pendapatan  antar  golongan  masyarakat  dan  mengurangi  ketimpangan  ekonomi antar  kabupatenkota;  dapat  menciptakan  multiplier  effect  dan  meningkatkan
kesejahteraan  masyarakat  pedesaan  dan  ekspor  produk  turunan  kelapa  sawit CPO dapat merangsang pertumbuhan ekonomi.
Keberadaan  perkebunan  kelapa  sawit  memberikan  kontribusi  yang  besar terhadap  tingkat  kesejahteraan  masyarakat.  Syahza  2010  menyebutkan  bahwa
tingkat  kesejahteraan  yang  ditimbulkan  oleh  perkebunan  sawit  ini  sangat  besar bagi  pekebun.  Selama  periode  tahun  2006-2009  indek  kesejahteraan  pekebun
kelapa  sawit  masih  mengalami  nilai  positif  yakni  sebesar  0,12.  Walaupun  pada tahun 2008-2009 ekonomi dunia mengalami krisis global, namun pekebun kelapa
sawit  masih  sempat  menikmati  kesejahteraannya.  Hal  ini  dibuktikan  dengan kenaikan kesejahteraan pekebun sebesar 12 yang sekaligus mampu mengurangi
angka kemiskinan penduduk di pedesaan. Aktivitas  pembangunan  perkebunan  kelapa  sawit  memberikan  pengaruh
eksternal  yang  bersifat  positif  atau  bermanfaat  bagi  wilayah  sekitarnya.  Manfaat kegiatan  perkebunan  ini  terhadap  aspek  ekonomi  pedesaan,  antara  lain  :  1
memperluas  lapangan  kerja  dan  kesempatan  berusaha;  2  peningkatan kesejahteraan  masyarakat  sekitar;  3  memberikan  kontribusi  terhadap
pembangunan daerah. Beberapa  kegiatan  yang  secara  langsung  memberikan  dampak  terhadap
komponen  ekonomi  pedesaan  dan  budaya  masyarakat  antara  lain  :  1  kegiatan pembangunan  sumberdaya  masyarakat  desa;  2  pembangunan  sarana  prasarana
yang  dapat dimanfaatkan  oleh  masyarakat  setempat, terutama  sarana  jalan  darat; 3  penyerapan  tenaga  kerja  lokal;  4  penyuluhan  pertanian,  kesehatan  dan
pendidikan;  5  pembayaran  kewajiban  perusahaan  terhadap  negara  pajak-pajak dan biaya kompensasi lain.
5.6.3. Keberlanjutan Dimensi Sosial Budaya
Analisis  keberlanjutan  dimensi  sosial  budaya  dilakukan  dengan menggunakan  10  atribut  yang  diperkirakan  berpengaruh  terhadap  keberlanjutan
dimensi  ekonomi  antara  lain  :  1  tingkat  pendidikan;  2  pemberdayaan masyarakat;  3  peran  masyarakat  adat;  4  pola  hubungan  masyarakat  dalam
perkebunan  sawit;  5  akses  masyarakat  dalam  kegiatan  perkebunan  sawit;  6
intensitas  konflik  sosial;  7  tingkat  kemandirian  masyarakat;  8  peluang kemitraan; 9 peluang pemasaran produk lokal; 10 partisipasi sosial.
Hasil analisis MDS untuk dimensi sosial budaya diketahui bahwa besarnya indeks keberlanjutan perkebunan kelapa sawit pada  lahan gambut pantai sebesar
52,32  Gambar  17.  Sedangkan  indeks  keberlanjutan  perkebunan  kelapa  sawit pada  lahan gambut transisi 54,47  Gambar 18.
Hasil  analisis  leverage  Gambar  23  terhadap  atribut  yang  sensitif  atau memberikan  pengaruh  terhadap  nilai  indeks  keberlanjutan  perkebunan  kelapa
sawit pada lahan  gambut pantai menunjukkan bahwa pada dimensi sosial budaya yang  menjadi  faktor  pengungkit  utama  adalah  :  1  peluang  kemitraan;  2
intensitas konflik sosial; 3 pemberdayaan masyarakat; 4 tingkat pendidikan. Sedangkan  hasil  analisis  leverage  Gambar  24  menunjukkan  bahwa
atribut yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial pada lahan gambut  transisi  adalah  :  1  peluang  kemitraan;  2  intensitas  konflik  sosial;  3
pemberdayaan  masyarakat.  Kemitraan  pada  sektor  perkebunan  banyak memberikan  hasil  positip  antara  lain  penambahan  pendapatan  pekebun,
menambah  lapangan  kerja  serta  meningkatkan  produksi  perkebunan  sebagai penghasil devisa Hasbi, 2001.
