pupuk  di  perkebunan  kelapa  sawit  pada  lahan gambut di Kabupaten Bengkalis-Meranti.
Pengendalian  hama  dan  penyakit  tanaman  juga  dilakukan  secara  teratur pada  perkebunan  yang  dikelola  oleh  perusahaan.  Jenis  dan  dosis  serta  frekuensi
penggunaan  pestisida  yang  sering  digunakan  pada  perkebunan  besar  swasta dipaparkan  pada  Tabel  22.  Sedangkan  pada  perkebunan  rakyat  umumnya  tidak
dilakukan, pengendalian dilakukan bila terjadi serangan hama yang sangat kuat.
Umur Tanaman th
Dosis Pemupukan kg ha
-1
th
-1
Urea TSP
MOP HGFB
Kiesriet ZnSO4  CuSO4  FeSO4
1 84
98 98
7 70
30.1 44.1
7 2
182 140
315 10.5
105 28
42 14
3 245
175 420
10.5 140
28 42
14 4 - 5
280 210
455 -
175 -
- -
5 - 16 315
245 490
- 175
- -
- 16 - 25
245 175
315 -
70 -
- -
Tabel 22.  Jenis dan dosis penggunaan pestisida di perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut di Kabupaten Bengkalis-Meranti.
No Jenis
Jenis Bahan Dosis
Frekuensi th
-1
1. Insektisida
Decis 200 cc.ha
-1
2 2.
Rodentisida Klerat
1 kg.ha
-1
2 3.
Herbisida Round Up
0,25 l.ha
-1
6 Ally
50 gr.ha
-1
4 Gramoxone
400 cc.ha
-1
4 Serangan  hama  yang  terjadi  perkebunan  perkebunan  rakyat  relatif  jarang
terjadi bila dibandingkan dengan perkebunan besar swasta. Kondisi ini disebabkan oleh pola pembukaan lahan land clearing yang dilakukan pada perkebunan besar
swasta  berlangsung  dalam  skala  luas  3.000  ha  dengan  waktu  relatif  singkat. Timbunan  bahan  organik  dari  tumpukan  kayu  menjadi  sumber  nutrisi  bagi
serangga,  sehingga  populasi  Oryctes  rhinoceros  mengalami  perkembangan  yang sangat besar. Kamarudin et al. 2005 menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara populasi Oryctes rhinoceros dengan karakteristik fisik habitat di perkebunan kelapa sawit. Populasi Oryctes rhinoceros dipengaruhi oleh beberapa
kondisi  antara  lain  :  1  populasi  rendah  bila  terdapat  tanaman  penutup  cover crop
yang  tinggi;  2  kadar  air  yang  tinggi  di  batang  akan  meningkatkan kelangsungan  hidup  dan  perkembangan  Oryctes  rhinoceros;  3  Oryctes
rhinoceros berkembang  lebih  cepat  pada  kayu  yang  memiliki  serat  halus  kadar
lignin yang rendah. Serangan  hama  Oryxtes  sp  menimbulkan  kerugian  besar,  karena
menyerang tanaman sawit pada bagaian batang.  Pada periode umur tanaman 1-3 tahun  hama Kumbang  Tanduk Oryxtes  sp sangat dominan. Serangan  hama  ini
dapat menurunkan produksi tandan buah segar TBS pada tahun pertama hingga 69 dan menimbulkan kematian pada tanaman muda hingga 25 PPKS, 2008.
5.3. Analisis Sosial Ekonomi