VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN
Pengelolaan  lahan  gambut  berbasis  sumberdaya  lokal  pada  agroekologi perkebunan  kelapa  sawit  rakyat  di  Kabupaten  Bengkalis  dilakukan  berdasarkan
atas  strategi  rekomendasi  yang  disusun  pada  skenario  I,  II  dan  III.  Pendekatan integratif faktor ekologi, ekonomi, sosial budaya, infrastruktur dan teknologi serta
hukum  dan  kelembagaan  menjadi  pertimbangan  dalam  penentuan  pengelolaan lahan
gambut.  Model  pengelolaan  lahan  gambut  dirancang  dengan mempertimbangkan  semua  komponen  sumberdaya  lokal  yang  terdapat  pada
ekosistem  tersebut.  Sehingga  program  pengembangan  agroekologi  perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Agroekologi  perkebunan  kelapa  sawit  merupakan  bagian  dari  usaha pertanian  yang  merupakan  suatu  sistem.  Sistem  pertanian  merupakan  usaha  tani
yang  dikelola  berdasarkan  kemampuan  lingkungan  fisik,  biologis  dan sosioekonomis  serta  sesuai  dengan  tujuan,  kemampuan  dan  sumberdaya  yang
dimiliki. Rekomendasi  kebijakan  di  dasarkan  atas  pendekatan  integraif  terhadap
seluruh  faktor  dominan  yang  berpengaruh  terhadap    pengelolaan  lahan  gambut. Model  pengelolaan  lahan  gambut  G  pada  perkebunan  kelapa  sawit  dengan
interaksi antara pengaturan tata air dan  lahan a, pemberdayaan masyarakat p, kerjasama antar stakeholders s,  manajemen produksi tanaman sawit t, industri
pengolahan  i,  struktur  dan  akses  permodalan  m,  dengan    hubungan  fungsi G = f a, p, s, t, i, m.
Langkah-langkah  operasional  yang  dapat  dilakukan  untuk  memperoleh hasil  pengelolaan  lahan  gambut  berbasis  sumberdaya  lokal  pada  agroekologi
perkebunan kelapa sawit secara optimum antara lain sebagai berikut :
b Pengaturan tata air dan lahan
Alih  fungsi  hutan  rawa  gambut  menjadi  perkebunan  kelapa  sawit  di Kabupaten  Bengkalis  belum  sepenuhnya  menerapkan  pengaturan  tata  lahan  dan
air.  Hal  ini  terindikasi  dari  banyaknya  areal  perkebunan  pada  lahan  gambut mengalami  kebakaran  pada  saat  musim  kemarau.  Pengendalian  air  dengan
membangun  saluran  kanal  drainase  belum  mampu  mempertahankan  muka  air
tanah  water  level.    Pembukaan  lahan  juga  terjadi  pada  daerah  sekitar  kubah gambut  peat  dome  dengan  kedalaman    4  m,  dimana  kondisi  ini  akan
mempermudah terjadinya kerusakan pada lahan tersebut. Pengaturan  tata  lahan  dan  air  water  table  merupakan  faktor  dominan
dalam  pengelolaan  lahan  gambut  di  perkebunan  kelapa  sawit.  Produktivitas perkebunan  kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh  kondisi muka air tanah.  Muka
air  tanah  yang  terlalu  dalam    80  cm  menyebabkan  terjadinya  laju  subsidensi yang  semakin  cepat  dan  kejadian  kering  tidak  balik  irreversible  drying  serta
potensi kebakaran lahan gambut semakin besar. Bila hal ini terjadi lahan gambut akan  mengalami  degradasi  kerusakan  dan  produktivitas  perkebunan  akan
semakin  menurun.  Oleh  karena  itu  pembukaan  lahan  gambut  dimasa  yang  akan datang  harus  diawasi  secara  lebih  ketat  dan  tata  kelola  lahan  dan  air  menjadi
prioritas  dalam  pengelolaan.  Pada  perkebunan  rakyat  pengelolaan  air  pada  skala mikro yang berada di tingkat petani yang meliputi pembuatan saluran keliling dan
pengaturan pintu air tabat.
b Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan  masyarakat  petani  perkebunan  kelapa  sawit  merupakan faktor  penting  dalam  menentukan  keberhasilan  pengelolaan  lahan  gambut.
Karakteristik  lahan  gambut  yang  mudah  mengalami  degradasi  dan  tingkat kesuburan lahan rendah menjadi faktor pembatas bagi keberhasilan pembangunan
perkebunan  kelapa  sawit.  Faktor  pembatas  lainnya  adalah  penguasaan  teknologi dan terbatasnya kemampuan petani dalam pengolahan lahan. Untuk itu diperlukan
strategi  pemberdayaan  petani  pekebun  kelapa  sawit  untuk  mengatasi permasalahan tersebut.
