Teknologi Pengemasan Atmosfir Termodifikasi (MAP) Menggunakan Bahan Pengemas LDPE Antifog dengan Perforasi pada Penyimpanan Buah Rambutan

(1)

PENGEMAS LDPE

ANTIFOG

DENGAN

PERFORASI

PADA PENYIMPANAN BUAH RAMBUTAN

(Nephelium lappaceum

L.)

YESSY ROSALINA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Teknologi Pengemasan Atmosfir Termodifikasi (MAP) menggunakan Bahan Pengemas LDPE Antifog dengan

Perforasi pada Penyimpanan Buah Rambutan (Nephelium Lappaceum L.) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2010

Yessy Rosalina


(3)

YESSY ROSALINA: Modified Atmosphere Packaging Technology Using LDPE

Antifog Packaging Material With Perforation on Storage Rambutan Fruits (Nephelium lappaceum L.). Supervised by ANI SURYANI, SETYADJIT and INDAH YULIASIH.

Rambutan, like most kinds of fruits deteriorate very quickly in days, therefore it needs packaging material with high permeability. Therefore air and gases can flow interchangeably and freely on the packaging film. Plastic film permeability can be improved by application of perforations or holes. The aim of this research is to study the influence of perforation (microperforation) in the LDPE antifog packaging material on preserving rambutan fruits freshness. The research used LDPE with 44 µm thickness with 100 µm perforation diameter. The treatment used in this research is packaging technology (utilizing LDPE antifog packaging with various number of perforation and stretch film) and two levels of storage temperatures (room temperature, and 10°C). The measured responses are the physical, chemical and physiological changes of rambutan fruits at 7th, 14th and 21st day. From this research, it is found that storing in modified atmosphere with a temperature of 10°C with LDPE antifog packaging material with perforation can keep rambutan fruit freshness significantly on the two varieties of rambutan observed. Best result is achieved on the use of LDPE antifog with 10 perforation and storage temperature of 10°C. In this storage condition, gases balance is reached on the 21st day with 0.001 % O2concentration and 0.000798

% CO2 concentration.


(4)

YESSY ROSALINA. Teknologi Pengemasan Atmosfir Termodifikasi (MAP) Menggunakan Bahan Pengemas LDPE Antifog dengan Perforasi pada Penyimpanan Buah Rambutan (Nephelium lappaceum L.). Dibimbing oleh ANI SURYANI, SETYADJIT dan INDAH YULIASIH.

Buah rambutan termasuk buah yang cepat mengalami penurunan mutu, maka diperlukan bahan kemasan dengan permeabilitas yang tepat, agar pertukaran gas dalam kemasan dapat berlangsung normal melalui film kemasan. Peningkatan permeabilitas plastik film dapat dilakukan dengan pemberian perforasi atau lubang pada permukaanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan

perforasi dengan ukuran mikro (50-200 µm) dapat meningkatkan laju transmisi gas plastik film terhadap O2. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan teknik

pengemasan pada sistim atmosfir termodifikasi menggunakan bahan pengemas LDPE antifog dengan perforasi yang dapat memperpanjang umur simpan buah rambutan. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah teknik pengemasan (menggunakan bahan pengemas plastik LDPE antifog dengan berbagai jumlah

perforasi dan stretch film) dan suhu penyimpanan (suhu kamar dan 10°C). Pengamatan dilakukan terhadap perubahan fisik, kimia dan fisiologi buah rambutan pada hari ke-7, 14 dan 21. Analisa menggunakan rancangan acak kelompok faktorial pada taraf 5 %.

Identifikasi terhadap bahan pengemas yang digunakan menunjukkan bahwa permeabilitas plastik LDPE antifog tanpa perforasi terhadap gas O2 lebih kecil

