II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteritik Ekosistem Lahan Gambut
Lahan gambut berasal dari bentukan gambut beserta vegetasi yang terdapat diatasnya terbentuk di daerah yang topografinya rendah dan bercurah
hujan tinggi atau di daerah yang suhunya rendah. Tanah gambut mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi 12 carbon dan kedalaman gambut
minimum 50 cm. Tanah gambut diklasifikasikan sebagai Histosol dalam sistem klasifikasi FAO yaitu yang mengandung bahan organik lebih tinggi dari 30 ,
dalam lapisan setebal 40 cm atau lebih pada bagian 80 cm teratas profil tanah Rina et al. 2008.
Gambut merupakan sumberdaya alam yang banyak memiliki kegunaan antara lain untuk budidaya tanaman pertanian maupun kehutanan dan akuakultur.
Selain itu, dapat digunakan untuk bahan bakar, media pembibitan, ameliorasi tanah dan untuk menyerap zat pencemar lingkungan. Menurut Radjagukguk
2003 lahan gambut tropika yang terdapat di Indonesia dicirikan oleh antara lain : 1 biodiversitas keragaman hayati yang khas dengan kekayaan keragaman flora
dan fauna; 2 fungsi hidrologisnya, yakni dapat menyimpan air tawar dalam jumlah yang sangat besar, dimana 1 juta lahan gambut tropika setebal 2 m ditaksir
dapat menyimpan 1,2 juta m
3
; 3 sifatnya yang rapuh fragile karena dengan pembukaan lahan dan drainase reklamasi akan mengalami penurunan muka
tanah subsidence, percepatan peruraian dan resiko pengerutan tak balik irreversible drying serta rentan terhadap bahaya erosi; 4 sifatnya yang praktis
tidak terbarukan karena membutuhkan waktu 5000 - 10.000 tahun untuk pembentukannya sampai mencapai ketebalan maksimum sekitar 20 m, sehingga
taksiran laju penurunannya adalah 1 cm dalam 5 tahun di bawah vegetasi hutan; 5 bentuk lahan dan sifat-sifat tanahnya yang khas, yakni lahannya berbentuk
kubah keadaannya yang jenuh atau tergenang pada kondisi alamiah serta tanahnya mempunyai sifat-sifat fisika dan kimia yang sangat berbeda dengan tanah-tanah
mineral. Hutan rawa gambut berfungsi sebagai pengatur tata air, dimana kubah
gambut menjaga permukaan air bawah tanah dan mencegah intrusi air laut. Selain
itu, juga mengatur air pada lahan-lahan pertanian serta sumber air minum penduduk dan pemukiman sekitarnya. Pembangunan saluran drainase pada
aktivitas perkebunan dapat menyebabkan gambut menjadi kering, teroksidasi dan menyusut yang mengakibatkan terjadinya penurunan muka tanah. Laju subsidensi
dalam skenario paling konservatif sekitar 5 cm dalam 1 tahun. Subsidensi yang terjadi di dekat pantai merupakan ancaman serius dari intrusi air laut yang
mengancam produktivitas pertanian, termasuk perkebunan kelapa sawit itu sendiri Brady, 1997; Hooijer et al. 2006; Wosten dan Ritzema, 2002.
Lahan gambut terdiri 3 jenis yaitu gambut dangkal dengan lapisan 50 cm, gambut sedang dengan tebal lapisan 50 – 100 cm dan gambut dalam dengan
lapisan 200 cm. Lahan gambut mempunyai sifat marginal dan rapuh, maka dalam pengembangannya dalam skala luas perlu kehati-hatian. Kesalahan dalam
reklamasi dan pengelolaan lahan mengakibatkan rusaknya lahan dan lingkungan Widjaja et al. 1992.
Lahan gambut yang terlantar akibat kebakaran sehingga tidak bisa ditanami memiliki permukaan lahan yang tidak rata. Topografi lahan juga
dipengaruhi oleh besarnya penurunan muka tanah dari gambut akibat kebakaran dan intensifikasi pengelolaan. Dradjat et al. 1986 diacu dalam Rina et al. 2008
melaporkan laju penurunan muka tanah dalam 1 bulan mencapai 0,36 cm selama 12-21 bulan setelah reklamasi di Barambai Kalimantan Selatan. Sedangkan
untuk gambut saprik di Talio Kalimantan Tengah laju subsiden setiap bulan mencapai 0,178 cm dan gambut hemik 0,9 cm bulan.