Pengembangan  perkebunan  kelapa  sawit  dengan  strategi  pemberdayaan merupakan alternatif pendekatan pembangunan yang tidak hanya diarahkan untuk
mencapai  pertumbuhan  semata.  Selain  itu  juga  dapat  mewujudkan  masyarakat yang  adil  dan  makmur  dengan  azas  kerakyatan.  Pemberdayaan  ekonomi  rakyat
harus  menjadi  perhatian  utama  dalam  memacu  pertumbuhan  ekonomi.  Hal  ini disebabkan  sebagian  besar  masyarakat  masih  mengandalkan  sektor  pertanian
perkebunan  dan  sektor  ini  juga  memberikan  kontribusi  yang  besar  pada
perekonomian  negara.  Pemberdayaan  ekonomi  rakyat    berarti  membangun ekonomi pertanian dengan lebih baik.
Pemberdayaan  dapat  dilakukan  melalui  kegiatan  kemitraan  antara perkebunan  besar  negaraswasta  yang  mempunyai  kemampuan  pengelolaan
perkebunan  yang  baik.  UU  No.18  Tahun  2004  tentang  perkebunan,  pasal  22 menyebutkan  bahwa  perusahaan  perkebunan  melakukan  kemitraan  yang  saling
menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggungjawab, saling memperkuat dan  saling  ketergantungan  dengan  pekebun,  karyawan  dan  masyarakat  sekitar
perkebunan.  Kemitraan  usaha  perkebunan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  1, polanya  dapat  berupa  kerja  sama  penyediaan  sarana  produksi,  kerja  sama
produksi,  pengelolaan  dan  pemasaran,  transportasi,  kerja  sama  operasional, kepemilikan saham dan jasa pendukung lainnya.
Dukungan  lembaga  keuangan  bank  dalam  pemberian  kredit  usaha  tani KUT  akan  memperkuat  struktur  dan  akses  permodalan  petani  sawit.  Dengan
demikian diperoleh keterpaduan integrated program pengembangan perkebunan kelapa sawit. Strategi yang mengkombinasikan mengikutsertakan petani pekebun
dan mendorong pengembangan kemitraan merupakan prioritas untuk mewujudkan pemberdayaan masyarakat.
Pengembangan  agroindustri  kelapa  sawit  dengan  strategi  pemberdayaan dilakukan  dengan  membentuk  kelembagaan  kerjasama  jangka  panjang  antara
investor  dengan  petani  pekebun  yang  berhimpun  dalam  koperasi.  Pola  ini mengimplementasikan  strategi  pemberdayaan  petani  pekebun  agar  dapat  ikut
memiliki  PKS,  sehingga  petani  dapat  menikmati  keuntungan  dari  kegiatan  off farm
yang berlokasi di sekitar kebun.
c Kerjasama antar stakeholders
Keberhasilan pengelolaan  perkebunan kelapa sawit sangat ditentukan oleh kerjasama  antar  stakeholders,  hal  ini  disebabkan  oleh  karakteristik  perkebunan
yang  bersifat  lintas  sektoral.  Pola  pengelolaan  lahan  akan  mempengaruhi kerjasama antar stakeholders tersebut. Pengelolaan perkebunan kelapa sawit dapat
dikelompokkan  dalam  3  aspek  antara  lain  :  1  aspek  kelembagaan;  2  aspek produksi;  3 aspek pengolahan hasil panen.
Kelembagaan  menyangkut  aspek  hubungan  kerja,  sumber  dana,  sistem pembayaran,  alokasi  lahan  dan  keagrarian,  keorganisasian.  Pihak  terkait  yang
berkepentingan dengan pengelolaan perkebunan  kelapa sawit pada lahan  gambut di  Kabupaten  Bengkalis  antara  lain  :  Dinas  Perkebunan,  Bapan  Pertanahan
Nasional,  Badan  Lingkungan  Hidup,  Dinas  Perindustrian  dan  Perdagangan, Perbankan, Perusahaan Besar SwastaNegara, Badan Litbang, Lembaga Swadaya
Masyarakat,  Koperasi  Sawit  dan  Gapoktan.  Pada  masa  yang  akan  datang kemungkinan  yang dapat dilakukan adalah kerjasama antar  stakeholders berjalan
dengan  koordinasi  yang  baik  dan  didukung  oleh  adanya tugas  pokok dan  fungsi yang jelas dari masing-masing institusi.
Pembentukan  kelembagaan  lintas  sektoral  untuk  mendukung  kerjasama antar steakholders dapat dilakukan dengan membentuk “kelompok kerja bersama”
yang  difasilitasi  oleh  Dinas  Perkebunan.  Hal  ini  didasarkan  atas  pertimbangan bahwa  Dinas  Perkebunan  mempunyai  tugas  pokok  dan  fungsi  sebagai  institusi
sektoral  yang  bertanggung  jawab  terhadap  keberhasilan  program  perkebunan kelapa sawit.
