5.10. Rekomendasi Model Pengelolaan Lahan Gambut.
Strategi implementasi model pengelolaan lahan gambut G pada perkebunan kelapa sawit dengan skenario I minimal dilakukan dengan interaksi
antara pengaturan tata air dan lahan a, pemberdayaan masyarakat p, kerjasama antar stakeholders s, manajemen produksi tanaman sawit t, industri
pengolahan i, struktur dan akses permodalan m, dengan hubungan fungsi G
1
= f a, p, s, t, i, m. Pada skenario I pengelolaan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut dilakukan perbaikan melalui peningkatan skoring pada beberapa
atribut sensitif pada dimensi yang tidak berkelanjutan. Implementasi strategi dengan skenario I meningkatkan indeks keberlanjutan
antara 2,87 – 4,75 pada lahan gambut pantai dan 2,55 – 8,91 pada gambut transisi. Untuk nilai indeks keberlanjutan gabungan dari eksisting 55,92 meningkat
menjadi 59,12 pada gambut pantai dan 58,57 menjadi 59,01 pada gambut transisi. Pada skenario II optimal upaya yang dilakukan adalah pengelolaan
perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut dilakukan perbaikan pada seluruh dimensi, dengan hubungan fungsi G
2
= f a, p, s, t, i, m. Peningkatan nilai indeks keberlanjutan berkisar antara 6,75 – 18,50 pada lahan gambut pantai dan
10,41 – 17,50 pada gambut transisi. Untuk nilai indeks keberlanjutan gabungan dari eksisting 55,92 meningkat menjadi 66,04 pada gambut pantai dan 58,57
menjadi 66,70 pada gambut transisi. Pada skenario III maksimal upaya yang dilakukan adalah pengelolaan
perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut dilakukan perbaikan pada seluruh dimensi secara maksimal, dengan hubungan fungsi G
3
= f a, p, s, t, i, m. Peningkatan nilai indeks keberlanjutan berkisar antara 11,76 – 32,48 pada lahan
gambut pantai dan 14,19 – 28,89 pada gambut transisi. Untuk nilai indeks keberlanjutan gabungan dari eksisting 55,92 meningkat menjadi 79,03 pada
gambut pantai dan 58,57 menjadi 76,44 pada gambut transisi Berdasarkan hasil analisis MDS, laverege, kebutuhan need analyis dan
prospektif dapat diformulasikan strategi pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten
Bengkalis-Meranti Provinsi Riau. Nilai indeks keberlanjutan pada masing-masing skenario selengkapnya tertera pada Tabel 36.
Tabel 36. Indeks keberlanjutan kondisi eksisting dan skenario I, II, III pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan
kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis-Meranti.
Tipe Fisiografi Lahan Gambut Nilai Indeks Keberlanjutan
Eksisting Skenario I
Skenario II Skenario III
Gambut Pantai Tipe B Ekologi
49,14 53,89
60,06 81,62
Ekonomi 69,30
72,17 76,05
81,06 Sosial dan Budaya
52,32 55,43
61,69 74,56
Infrastruktur dan Teknologi 51,15
54,87 69,34
76,80 Hukum dan Kelembagaan
50,33 53,52
68,83 71,52
Gabungan 55,92
59,12 66,04
79,03 Gambut Transisi Tipe C
Ekologi 49,14
55,51 59,22
75,49 Ekonomi
69,30 66,62
74,48 78,26
Sosial 52,32
58,22 65,16
79,11 Infrastruktur dan Teknologi
51,15 53,47
67,04 73,40
Hukum dan Kelembagaan 50,33
60,69 74,49
75,01 Gabungan
58,57 59,01
66,70 76,44
Tingkat keberlanjutan pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit dapat ditingkatkan dari kondisi eksisting saat ini.
Dengan melakukan perubahan pada atribut kunci sensitif pada setiap dimensi akan mampu meningkatkan nilai indeks keberlanjutan. Melalui strategi
pengelolaan dengan penerapan skenario I, II dan III akan diperoleh suatu tingkat pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan dari masing-masing dimensi.
Peningkatan nilai indeks keberlanjutan pada skenario III memberikan perubahan yang terbesar pada tingkat keberlanjutan pengelolaan lahan gambut di perkebuan
kelapa sawit. Peningkatan nilai indeks keberlanjutan pada masing-masing skenario pada
setiap dimensi keberlanjutan berdasarkan diagram layang-layang selengkapnya dipaparkan pada Gambar 34 dan 35.
Gambar 34. Indeks keberlanjutan lima dimensi keberlanjutan pada kondisi eksisting, skenario I, II dan III pada lahan gambut pantai.
Gambar 35. Indeks keberlanjutan lima dimensi keberlanjutan pada kondisi eksisting, skenario I, II dan III pada lahan gambut transisi.
Strategi pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Bengkalis-Meranti dilakukan
berdasarkan atas strategi rekomendasi yang disusun pada skenario I, II dan III.
20 40
60 80
100 Ekonomi
Ekologi
Sosial Infrastruktur dan
Teknologi Hukum dan
Kelembagaan
Indeks Keberlanjutan Eksisting
Skenario I Skenario II
Skenario III
20 40
60 80
100 Ekonomi
Ekologi
Sosial Infrastruktur dan
Teknologi Hukum dan
Kelembagaan
Indeks Keberlanjutan Eksisting
Skenario I Skenario II
Skenario III
Pada skenario I dilakukan seperti kondisi eksisting dan sedikit perbaikan pada beberapa atribut sensitif pada dimensi yang tidak berkelanjutan. Pada skenario II
peningkatan skoring pada beberapa atribut sensitif pada seluruh dimensi tetapi tidak maksimal. Pada skenario III peningkatan skoring pada seluruh atribut
sensitif setelah skenario II. Dengan demikian strategi pengelolaan lahan gambut pada perkebunan kelapa sawit berbasis sumberdaya lokal dimasa yang akan
datang dilakukan dengan implementasi faktor dominan tersebut. Strategi pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada
agroekologi perkebunan kelapa sawit ditentukan oleh peran faktor dominan yang memberikan peningkatan nilai indeks keberlanjutan. Interaksi antar faktor
dominan akan menjadi pertimbangan dalam penentuan strategi pengelolaan dimasa yang akan datang. Pengaturan tata lahan dan air menjadi komponen yang
harus dipertimbangkan pada pembukaan lahan gambut. Kondisi muka air tanah yang baik water level akan mencegah kebakaran lahan dan mencegah degradasi
lahan. Penambahan amelioran dan pemupukan dapat meningkatkan produktivitas kelapa sawit.
Produktivitas kelapa sawit rakyat yang dihasilkan akan berkaitan dengan komponen sarana dan prasarana produksi, harga TBS dan luas kepemilikan lahan
yang dimiliki oleh pekebun. Industri pengolahan berperan dalam menentukan distribusi dan pemasaran TBS dan berhubungan langsung dengan harga TBS pada
suatu daerah. Kemitraan industri dan pekebun sawit kelompok tani akan menciptakan kerjasama saling menguntungkan, sehingga dapat menghindari
terjadinya konflik sosial. Peningkatan pendapatan pekebun sawit dapat diupayakan melalui program
pemberdayaan yang melibatkan stakeholders. Kelembagaan pekebun yang kuat dan didukung oleh lembaga keuangan mikro dengan pemberikan kredit usaha tani
KUT, jika berjalan efektif memperkuat kemampuan pekebun dalam pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat.
5.11. Strategi Pengelolaan Lahan Gambut