mempertahankan  tekstur  buah  lebih  baik  dibandingkan  dengan  kemasan stretch film
.  Pengemasan  buah  bertujuan  untuk  memodifikasi  atmosfir  dalam  kemasan, sehingga  berbeda  dengan  lingkungan,  sehingga  dapat  memperlambat  penurunan
mutu  buah.  Penyimpanan  pada  suhu  kamar  memberikan  perubahan  tekstur  buah lebih  cepat  dibandingkan  dengan  penyimpanan  pada  suhu  10°C.    Hasil  ini
mendukung  pernyataan  Pantastico  et  al.  1975  yang  menyatakan  bahwa  pada penyimpanan iklim tropika yang panas dengan teknik atmosfir termodifikasi tidak
dianjurkan  tanpa  dikombinasikan  dengan  suhu  rendah,  karena  akan  terjadi kerusakan akibat penimbunan panas dan CO
2
. Menurut Tawali dan Zainal 2004 perubahan  tekstur  buah  berhubungan  dengan  berlangsungnya  proses  kelayuan
pada buah. Proses kelayuan buah diakibatkan peningkatan proses respirasi selama penyimpanan.  Penyimpanan  dengan  suhu  10°C  dapat  menurunkan  laju  respirasi
buah rambutan, sehingga perubahan tekstur buah berlangsung lebih lambat.
4.3.2.5 Perubahan off flavor
Off  flavor adalah roma  yang  tidak  diinginkan  pada  buah.  Timbulnya off
flavor ditandai  dengan  adanya  bau  alkohol  yang  tercium  pada  saat  kemasan  di
buka. Analisis statistik non parametrik terhadap timbulnya off flavor menunjukkan bahwa  interaksi  faktor  teknik  pengemasan  dan  suhu  berpengaruh  nyata.  Uji
statistik terhadap pengaruh hari sebagai kelompok memberikan hasil yang berbeda pada  kedua  varietas  yang  diamati.  Pengaruh  hari  penyimpanan  pada  varietas
Binjai  berpengaruh  tidak  nyata,  sedangkan  pada  varietas  Lebak  Bulus berpengaruh  nyata.  Penyimpanan  hari  ke-21  pada  varietas  Lebak  Bulus  berbeda
nyata dengan hari ketujuh dan ke-14 Lampiran 9. Gambar 29 menunjukkan skor perubahan off flavor buah rambutan varietas
Binjai selama 21 hari penyimpanan. Hari ke-7 penyimpanan suhu kamar off flavor mulai  tercium,  yang  ditandai  dengan  munculnya  bau  alkohol  pada  saat  kemasan
dibuka.  Perubahan  aroma  tertinggi  terjadi  pada  perlakuan stretch  film kamar, kemudian diikuti LDPE antifog tanpa perforasi kamar, LDPE antifog 30 perforasi
kamar,  LDPE antifog 5  perforasi kamar dan  LDPE antifog 10  perforasi kamar dengan skor berturut-turut 2,53, 2,4, 2,35, 2,13 dan 2,13. Aroma fermentasi sangat
kuat  tercium  pada  hari  ke-14  penyimpanan.  Ini  tergambar  dari  nilai  skor  buah
yang mencapai 4 untuk perlakuan stretch film. Penyimpanan suhu 10°C mampu mempertahankan aroma buah sampai penyimpanan hari ke-21. Penyimpanan hari
ke-21  skor  tertinggi  terjadi  pada  perlakuan stretch  film suhu  10°C  yaitu  1  yang mengindikasikan  tercium  sedikit off  flavor.    Sedangkan  untuk  perlakuan    LDPE
antifog 30  perforasi suhu  10  °C   dan  LDPE antifog tanpa  perforasi suhu  10  °C
bernilai  0,8  dan  0,3.  Skor  ini  menunjukkan  tida  adanya off  flavor yang  tercium pada saat kemasan di buka. Perubahan aroma belum terjadi pada perlakuan LDPE
antifog 5 perforasi dan LDPE antifog 10.
Keterangan  :  Teknik  pengemasan  :  SF  stretch  film, P0  LDPE antifog tanpa perforasi,  P5 LDPE antifog 5 perforasi, P10  LDPE antifog 10 perforasi,  P30 LDPE antifog
30 perforasi.
Gambar 29  Skor perubahan off flavor buah rambutan varietas Binjai
Uji  lanjut  Dunn  terhadap  skor  perubahan off  flavor pada  buah  rambutan varietas  Binjai  menunjukkan  bahwa  semua  perlakuan  teknik  pengemasan  suhu
10°C berbeda nyata dengan suhu kamar. Rata-rata perubahan skor terendah terjadi pada perlakuan LDPE antifog 5 perforasi suhu 10°C dan tertinggi pada perlakuan
stretch film suhu kamar.
