Analisis Keberlanjutan Lahan Gambut

IRR = i 1 – NVPi i 2 – i 1 NPV 2 – NPV 1 -1 dimana : i 1 = suku bunga ke 1 17 NPV1 = Net Present Value pada suku bunga ke 1 i 2 = suku bunga ke 2 dicoba 36 NPV 2 = Net Present Value pada suku bunga ke 2 Untuk mendapatkan nilai IRR dicobakan nilai suku bunga ke dua i 2 sebesar 36. Bila nilai IRR diperoleh lebih kecil dari pada tingkat diskonto 17 maka usaha perkebunan mengalami kerugian. Bila nilai IRR lebih tinggi dari tingkat diskonto maka usaha perkebunan menguntungkan layak. 2. Penilaian kelayakan dilihat dari prospek usaha perkebunan kelapa sawit dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum KHM dan kebutuhan hidup layak KHL tahunan pekebun. Menurut Sinukaban 2007 KHL adalah 250 KHM dan KHM = 320 x harga beras kg -1 x jumlah anggota keluarga 5 orang Sajogyo, 1977. Selanjutnya analisis luasan lahan usaha perkebunan UP minimum Lmin, agar memenuhi KHL yaitu Lmin dibagi dengan pendapatan bersih per 2 hektar kebun sawit Pb atau dengan persamaan : L mim = KHL Pb -1 Monde, 2008.