Dalam  kerangka  pembentukan  kerjasama  antar  stakeholders  melalui program kemitraan usaha  pola  agroindustri  skala  kecil  5  ton  TBS  jam
-1
kelapa sawit  dibentuk  kelembagaan  dengan  pelaku  utama  adalah  1  investor  yang
membangun  pabrik  dan  kebun;  2  koperasi  pekebun  yang  akan  menerima  alih usaha  dari  investor;  3  manajemen  unit  usaha  yang  mengadakan  kontrak
manajemen  dengan  koperasi  pekebun  untuk  mengelola  usaha  perkebunan;  4 lembaga pembiayaan usaha bank; 5 pemerintah sebagai fasilitator.
d Manajemen produksi tanaman sawit
Produktivitas  tanaman  sawit  pada  lahan  gambut  dipengaruhi  oleh penerapan teknologi pengelolaan lahan  yang sesuai dengan sifat dan karakteristik
sumberdaya  lokal.  Pengaturan  tata  air  dengan  pembuatan  drainase  dilakukan untuk  menciptakan  kondisi  yang  memungkinkan  tanaman  kelapa  sawit  dapat
tumbuh,  berkembang  dan  berproduksi  baik  di  lahan  gambut.  Kondisi  ini  yang menyebabkan  produktivitas  tanaman  kelapa  sawit  menjadi  rendah  pada  lahan
gambut.
Penerapan  teknologi  pengelolaan  lahan  dan  air  menjadi  suatu  keharusan untuk  meningkatkan  produktivitas  tanaman  kelapa  sawit.  Produktivitas
perkebunan  kelapa  sawit  rakyat  lebih  rendah  12-18  ton  TBS  ha
-1
th
-1
dibandingkan  dengan  pola  perkebunan  inti  rakyat  PIR  atau  perkebunan  besar negaraswasta  18-26 ton TBS ha
-1
th
-1
. Kondisi ini disebabkan oleh pengelolaan perkebunan  kelapa  sawit  pada lahan  gambut  yang  dilakukan    masyarakat  belum
menerapkan  teknologi  pengelolaan  lahan  yang  tepat  seperti  pengaturan  tata  air, pemupukan, pemeliharaan dan pemanenan.
Produktivitas tanaman yang tinggi dilakukan dengan pengelolaan tanaman meliputi pembibitan kelapa sawit, pengawetan tanah, penaman kacang kacangan,
penanaman  kelapa  sawit  dan  pembuatan  prasarana.  Selanjutnya  pemeliharaan TBM 1-3 tahun meliputi pembuatan piringan  gawangan, pengendalian gulma,
pemupukan tanaman, pengendalian hama dan penyakit, tunas pokok, kastrasi dan sanitasi,  penyisipan  dan  konsolidasi  pokok  doyong,  perawatan  parit  dan
konservasi tanah dan perawatan prasarana.
e Industri pengolahan
Keberadaan  industri  pengolahan  sangat  penting  dalam  pengelolaan perkebunan  kelapa  sawit  berkelanjutan.  Karakteristik  buah  sawit  yang  mudah
mengalami  kerusakan  membutuhkan  teknologi  penanganan  yang  baik.  Kualitas TBS sawit akan semakin menurun bila tidak dilakukan pengolahan setelah panen
dilakukan.  Kadar  rendemen  dan  kualitas  minyak  sawit  yang  dihasilkan  akan semakin  menurun,  sehingga  harus  diupayakan  untuk  melakukan  proses
pengolahan  menjadi  Crude  Palm  Oil  CPO.  Kualitas  TBS  dipengaruhi  oleh tingkat  kematangan dan kebersihan dan  sangat mempengaruhi perolehan minyak
sawit  yang  dapat  diekstraksi  yang  pada  akhirnya  mempengaruhi  tingkat pendapatan.
Keberadaan pabrik  kelapa sawit PKS disekitar perkebunan  kelapa sawit akan  mempengaruhi  harga  TBS.    Jaminan  ketersediaan  bahan  baku  secara
kualitas,  kuantitas  maupun  kontinuitas  merupakan  suatu  keharusan  untuk mencapai  suatu  agroindustri  minyak  kelapa  sawit.  Pembangunan  perkebunan
kelapa  sawit  hendaknya  diikuti  oleh  pembangunan  industri  pengolahan.  Kondisi ini  akan  menciptakan  keterkaitan  kebelakang  backward  linkage  dengan  sektor
perkebunan  atau  sektor  primer.  Sedangkan  keterkaitan  kedepan  forward lingkage
harus memperhatikan pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah dan pemasaran  yang  baik  sehingga  produk  yang dihasilkan  mempunyai  nilai tambah
yang  besar.  Sehingga  pada  masa  yang  akan  datang  kemungkinan  yang  dapat dilakukan  pembangunan  industri  pengolahan    sawit  bekerjasama  dengan
masyarakat melalui penerapan pola kemitraan dan kepemilikan bersama. Integrasi  struktur  pabrik  dan  pekebun  dalam  usaha  perkebunan  kelapa
sawit  rakyat  melalui  kemitraan  usaha  pola  agroindustri  kelapa  sawit  skala  kecil. Hal  ini dilakukan dengan membangun koperasi pekebun  yang anggotanya secara
kolektif  mempunyai  luas  kebun  800  ha  dengan  pendirian  PKS  skala  5  ton  TBS jam
-1
.