Kemitraan  yang  kuat  harus  didukung  oleh  pola  kemitraan  yang  dapat meningkatkan  pendapatan  pekebun  dan  meningkatkan  kemampuan  pekebun
dengan  program  pemberdayaan.  Kemitraan  harus  didukung  oleh  homogenitas kepemilikan lahan yang memenuhi legalitas. Sehingga konflik sosial  yang terjadi
dapat dihindari dan menimbulkan kepastian pada berbagai pihak yang melakukan kemitraan.  Sunarko  2009  menyatakan  bahwa  kemitraan  adalah  solusi  terbaik
untuk membangun harmonisasi hubungan yang saling menguntungkan, khususnya antara perusahaan perkebunan dan masyarakat disekitarnya.
Lemahnya  pengembangan  kemitraan  menyebabkan  ketidakserasian hubungan  perusahaan  dengan  lingkungan  sosialnya.  Akibatnya  terjadi
kesenjangan  akses  sumberdaya  yang  berdampak  pada  munculnya  konflik  sosial. Konsep program bina lingkungan dan coporate social responsibility CSR perlu
diterapkan Sumardjo, 2010.
Permasalahan konflik sosial pada pengembangan perkebunan kelapa sawit menunjukkan  intensitas  yang  semakin  meningkat.  Konflik  sosial  yang  terjadi  di
Propinsi  Riau  menunjukkan  angka  yang  signifikan.  Konflik  sosial  terjadi  antara masyarakat  tempatan  dengan  perusahaan  yang  dilandasi  oleh  klaim  hak
pengelolaan atas tanah.
a                                                             b Gambar  23.  Indeks  Keberlanjutan  a  dan  peran  atribut  yang  sensitif
mempengaruhi  keberlanjutan  dimensi  sosial  b  di  perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut pantai.
Tingginya  aktivitas  perluasan  perkebunan  sawit  cenderung  menyebabkan semakin  tingginya  persoalan  konflik  sosial  yang  terjadi.  Konflik  sosial  yang
terjadi  antara  masyarakat  dan  perusahaan  perkebunan  sawit  umumnya  posisi masyarakat  selalu  terkalahkan.  Hal  ini  terjadi  karena  lahan  tanah  masyarakat
tidak  memiliki  bukti  kepemilikan  secara  hukum,  sehingga  kepemilikan  lahan tanah  secara  adat  hak  ulayat  tidak  terakui  walaupun  dalam  UUP  Agraria  hak
ulayat diakui namun dalam prakteknya selalu saja terkalahkan Sumardjo, 2010. Kondisi  ini  menyebabkan  akses  masyarakat  terhadap  sumberdaya  lahan  menjadi
terbatas. Hal ini mempengaruhi pada luasan kepemilikan lahan oleh pekebun dan situasi ini menyebabkan semakin besar peluang terjadinya konflik sosial.
Karakteristik  komoditas  kelapa  sawit  yang  tidak  tahan  lama  dan memerlukan  teknologi  tinggi  untuk  pengolahan.  Untuk  menguasai  teknologi
tersebut  maka  tingkat  pendidikan  masyarakat  pekebun  kelapa  sawit  harus mendapat  perhatian.  Secara  keseluruhan  sebaran  penduduk  menurut  tingkat
pendidikan  hampir  merata  di  setiap  jenjang    239.559  orang,  namun  mayoritas
RAPLAND Ordination
52.32 DOWN
UP
BAD GOOD
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
Fisheries Su stai nability O
th e
r D
is ti
n g
is h
in g
F e
a tu
r e
s
Real Fisheries References
Anchors
Leverage of Attributes
1.67 2.06
0.22 0.61
0.97 2.33
0.89 3.31
1.12 0.91
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 Tingkat pendidikan
Pemberdayaan masyarakat
Peran masyarakat adat
Pola hubungan masyarakat
Akses masyarakat Intensitas konflik lahan
Kemandirian masyarakat
Peluang kemitraan Peluang pemasaran
Partisipasi sosial
A tt
ri b
u te
Root Mean Square Cha nge in Ordination when Sele cted Attribute Removed on Sustainability sca le 0 to 100
pekebun sawit berpendidikan setingkat sekolah dasar atau berjumlah 92.800 orang atau 39   BPS Kabupaten Bengkalis, 2009. Rendahnya tingkat pendidikan ini
perlu  disadari  dalam  upaya  pemberdayaan  masyarakat  haruslah  menggunakan pendekatan  komunikasi  yang  lebih  sesuai  dengan  kondisi  masyarakat  setempat,
misalnya menggunakan bahasa, teknik dan media komunikasi yang dapat diakses oleh kebanyakan masyarakat yang berpendidikan relatif rendah tersebut.