Demikian juga pada lokasi yang sama penurunan muka tanah di Desa Babat Raya dan Kolam Kanan Kecamatan Barambai Kalimantan Selatan
mencapai antara 75-100 cm dalam masa 18 tahun April 1978 - September 1996 Noorginayuwati et al.1996 diacu dalam Rina et al. 2008. Terjadinya penurunan
muka tanah disebabkan oleh pengeringan yang berlebihan, kebakaran atau pembakaran, intensifikasi pemanfaatan dan upaya konservasi yang kurang
memadai. Oleh karena itu untuk pemanfaatan lahan gambut perlu disesuaikan dengan tipe hidrologi lahan gambut. Pola pemanfaatan lahan yang sesuai dengan
setiap tipologi dan tipe luapan air yang dianjurkan untuk lahan gambut disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Penataan dan pola pemanfaatan lahan yang dianjurkan pada setiap tipologi lahan bergambut.
Tipologi Lahan Tipe Luapan Air
Kode Tipologi
A B
C D
SMP Alluvial
Bersulfida -
Sawah Sawah
Sawah G0
Dangkal Sawah
Sawah Tegalan
Tegalan G1
Bergambut Sawah
Sawah Tegalan
Tegalan G2
Bergambut -
Konservasi Kebun
Kebun G3-4
G. Dangkal -
Konservasi Kebun
Kebun D
G. Sedang -
Konservasi Konservasi
Konservasi G. Dalam
Dome Gambut
Sumber : Rina et al. 2008 SMP = Sulfat Masam Potensial; G = gambut; D = Dome kubah gambut
Salah satu upaya dapat dilaksanakan untuk memanfaatkan lahan gambut dan mengurangi resiko terjadinya kebakaran di lahan gambut adalah
memperpendek masa bera. Pengaturan pola tanam dan pola usaha tani merupakan alternatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan intensitas pertanaman dan
memperpendek masa bera. Lahan gambut tropis adalah komponen penting dari siklus karbon global
dan menjadi perhatian penting bagi The United Nations Framework Convention on Climate Change
UNFCCC. Lahan gambut menyimpan sekitar 2150 sampai 2875 t C ha
-1
dengan laju penyerapan sebesar 0,01-0,03 Gt C tahun-
1
Maltby dan Immirzi, 1993. Lahan gambut juga mempunyai peran penting dalam fungsi
penting sebagai daerah tangkapan air, sistem kontrol, pengatur fluktuasi air, pencegah banjir dan pencegah terjadinya penggaraman air saline water
intrusion . Selain itu, lahan gambut air tawar di Indonesia merupakan tempat yang
baik untuk berkembangbiak dan penghasil ikan MacKinnon et al. 2000. Kesuburan alamiah lahan gambut sangat beragam, tergantung pada
beberapa faktor: a ketebalan lapisan tanah gambut dan tingkat dekomposisi; b komposisi tanaman penyusun gambut; c tanah mineral yang berada di bawah
lapisan tanah gambut. Gambut digolongkan ke dalam tiga tingkat kesuburan yang didasarkan pada kandungan P
2
O
5
, CaO, K
2
O dan kadar abu yaitu : 1 gambut eutrofik dengan tingkat kesuburan yang tinggi; 2 gambut mesotrofik dengan
tingkat kesuburan yang sedang; 3 gambut oligotrofik dengan tingkat kesuburan yang rendah Andriesse, 1974; Polak 1949 diacu dalam Hartatik dan
Suriadikarta. 2003. Kandungan hara pada masing-masing tingkat kesuburan lahan gambut disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan hara pada tiga tingkat kesuburan gambut Tingkat
kesuburan Kandungan
P
2
O
5
CaO K
2
O Abu
………….. bobot kering gambut ………………….. Eutrofik
0,25 4
0,1 10
Mesotrofik 0,20-0,25
1-4 0,1
5-10 Oligotrofik
0,05-0,20 0,25-1
0,03-0,1 2-5
Sumber : Polak, 1949 diacu dalam Hartatik dan Suriadikarta, 2003
Tingkat kemasaman tanah gambut berhubungan erat dengan kandungan asam-asam organiknya, yaitu asam humat dan asam fulvat. Bahan organik yang
telah mengalami dekomposisi mempunyai gugus reaktif seperti karboksil –COOH dan fenol C
6
H
4
OH yang mendominasi kompleks pertukaran dan dapat bersifat sebagai asam lemah sehingga dapat terdisosiasi dan menghasilkan ion H
dalam jumlah banyak. Diperkirakan bahwa 85 sampai 95 muatan pada bahan organik disebabkan karena kedua gugus karboksil dan fenol tersebut Andriesse,
1974; Miller dan Donahue, 1990 diacu dalam Rina et al. 1996. Tingkat dekomposisi gambut dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme
heterotrofik, dimana pada gambut oligotrofik banyak menghasilkan asam karboksilat. Tingkat kematangan gambut sangat mempengaruhi sensitivitas
mikroorganisme heterotrofik terutama pada tingkat kematangan gambut eutrofik Wright et al. 2009.
2.2. Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Sumberdaya Lokal