f Struktur dan akses permodalan
Lemahnya  struktur  permodalan  dan  akses  terhadap  sumber  permodalan merupakan  penyebab  terhambatnya  pengembangan  agribisnis  dan  agroindustri
kelapa  sawit.  Sebagai  tanaman  industri  kelapa  sawit  memerlukan  input produksi yang  cukup besar.  Kondisi  ini  harus  di  dukung  oleh  akses  terhadap  modal  yang
besar,  sehingga  mampu  menjaga  faktor  produksi  tersebut.  Permodalan berhubungan  langsung  dengan  ketersediaan  lahan,  tingkat  kesuburan  tanah,
pengadaan  dan  penyaluran  sarana  produksi.  Selain  itu,  terbatasnya  kemampuan dalam penguasaan teknologi, lemahnya organisasi dan manajemen usaha tani, dan
kurangnya  kuantitas  dan  kualitas  sumberdaya  manusia  menjadi  faktor  pembatas pengembangan  perkebunan kelapa sawit.
Lemahnya  akses  permodalan  petani  pola perkebunan  kelapa  sawit  rakyat kepada  lembaga  keuangan  bank  disebabkan  oleh  belum  tersedianya
kelembagaan  petani.  Walaupun  tersedia  kelembagaan  petani  kelapa  sawit umumnya masih lemah. Dimana institusi kelompok tani dan gabungan kelompok
tani  gapoktan  serta  koperasi  yang  diharapkan  menjadi  fasilitator  belum berfungsi sebagaimana mestinya.
Pada  masa  yang  akan  datang  kemungkinan  yang  dapat  dilakukan  untuk memperbaiki  struktur  dan  akses    permodalan      petani      pada  perkebunan  kelapa
sawit di lahan  gambut  yaitu memperkuat akses petani terhadap permodalan pada lembaga keuangan.
Kepemilikan PKS oleh investor dan petani dimungkinkan dengan adanya pembiayaan  yang  bersumber dari dana  pembiayaan  usaha  yang  dapat  terjangkau
dan  murah  melalui  adanya  mekanisme  subsidi  bunga  oleh  pemerintah  daerah APBD  atau  pemerintah  pusat  APBN.  Hal  ini  didukung  oleh  ketersedian
lembaga keuangan pada skala mikro koperasi kerjasama investor, pekebun, bank dan pemerintah.
Strategi  pengelolaan  lahan  gambut  berbasis  sumberdaya  lokal  pada agroekologi  perkebunan  kelapa  sawit  di  Kabupaten  Bengkalis-Riau,  dipaparkan
pada Gambar 36.
Gambar  36.  Strategi  pengelolaan  lahan  gambut  berbasis  sumberdaya  lokal  pada agroekologi  perkebunan  kelapa  sawit  rakyat  di  Kabupaten
Bengkalis-Meranti Provinsi Riau.
Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Pada Lahan
Gambut G
Sumberdaya Lokal :   Biofisik Gambut
  Sosial ekonomi Masyarakat Lokal
  Pengetahuan dan Keterampilan
Masyarakat Lokal
Struktur dan Akses
Permodalan m
Pengaturan Tata Air dan
Lahan a
Kebijakan peraturan perundang-undangan
Manajemen Produksi
Tanaman t
Perkebunan Kelapa Sawit pada Lahan Gambut
Berbasis Sumberdaya Lokal
Pemberdayaan Masyarakat
p Industri
Pengolahan i
Kerjasama Stakeholders
s
  Pembuatan Tata Air
Mikro   Pintu Air
  Tata Lahan   Kelembagaan
Pekebun Poktan
  Koperasi   Kemitraan
  Perencanaan   Penanaman
  Pemeliharaan   Panen
Kelembaga an Lintas
Sektoral Pokja
Model
G = f a, p, s, t, i, m
Strategi Pengelolaan Lahan Gambut
Agroindustri skala kecil
5 ton TBS jam
-1
  KUD   Pemerintah
  Investor   Bank
Lahan Gambut
VII. KESIMPULAN DAN SARAN