Pengembangan  perkebunan  sawit  juga  telah  membuka  peluang    dan memberikan dampak seperti antara  lain: 1 penyerapan tenaga kerja baik tenaga
lokal maupun pendatang pendatang lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan perkebunan  sawit;  2  peningkatan  PDRB  atau  menambah  APBD  melalui
perpajakan; 3 akan berdampak secara jangka panjang bagi meningkatkan kondisi perekonomian suatu daerah  Sumardjo, 2010.
Pemberdayaan masyarakat
adalah suatu
proses pengembangan
kesempatan,  kemauan  motivasi,  dan  kemampuan  masyarakat  untuk  dapat  lebih akses  terhadap  sumberdaya,  sehingga    meningkatkan  kapasitasnya  untuk
menentukan  masa  depan  sendiri  dengan  berpartisipasi  dalam  mempengaruhi  dan mewujudkan  kualitas  kehidupan  diri  dan  komunitasnya.  Tujuan  jangka  pendek
pemberdayaan  sebaiknya  jelas  spesific,  terukur  measurable,  sederhana realistic, sehingga merupakan kondisi yang mendorong minat masyarakat untuk
mewujudkannya achievable dalam waktu tertentu.
a                                                             b Gambar  24.  Indeks  keberlanjutan  a  dan  peran  atribut  yang  sensitif
mempengaruhi  keberlanjutan  dimensi  sosial  b  di  perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut transisi.
RAPLAND Ordination
54.47
DOWN UP
BAD GOOD
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
Social Peatland Sustainabili ty O
th er
D is
ti n
g is
h in
g F
e a
tu re
s
Real Fisheries References
Anchors
Leverage of Attributes
0.48 2.02
0.20 1.13
0.61 3.23
0.53 3.64
0.64 0.43
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
Tingkat pendidikan Pemberdayaan
masyarakat Peran masyarakat
adat Pola hubungan
masyarakat Akses masyarakat
Intensitas konflik lahan Kemandirian
masyarakat Peluang kemitraan
Peluang pemasaran Partisipasi sosial
A tt
ri b
u te
Root Mea n Square Change in Ordination w hen Sele cted Attribute Removed on Sustainability sca le  0 to 100
Tujuan pemberdayaan harus ditempatkan pada situasi yang lebih kompleks dengan  penetapan  pencapaian  tujuan  jangka  panjang  vision.    Visi  yang  jelas
berpotensi untuk menjadi pemandu kegiatan kerjasama diantara masyarakat untuk menetapkan  tujuan-tujuan  jangka  pendek  pemberdayaan,  sehingga  proses
pemberdayaan menjadi lebih terarah,  efektif dan efisien Sumardjo, 2010. Untuk  mengatasi  hal  tersebut,  maka  akses  masyarakat  terhadap
sumberdaya  lahan  harus  diperluas  dan  teknologi  budidaya  kelapa  sawit  harus ditingkatkan. Peningkatan akses dapat dilakukan  melalui transfer teknologi  antar
masyarakat  yang  telah  menguasai  terlebih  dahulu  kepada  masyarakat  yang  baru mengenal  budidaya  perkebunan  kelapa  sawit.  Penyuluhan  diharapkan  menjadi
faktor  yang  dapat  mempercepat    dan  meningkatkan  akses  masyarakat  akan teknologi  kelapa  sawit.  Faktor  pengungkit  yang  sangat  penting  bagi  terciptanya
kondisi  sosial  masyarakat  pada  perkebunan  kelapa  sawit  dilakukan  melalui pemberdayaan masyarakat.
Prinsip  penting  dalam  pemberdayaan  adalah  menghargai  nilai-nilai  lokal yang  terdapat  dalam  masyarakat.  Prinsip  ini  berpusat  pada  gagasan  untuk
menghargai  pengetahuan  lokal,  nilai-nilai,  keyakinan,  ketrampilan,  proses  dan sumber  daya  suatu  masyarakat.    Dengan  demikian  lebih  mudah  meyakinkan
masyarakat  dan  mengembangkan  partisipasi  masyarakat  dalam  proses pemberdayaan.
5.6.4. Keberlanjutan Dimensi Infrastruktur dan Teknologi