3.5.3. Analisis Keberlanjutan Lahan Gambut

Analisis keberlanjutan pengelolaan Lahan gambut pada agroekologi perkebunan kalapa sawit dilakukan dengan pendekatan Multi-Dimensional Scaling MDS yaitu pendekatan dengan “ Rap-Insus-Landmag” Rapid Appraisal–Indeks Sustainability of Land Management yang telah dimodifikasi dari program RAPFISH Rapid Assessment Technique for Fisheries yang dikembangkan oleh Fisheries Center, University of British Columbia Kavanagh dan Pitcher 2001, Fauzi dan Anna, 2002. Metode MDS merupakan teknik analisis statistik berbasis komputer dengan menggunakan perangkat lunak SPSS, yang melakukan transformasi terhadap setiap dimensi dan multidimensi keberlanjutan pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Bengkalis-Meranti Riau. Analisis keberlanjutan pengelolaan lahan gambut ini melalui beberapa tahapan antara lain : 1 penentuan atribut pengelolaan ekosistem lahan gambut secara berkelanjutan untuk masing-masing dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, hukum dan kelembagaan; 2 penilaian atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan untuk setiap faktor dan analisis ordinasi yang berbasis metode multi dimensional scaling MDS; 3 penyusunan indeks dan status keberlanjutan pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis-Meranti. Penentuan atribut pada setiap dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, hukum dan kelembagaan mengacu pada indikator dari Roundtable on Sustainablity Palm Oil RSPO, 2005; Reijntjes et al. 1992; Rao dan Rogers 2006; Spangenber 2007 dan Zylicz 2007. Untuk setiap atribut pada masing- masing dimensi diberikan skor yang mencerminkan kondisi keberlanjutan dari dimensi yang dikaji. Rentang skor ditentukan berdasarkan kriteria yang dapat ditemukan dari hasil pengamatan lapang dan data sekunder. Rentang skor berkisar 0 – 3, tergantung pada keadaan masing-masing atribut, yang diartikan mulai dari buruk sampai baik. Nilai buruk mencerminkan kondisi yang paling tidak menguntungkan bagi pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan. Sebaliknya nilai baik mencerminkan kondisi yang paling menguntungkan. Skala indeks keberlanjutan pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit mempunyai selang 0 - 100 seperti disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Kategori status keberlanjutan pengelolaan lahan gambut berdasarkan nilai indeks hasil analisis Rap-Insus Landmag. Indeks Kategori Status Keberlanjutan 00,00 – 20,00 Buruk tidak berkelanjutan 20,01 – 50,00 Kurang kurang berkelanjutan 50,01 – 75,00 Cukup cukup berkelanjutan 75,01 – 100,00 Baik berkelanjutan Nilai skor dari masing-masing atribut dianalisis secara multidimensional untuk menentukan posisi keberlanjutan pengelolaan ekosistem lahan gambut yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik “ baik” good dan titik “buruk” bad. Untuk membuahkan visualisasi posisi ini digunakan analisis ordinasi. Proses ordinasi Rap-Insus-Landmag menggunakan Software Rapfish Kavanagh dan Pitcher 2001. Proses algoritma Rap-Insus-Landmag juga pada dasarnya mengikuti proses algoritma Rapfish. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat atribut mana yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap Insus-Landmag di lokasi studi. Pengaruh setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan root mean square RMS ordinasi, khususnya pada sumbu X atau pada skala accountability. Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu atribut tertentu maka semakin besar pula peranan atribut di dalam pembentukan nilai Insus-Landmag pada skala keberlanjutan, atau semakin sensitif atribut tersebut dalam pengelolaan lahan gambut. Untuk mengevaluasi pengaruh galat error acak pada proses untuk menduga nilai ordinasi pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit digunakan analisis Monte Carlo. Menurut Kavanagh dan Pitcher 2001 menyebutkan bahwa analisis Monte Carlo berguna untuk mempelajari hal- hal sebagai berikut : 1 pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap atribut atau cara pembuatan skor atribut; 2 pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda; 3 stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang iterasi; 4 kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang missing data ; 5 tingginya nilai”stress” hasil analisis Rap-Insus-Landmag nilai stress dapat diterima jika 25. Analisis Monte Carlo digunakan untuk menduga pengaruh galat pada selang kepercayaan 95 . Nilai indeks Monte Carlo ini dibandingkan dengan indeks MDS. Nilai stress dan koefisien diterminasi R 2 berfungsi untuk mengetahui perlu tidaknya penambahan atribut dan mencerminkan keakuratan dimensi yang dikaji dengan keadaan yang sebenarnya. Pendekatan MDS dalam Rapfish memberikan hasil yang stabil Pitcher dan Preikshot, 2001 diacu dalam Fauzi dan Anna, 2002 dibandingkan dengan metoda multivariate analysis yang lain seperti factor analysis. Pengukuran dalam MDS dilakukan dengan memetakan dua titik atau obyek yang sama dalam satu titik yang saling berdekatan. Sebaliknya objek atau titik yang tidak sama digambarkan dengan titik-titik yang berjauhan. Teknik ordinasi atau penentuan jarak di dalam MDS didasarkan pada euclidian distance yang dalam ruang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut: dimana : d = jarak antar titik euclidian x 1 - x 2 = selisih nilai atribut x y 1 - y 2 = selisih nilai atribut y z 1 - z 2 = selisih nilai atribut z Konfigurasi dari obyek atau titik di dalam MDS kemudian diproksimasi dengan meregresikan jarak euclidian dij dari titik i ke titik j dengan titik asal σ ij sebagaimana persamaan berikut: dimana : dij = jarak euclidian dari titik i ke titik j α = konstanta β = koefisien regresi σ ij = nilai euclidian dari titik asal ε = standar error Teknik yang digunakan untuk meregresikan persamaan di atas adalah Algoritma ALSCAL Alder et al. 2000 diacu dalam Fauzi dan Anna, 2005. Metode ALSCAL mengoptimalisasikan jarak kuadrat square distance = d ijk terhadap data kuadrat titik asal = o ijk , yang dalam tiga dimensi i, j, k ditulis dalam formula yang disebut S-stress sebagai berikut: dimana : s = stress m = banyaknya atribut d ijk = jarak euclidian dalam dimensi ke i, j, k o ijk = nilai titik asal pada dimensi ke i, j, k   ....... 2 2 1 2 2 1 2 2 1        z z y y x x d       ij ij d                     2 4 2 2 1 1 i j ijk i j ijk ijk m k o o d m s Jarak kuadrat merupakan jarak euclidian yang dibobot atau ditulis: dimana : d 2 = jarak kuadrat euclidian dari titik i ke titik j w ka = jumlah titik yang masuk dalam wilayah pada dimensi k dari level ke a x ia = nilai titik x pada level ke a dari atribut ke i x ja = nilai titik x pada level ke a dari atribut ke j Goodness of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran nilai S-Stress yang dihitung berdasarkan nilai S di atas dan R 2 . Nilai stres yang rendah menunjukkan good fit , sedangkan nilai S yang tinggi menunjukkan sebaliknya. Pada pendekatan Rapfish model yang baik ditunjukkan dengan nilai stres yang lebih kecil dari 0,25 atau S 0,25 Fauzi dan Anna, 2005. Sedangkan nilai R 2 yang baik adalah yang nilainya mendekati 1. Melalui MDS posisi titik keberlanjutan dapat divisualisasikan dalam dua dimensi, yaitu sumbu horizontal dan sumbu vertikal. Sumbu horizontal menunjukkan perbedaan sistem yang dikaji dalam ordinasi ”buruk” 0 sampai ”baik” 100 untuk setiap dimensi yang dianalisis. Sedangkan sumbu vertikal menunjukkan perbedaan dari campuran skor atribut di antara sistem yang dikaji. Analisis menghasilkan suatu nilai, dimana nilai ini merupakan nilai indeks keberlanjutan sistem yang dikaji. Analisis ordinasi ini dapat juga digunakan untuk menganalisis seberapa jauh status keberlanjutan untuk masing-masing dimensi yang digambarkan dalam diagram layang-layang kite diagram. Ilustrasi hasil ordinasi nilai indeks keberlanjutan dapat dilihat pada Gambar 5. Buruk Baik 25 50 75 100      Keterangan : 50 batas minimal tidak berkelanjutan Gambar 5. Ilustrasi penentuan indeks keberlanjutan pengelolaan lahan gambut pada perkebunan kelapa sawit pada skala 0 – 100 .   2 2 ja ia r i ka x x w d      Nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang kite diagram seperti tertera pada Gambar 6. Gambar 6. Ilustrasi diagram layang-layang indeks keberlanjutan

3.5.4. Analisis Kebutuhan Stakeholders