dibandingkan dengan permeabilitas plastik LDPE antifog dengan 10 perforasi. Hasil penelitian menunjukkan interaksi taknik pengemasan dan suhu penyimpanan pada varietas Binjai dan Lebak Bulus berpengaruh nyata terhadap perubahan mutu fisik buah, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan mutu kimianya. Penyimpanan buah rambutan dengan menggunakan suhu kamar pada kedua varietas yang diamati hanya mampu bertahan sampai hari ketujuh, sedangkan penyimpanan pada suhu 10°C memberikan hasil yang lebih baik. Hasil terbaik diperoleh pada perlakuan LDPE antifog 10 perforasi penyimpanan suhu 10°C. Untuk varietas Binjai pada perlakuan kontrol (LDPEantifogtanpaperforasi) suhu 10°C pada hari ke-21 mulai tercium off flavor pada saat kemasan dibuka, off flavor paling tajam tercium pada perlakuan stretch film. Berdasarkan perubahan mutu fisik buah, perlakuan stretch film, LDPE antifog 30 perforasi dan kontrol kesegarannya hanya bertahan sampai hari ke-14, karena pada hari ke-21 warna kulit hampir 80 % berwarna coklat, mulai tercium aroma yang tidak diinginkan dan tekstur buah mulai menjadi lunak. Perlakuan LDPE antifog 5 perforasi, kesegarannya masih baik pada hari ke-21, tetapi perubahan mutu kimianya lebih cepat terjadi. Untuk varietas Lebak Bulus, perubahan warna rambut lebih cepat terjadi. Hal ini dikarenakan verietas ini mempunyai rambut yang lebih panjang dan halus. Kesegaran buah secara umum, masih baik sampai penyimpanan hari ke-21, ini dikarenakan varietas Lebak Bulus mempunyai laju repirasi yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas Binjai. Pada penyimpanan hari-21 off flavor


(5)

perforasi belum terjadi pada hari ke-14, sedangkan pada perlakuan lainnnya warna kulit buah mulai kecoklatan. Penyimpanan buah rambutan verietas Lebak Bulus menggunakan bahan kemasan LDPE antifog pada suhu 10°C, dapat bertahan sampai lebih dari 21 hari, hal ini didasarkan pada perubahan mutu fisik dan kimia buah selama penyimpanan sampai hari ke-21.

Kesetimbangan gas untuk kemasan LDPEantifog10perforasitercapai pada hari ke-21 dengan konsentrasi gas 0,001 % (O2) dan 0,000798 % (CO2).

Pendekatan dengan menggunakan model matematis dilakukan untuk mengetahui konsentrasi gas sesaat dalam kemasan selama penyimpanan. Model yang dikembangkan oleh Gonzalez et al. (2008) mendekati hasil pengamatan yang dilakukan.


(6)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kririk, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(7)

PENGEMAS LDPE

ANTIFOG

DENGAN

PERFORASI

PADA PENYIMPANAN BUAH RAMBUTAN

(Nephelium lappaceum

L.)

YESSY ROSALINA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(8)

(9)

Penyimpanan Buah Rambutan (Nephelium lappaceumL.)

Nama : Yessy Rosalina N I M : F351070091

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ani Suryani, DEA Ketua

Dr. Ir. Setyadjit, M.App.Sc Dr. Indah Yuliasih, S.TP., M.Si. Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:


(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Teknologi Pengemasan Atmosfir Termodifikasi (MAP) menggunakan Bahan Pengemas LDPE Antifog dengan Perforasi pada Penyimpanan Buah Rambutan (Nephelium lappaceum L.)” dengan baik. Penelitian ini merupakan bagian dari Progam HORTIN. HORTIN adalah program kerjasama penelitian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Departemen Pertanian Indonesia dan Belanda di bidang hortikultura.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA. sebagai ketua Komisi Pembimbing, serta Dr. Ir. Setyadjit, M.App.Sc. dan Dr. Indah Yuliasih, S.TP. M.Si. selaku anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan arahan selama penelitian berlangsung hingga penulisan tesis ini.

2. Ir. M. Zein Nasution, M.App.Sc. selaku dosen penguji luar komisi pada ujian tesis, atas semua saran dan masukan yang diberikan.

3. Pimpinan dan seluruh staf Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Departemen Pertanian yang telah memfasilitasi dan mendanai penelitian ini.

4. Kedua orang tua (Ayah Drs. Herman Zulian dan Ibu Nini Hartati) atas kasih sayang dan do’a yang selalu mengiringi setiap langkah-langkahku.

5. Suami (M. Naubat Alfazari, S.TP.) dan anak tersayang (Naurah Laiqa Sharliz) atas pengertian dan motivasi yang diberikan.

