Analisis Biofisik dan Kesesuaian Lahan Gambut Analisis Ekonomi

disesuaikan dengan keterwakilan stakeholders. Jumlah pakar sebanyak 20 orang yang berasal dari Dinas Perkebunan ProvinsiKabupaten Bengkalis-Meranti, Balitbang Provinsi RiauKabupaten Bengkalis-Meranti, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan, Bank Riau, PT. Perkebunan Nusantara V PTPN V, PT.Teguh Karsa Wana Lestari PT.TKWL, PT. Cylandra Perkasa Surya Dumai Group, Perguruan Tinggi Universitas Riau, Universitas Islam Riau, Universitas Lancang Kuning dan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Qosim Pekanbaru, Lembaga Adat Melayu Riau LAMR, Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau FKPMR, LSM Scale UpSawit Watch, Walhi Riau, Jikalahari.

3.5. Metode Analisis Data

3.5.1. Analisis Biofisik dan Kesesuaian Lahan Gambut

Karakteristik biofisik lahan gambut dianalisis secara deskriptif dan untuk melihat hubungan antar parameter dilakukan analisis regresi-korelasi dengan menggunakan model hubungan linier Steel dan Torrie, 1980. Evaluasi lahan dilakukan dengan penilaian kelas kemampuan dan kesesuaian lahan. Kelas kemampuan lahan dinilai berdasarkan sifat-sifat fisik dan kimia lingkungan dan jenis faktor penghambat sesuai dengan kriteria klasifikasi kemampuan lahan Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007. Sedangkan kelas kesesuaian lahan ditentukan dengan menilai atau membandingkan kualitas lahan pada setiap satuan lahan dengan kriteria kesesuaian lahan Lampiran 4 untuk aktivitas perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut Puslittanak, 2003.

3.5.2. Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan menghitung kelayakan finansial nilai Internal Rate of Return IRR, nilai Net Present Value NPV dan Benefit-Ratio BC pada perkebunan rakyat 1 ha dan perkebunan skala industri 6.000 ha. Data yang diperlukan antara lain skala penggunaan lahan, biaya produksi, perkembangan tingkat harga komoditas, kredit usaha tani KUT dan suku bunga bank. Data kondisi sosial ekonomi diperoleh melalui wawancara terstruktur pada responden yang dipilih secara acak dengan menggunakan kuesioner. Data untuk perkebunan skala industri diperoleh melalui teknik dokumentasi dan wawancara dengan responden manajer kebun yang berasal dari perusahaan perkebunan. Data biaya dan pengembalian cost and return yang diinventarisasi dari pelaksanaan penelitian, digunakan untuk penilaian kelayakan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan melalui dua 2 tahapan. 1. Penilaian kelayakan dilihat dari sisi manfaat dan keuntungan yang didapat Soekartawi, 2006 dengan beberapa kriteria analisis finansial yaitu BC, NVP dan IRR. Formula yang digunakan untuk menghitung kriteria indikasi kelayakan usaha perkebunan kelapa sawit berdasarkan BC -1 sebagai berikut: n n BC -1 = { ∑ B [1 + i t ] -1 } { ∑ C [1 + i t ] -1 } i=1 i=1 dimana : B = penerimaan C = biaya produksi i = tingkat bunga yang berlaku t = jangka waktu usaha perkebunan 25 tahun Usaha perkebunan dinilai bermanfaat menguntungkan bila BC 1. Kelayakan dinilai dari NPV menggunakan formula sebagai berikut : n NVP = [ ∑ B – C ] [1 + i t ] -1 i=1 Bila nilai NPV 0 maka usaha perkebunan dianggap tidak menguntungkan, bila nilai NPV = 0 maka usaha perkebunan dianggap mencapai titik impas break event point dan nilai NPV 0 maka usaha perkebunan dianggap menguntungkan. Sedangkan nilai IRR yaitu suatu nilai petunjuk yang identik dengan seberapa besar suku bunga yang dapat diberikan oleh usaha perkebunan kelapa sawit dibandingkan dengan suku bunga yang berlaku yaitu 17 . Formula yang digunakan untuk menilai kelayakan berdasarkan IRR adalah : IRR = i 1 – NVPi i 2 – i 1 NPV 2 – NPV 1 -1 dimana : i 1 = suku bunga ke 1 17 NPV1 = Net Present Value pada suku bunga ke 1 i 2 = suku bunga ke 2 dicoba 36 NPV 2 = Net Present Value pada suku bunga ke 2 Untuk mendapatkan nilai IRR dicobakan nilai suku bunga ke dua i 2 sebesar 36. Bila nilai IRR diperoleh lebih kecil dari pada tingkat diskonto 17 maka usaha perkebunan mengalami kerugian. Bila nilai IRR lebih tinggi dari tingkat diskonto maka usaha perkebunan menguntungkan layak. 2. Penilaian kelayakan dilihat dari prospek usaha perkebunan kelapa sawit dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum KHM dan kebutuhan hidup layak KHL tahunan pekebun. Menurut Sinukaban 2007 KHL adalah 250 KHM dan KHM = 320 x harga beras kg -1 x jumlah anggota keluarga 5 orang Sajogyo, 1977. Selanjutnya analisis luasan lahan usaha perkebunan UP minimum Lmin, agar memenuhi KHL yaitu Lmin dibagi dengan pendapatan bersih per 2 hektar kebun sawit Pb atau dengan persamaan : L mim = KHL Pb -1 Monde, 2008.

3.5.3. Analisis Keberlanjutan Lahan Gambut