Keterangan  :  Teknik  pengemasan  :  SF  stretch  film, P0  LDPE antifog tanpa perforasi,  P5 LDPE antifog 5 perforasi, P10  LDPE antifog 10 perforasi,  P30 LDPE antifog
30 perforasi.
Gambar 30  Skor perubahan off flavor  buah rambutan varietas Lebak Bulus Gambar  30  skor  menunjukkan  perubahan off  flavor pada  verietas  Lebak
Bulus.  Penyimpanan  hari  ketujuh  suhu  kamar  perlakuan stretch  film  dan  LDPE antifog
tanpa perforasi berada pada skor 3, yang menunjukkan bahwa tercium off flavor
yang  kuat  pada  saat  kemasan  dibuka.  Sedangkan  pada  perlakuan  LDPE antifog
5, 10 dan 30 perforasi mempunyai skor berturut-turut  2,80, 2,87 dan 2,53. Skor  ini  mengindikasikan off  flavor  yang  tercium  sedang.  Hari  ke-14
penyimpanan off flavor berada pada skor 4, yang menunjukkan bahwa tercium off flavor
sangat  kuat  pada  semua  perlakuan  suhu  kamar.  Sedangkan  pada penyimpanan suhu 10°C tidak tercium off flavor sampai penyimpanan hari ke-21.
Uji  satistik  pada  taraf  5  ,  menunjukkan  bahwa  interaksi  faktor  teknik pengemasan  dan  suhu  memberikan  pengaruh  yang  berbeda  nyata  terhadap
terbentuknya off  flavor.  Uji  lanjut  Dunn  menunjukkan  bahwa  perlakuan  LDPE antifog
5,  10,  30  dan  tanpa perforasi  suhu 10  °C  tidak  berbeda  nyata  dengan stretch film
suhu 10 °C, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan stretch film
suhu 10 °C tidak berbeda nyata dengan  LDPE antifog 5, 10, 30 dan tanpa perforasi suhu kamar serta stretch film suhu 10 °C.
Pengamatan  terhadap off  flavor pada  kedua  varietas  menunjukkan  bahwa perubahan off  flavor  disebabkan  pengaruh  suhu.  Perubahan  aroma  pada
penyimpanan  suhu  kamar  disebabkan  karena  jamur  yang  tumbuh  akibat pengembunan  uap  air  dalam  kemasan.  Hasil  ini  sejalan  dengan  hasil  penelitian
Sulistiyowati et  al. 1990  yang  menunjukkan  bahwa,  pada  suhu  kamar pengembunan uap  air pada permukaan kemasan  plastik  LDPE jauh lebih banyak
dibandingkan  pada  suhu  10°C.  Pada  penyimpanan  suhu  kamar,  uap  air  pada kemasan stretch film dan LDPE antifog berwarna kekuningan pada hari ke-7 dan
kuning  kecoklatan  pada  hari  ke-14. Off  flavor  pada  varietas  Lebak  Bulus  lebih kuat dibandingkan dengan varietas Binjai. Hal ini dikarenakan kandungan air pada
varietas Lebak Bulus lebih banyak dibandingkan dengan varietas Binjai, sehingga pertumbuhan jamur menjadi lebih cepat.
Menurut  Sjaifullah  dan  Setyadjit  1997  gejala  kebusukan  pada  buah  apel dalam  kemasan  plastik Polyethylene  didominasi  oleh  aktivitas  jasad  renik  dan
proses fermentasi. Peningkatan aktivitas jasad renik dalam kemasan terjadi karena sifat permeabilitas kemasan  yang rendah terhadap uap air, sehingga uap air hasil
proses respirasi dan transpirasi terkondensasi dalam kemasan yang mengakibatkan RH  dalam  kemasan  meningkat.  Selain  sifat  fisik  bahan  kemasan,  fluktuasi  suhu
yang  cukup  besar  pada  penyimpanan  suhu  kamar  juga  dapat  menyebabkan terjadinya  kondensasi  suhu  dalam  kemasan.  Selama  penyimpanan  suhu  kamar
tercatat suhu berkisar antara 26°C sampai 30°C, dengan kisaran RH antara 79  - 93  .  Terjadinya  proses  fermentasi  dalam  kemasan  ditunjukkan  dengan
terbentuknya  perubahan  warna  uap  air  dalam  kemasan  dari  jernihtanpa  warna menjadi kecoklatan Gambar 31.
a b
Gambar 31 Kondensasi  uap  air  yang  terbentuk  dalam  kemasan  pada penyimpanan suhu kamar a 7 hari b 14 hari
4.3.3 Perubahan Sifat Kimia