I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi yang cukup besar sebagai pengekspor produk hortikultura, terutama buah-buahan segar yang merupakan sumber vitamin dan
mineral bagi tubuh. Selain mengandung zat nutrisi yang baik, buah-buahan segar memberikan rasa yang enak dan kepuasan bagi yang orang mengkonsumsinya,
karena mempunyai warna, aroma dan tekstur yang menarik. Buah rambutan Nephelium lappaceum L. termasuk dalam famili
Sapindaceae, merupakan salah satu tanaman buah tropis asli Indonesia. Produksi
buah rambutan di Indonesia menunjukkan grafik meningkat dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2003, tetapi produksinya relatif stabil sejak tahun 2004
sampai tahun 2007. Berdasarkan data BPS 2008, buah rambutan menempati urutan ke-5 dalam produksi sub sektor hortikultura di Indonesia setelah pisang
5.454.226 ton, jeruk 2.625.884 ton, nenas 2.237.858 ton, mangga 1.818.619 ton dan salak 805.879 ton. Nilai ekspor buah rambutan menunjukkan
kecenderungan meningkat dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2003, hal ini menegaskan bahwa buah rambutan merupakan salah satu komoditas pertanian
yang berpotensi besar untuk dikembangkan. Masalah yang sering muncul pada produk pertanian dalam bentuk segar
adalah kerusakan yang timbul akibat proses respirasi dan transpirasi yang masih berlangsung setelah produk pertanian dipanen. Oleh karena itu, penanganan pasca
panen pada buah rambutan segar bertujuan untuk memperlambat laju repirasi dan transpirasi, sehingga perubahan mutu buah dapat diperlambat. Perubahan mutu
buah rambutan yang umum terjadi pada rambut dan kulit buah rambutan adalah terjadinya perubahan warna, walaupun secara cita rasa daging buah masih dapat
diterima oleh konsumen Brown et al., 1985; Muhidin, 1989; O’Hare et al., 1994. Hasil penelitian O’hare et al. 1994 menunjukkan rambut buah menjadi lebih
cepat rusak karena jumlah stomata terbanyak pada buah rambutan terdapat pada rambut buah, hampir mencapai 50–70 stomata per mm
2
dan jenis stomata tersebut membuka secara permanen sehingga laju transpirasi tinggi. Teknologi
penyimpanan yang banyak dikembangkan sekarang adalah controlled atmofer
2
CA dan modified atmosfer packaging MAP. Penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa teknologi CA dan MAP berhasil dalam meningkatkan umur simpan produk-produk segar hasil pertanian. Tetapi dalam pelaksanaannya
teknologi MAP lebih banyak diterapkan karena tidak membutuhkan gas generator untuk mengontrol atmosfer penyimpanan, sehingga lebih ekonomis.
Penerapan teknologi MAP menggunakan berbagai bahan kemasan pada buah rambutan telah banyak diteliti. Penelitian Brown et al. 1985 menunjukkan
bahwa penggunaan kantong plastik polyethylene PE tertutup rapat memberikan hasil yang signifikan dalam mempertahankan susut bobot buah rambutan pada
suhu rendah, dan buah dapat bertahan sampai hari kesembilan. Pemberian atmosfir lingkungan dengan komposisi 3-5 Oksigen O
2
dan 12-15 Karbondioksida CO
2
mampu mepertahankan kesegaran buah rambutan varietas Binjai sampai hari ke-18,8 pada suhu 10°C dengan menggunakan plastik strecth
film Hasbi, 1995. Hasil penelitian Widjanarko 2000 menunjukkan bahwa
kesegaran buah rambutan yang dikemas dengan menggunakan plastik Polypropylene
PP bertahan sampai hari ke-12. Penyimpanan buah rambutan varietas Rong-Rien menggunakan plastik Low Density Polyethylene LDPE
dengan berbagai ventilasi mampu mempertahankan kesegaran buah sampai hari ke-12 Srilaong et al., 2002.
Menurut Wills et al. 1981 film kemasan polyethylene merupakan bahan pengemas plastik yang baik digunakan pada sistim penyimpanan dengan atmosfir
termodifikasi, karena mempunyai permeabilitas yang besar terhadap CO
2
dibandingkan dengan O
2
. Meskipun permeabilitas film kemasan polyethylene cukup besar, tetapi tidak cocok digunakan sebagai kemasan tertutup. Kelemahan
dari penggunaan bahan pengemas plastik jenis LDPE dan stretch film pada buah rambutan segar dengan menggunakan teknologi pengemasan atmosfir
termodifikasi adalah cepat terbentuknya uap air pada pemukaan kemasan sebagai akibat proses metabolisme buah. Hal ini berakibat pada peningkatan aktivitas
mikroba, sehingga mempercepat proses kebusukan pada buah. Menurut Zagory 1997 penggunaan bahan pelapis antifog pada permukaan lembaran plastik
mampu mencegah terbentuknya butiran-butiran air membesar pada permukaan kemasan, sehingga kelembaban dalam kemasan dapat terjaga. Bahan pelapis
3
antifog dapat mengurangi tegangan permukaan air pada saat terbentuknya embun
hasil metabolisme produk pada permukaan plastik. Penggunaan bahan kemasan jenis LDPE dengan pelapis antifog diduga
mampu mempertahankan kesegaran buah lebih lama. Oleh karena itu untuk mengoptimalkan umur simpan buah rambutan perlu dilakukan penelitian terhadap
kondisi penyimpanan buah rambutan pada sistim pengemasan atmosfir termodifikasi dengan menggunakan bahan kemasan plastik LDPE antifog pada
suhu kamar dan suhu dingin.
1.2 Perumusan Masalah