8
Waktu panen buah rambutan dilakukan pada saat warna sudah mencapai warna khas maksimum pada kulit buah. Warna kulit buah rambutan akan berubah
sesuai dengan varietasnya. Buah rambutan termasuk pada golongan buah non klimakterik. Golongan buah non klimakterik ditandai dengan penurunan laju
produksi CO
2
secara terus menerus selama penyimpanan Broto, 1990. Menurut Pantastico 1975 tolak ukur yang digunakan sebagai penggolongan buah
klimakterik dan non klimakterik adalah responnya terhadap pemberian etilen C
2
H
4 .
Buah non klimakterik akan bereaksi pada pemberian C
2
H
4
pada tingkat manapun pada kondisi prapanen dan pasca panen, sedangkan buah klimakterik
hanya akan memberikan reaksi respiratik bila C
2
H
4
diberikan pada tingkat pra klimakterik.
2.2 Fisiologi Pasca Panen
Produk-produk hasil pertanian merupakan produk yang bersifat perishable atau mudah rusak. Kerusakan buah terjadi karena produk pertanian setelah
dipanen masih mengalami proses biologi, jaringan sel masih menunjukkan aktivitas metabolisme, sehingga selalu mangalami perubahan-perubahan kimiawi
dan biokimiawi Eskin et al., 1971. Buah-buah segar merupakan salah satu produk pertanian yang memerlukan penanganan khusus sesaat setelah dipanen,
karena masih mengalami proses respirasi setelah pemanenan. Proses metabolisme yang penting setelah pemanenan adalah proses
respirasi, yaitu pemecahan oksidatif menggunakan O
2
dengan dengan substrat makro molekul seperti karbohidrat, protein, dan lemak, mejadi molekul-molekul
yang lebih sederhana antara lain CO
2
dan H
2
O Eskin et al., 1971. Proses respirasi yang masih berlangsung setelah buah dipanen, menyebabkan perubahan
pada kandungan kimia dan fisik bahan. Perubahan umumnya terjadi pada warna, tekstur, padatan terlarut dan tingkat keasaman.
Pada kondisi normal dimana ketersediaan oksigen mencukupi, maka proses respirasi akan berlangsung secara aerobik. Respirasi aerobik merupakan reaksi
yang kompleks, yang melibatkan reaksi enzim sepanjang jalur glikolisis, proses tricarboxylic acid TCA
dan transport elektron Yam dan Lee, 1995.
9
Secara sederhana persamaan reaksi respirasi dapat dituliskan sebagai berikut: C
6
H
12
O
6
+ 6 O
2
6 CO
2
+ 6 H
2
O + panas Proses respirasi akan terjadi secara anaerobik jika tidak tersedia oksigen dalam
jumlah yang cukup. Pada reaksi anaerobik hanya dihasilkan 2 ATP per 1 molekul glokusa Gambar 1.
Gambar 1 Proses respirasi anaerobik
Laju respirasi buah segar ditentukan dengan mengukur laju produksi CO
2
atau konsumsi O
2
. Hasil pengukuran jumlah gas CO
2
yang dihasilkan dan gas O
2
yang digunakan dapat dilakukan proses evaluasi terhadap proses respirasi. Pengamatan terhadap laju respirasi dapat digunakan untuk menggolongkan buah
ke dalam kelompok non klimakterik atau klimakterik. Menurut Fonseca et al. 2002 umumnya kelompok non klimakterik mempunyai laju respirasi yang tinggi
pada awal perkembangan buah dan akan menurun selama proses pemasakan. Kelompok buah klimakterik juga mempunyai laju respirasi yang tinggi diawal
perkembangannya dan menurun setelah terjadi peningkatan laju respirasi mendadak yang terjadi bertepatan dengan proses pemasakan atau pelayuan. Hasil
penelitian Broto 1990 menunjukkan bahwa berdasarkan laju respirasinya buah rambutan termasuk dalam kelompok non klimakterik. Hal ini ditandai dengan
menurunnya laju produksi CO
2
buah rambutan selama penyimpanan. Produksi etilen yang dihasilkan juga sangat rendah yakni 0,01 μ lkg jam. Jika
peningkatan mencapai 2-3 μ lkg jam hal ini mengindikasikan adanya infeksi jamur pada buah.
Selama proses metabolisme berlangsung produk segar membutuhkan O
2
untuk melakukan proses respirasi dan akan memproduksi CO
2
dan etilen.
Glukosa
2 etanol
10
Komposisi udara normal terdiri dari 78 Nitrogen, 21 Oksigen dan 0,03 Karbondioksida. Bila konsentrasi O
2
diturunkan dan CO
2
dinaikkan, maka kecepatan respirasi akan menurun. Etilen C
2
H
4
adalah hormon pematangan pada bagian tanaman yang bersifat mudah bergerak, yang berfungsi untuk
membangkitkan pematangan pada permulaan atau menjelang terjadinya respirasi Pantastico, 1975. Menurut Zagory 1995 etilen berhubungan dengan laju
respirasi produk buah dan sayur segar. Pada beberapa kasus buah klimakterik, etilen dapat mempercepat laju kemasakan dan kelayuan buah. Sedangkan pada
buah non klimakterik etilen menyebabkan peningkatan laju respirasi. Menurut Lakitan 2004 ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju
respirasi yaitu ketersediaan substrat, ketersediaan oksigen, suhu penyimpanan, jenis dan umur tanaman. Laju respirasi tinggi pada buah terjadi saat sel aktif
membelah dan kemudian akan menurun. Oleh karena itu pemanenan pada saat buah masih muda akan mengakibatkan laju respirasi yang lebih tinggi. Laju
respirasi berhubungan dengan daya simpan produk. Laju respirasi yang tinggi biasanya diikuti oleh daya simpan yang rendah dan sebaliknya. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu rendah dapat mengurangi laju respirasi, sehingga meningkatkan daya simpan produk segar. Buah rambutan
varietas Jit Lee dan R156 dapat disimpan sampai 13 hari pada suhu 10°C, sedangkan varietas R162 masih dapat diterima konsumen sampai hari ke-15 pada
suhu 7,5°C O’Hare et al., 1994. Silvakumar dan Lisa 2006 menyebutkan bahwa penyimpanan buah litchi cv Mauritus penyimpanan pada suhu 14°C
merupakan suhu penyimpanan terbaik jika dibandingkan dengan suhu kamar dan suhu yang berfluktuasi. Tabel 3 menunjukkan pengaruh suhu terhadap laju
respirasi pada beberapa produk hortikultura.
Tabel 3 Pengaruh suhu penyimpanan terhadap laju respirasi
Laju produksi CO
2
mlkg.jam Produk segar
Suhu kamar Suhu rendah
Daun bawang rajangan
a
64,93 98,60 suhu 10°C
Buah duku
b
50,80 49,56 suhu 15°C dan
49,68 suhu 20°C Buah rambutan
c
34,76 17,78 suhu 15°C dan
13,35 suhu 10°C
a
Sugiarto, 2006;
b
Adnan, 2006;
c
Hasbi, 1995
11
2.3 Mutu Buah dan Penanganan Pasca Panen