6. Ayuk dan Dang (Yophita Sari, S.Pd. dan Ansori, S.Pd., M.Pd.), adik-adikku (Tri Wahyuni, Jansu Dian Tomi, S.E, M.M. dan Anggi Kurniawan) atas

supportyang telah diberikan.

7. Sahabat baikku Efratenta Katherina, S.Hut. yang selalu menemani dalam suka dan duka.

8. Teman-teman Pasca Sarjana Program Studi Teknologi Industri Pertanian tahun 2007: Nida, Patma, Mbak Iffan, Yayak, Mbak Mia, Zora, Mbak Yuana, Dewi,


(11)

perkuliahan.

9. Teman-teman Pasca Sarjana S2/S3 Program Studi Teknologi Industri Pertanian (Pak Alexie, Pak Syarif, Mbak Susi, Sherli, Teh Rheni, Mas Angga, Niken) dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu pada kesempatan ini, terima kasih telah meluangkan waktunya untuk bertukar pikiran.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Januari 2010

Yessy Rosalina F351070091


(12)

Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 8 April 1981 dari pasangan Drs. Herman Zulian dan Nini Hartati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Pada tahun 1999 penulis diterima pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu melalui jalur SPMB (Sistim Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2003. Tahun 2005 penulis lulus seleksi CPNS di lingkungan Universitas Bengkulu dan bekerja sebagai dosen pada Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian. Penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan pasca sarjana pada tahun 2007 melalui beasiswa BPPS Dikti. Pendidikan pasca sarjana ditempuh pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(13)

xii

Halaman

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN...

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………..………..…... 1.2 Perumusan Masalah………..………..…... 1.3 Tujuan Penelitian………...………... 1.4 Ruang Lingkup Penelitian ….……….…………..…... 1.5 Hipotesa………...

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah Rambutan ………..………... 2.2 Fisiologi Pasca Panen……….………... 2.3 Mutu Buah dan Penanganan Pasca Panen………... 2.3.1 Perubahan Fisik Buah………... 2.3.2 Perubahan Kandungan Kimia Buah………... 2.3.3 Penanganan Pasca Panen………... 2.4 Penyimpanan dalam Atmosfir Termodifikasi.……… ... 2.5 Kemasan Plastik..………..……….. ... 2.6 Penelitian yang Telah Dilakukan …………..………...

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran………..………... 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian………..………….………... 3.3 Bahan dan Alat………..……….………... 3.4 Tahapan Penelitian

3.4.1 Penelitian Pendahuluan……..………...

xiv xvi xviii 1 3 4 4 4 5 8 11 12 13 14 15 17 19 22 22 22 23


(14)

xiii 3.5 Pengamatan dan Rancangan Percobaan

3.5.1 Pengamatan..………... 3.5.2 Rancangan Percobaan………..

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Bahan Pengemas………... 4.2 Karakteristik Buah Rambutan

4.2.1 Sifat Fisik dan Kimia………... 4.2.2 Laju Respirasi……….. 4.2.3 Kerusakan Buah Rambutan selama Penyimpanan………... 4.3 Penyimpanan Buah Rambutan Menggunakan Teknologi MAP

4.3.1 Tahapan Pendinginan Pendahuluan (Precooling)………… 4.3.2 Perubahan Sifat Fisik………... 4.3.3 Perubahan Sifat Kimia………... 4.3.4 Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 dalam Kemasan...

4.3.5 Analisa Biaya Pengemasan………...

V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan………... 5.2 Saran………...

DAFTAR PUSTAKA ………..

27 28

30

34 35 37

41 43 64 75 77

80 80


(15)

xiv

Halaman 1

2

3

Kandungan nutrisi buah rambutan per 100 gram daging buah.... ………...

Karakteristik beberapa varietas buah rambutan………..….. Pengaruh suhu penyimpanan terhadap laju respirasi………....

6

7

10

4 Kriteria pemetikan dari beberapa varietas buah rambutan

berdasarkan perubahan warna………..……….………... 12

5 Permeabilitas beberapa jenis plastik kemasan..……… 19

6 Laju Transmisi Film terhadap Uap Air ...…... 19

7 Hasil penelitian yang telah dilakukan... 20

8 Skor perubahan mutu fisik buah selama penyimpanan……… 28

9 Nilai permeabilitas bahan kemasan………. . 33 10 Karakteristik fisik buah rambutan varietas Binjai dan Lebak Bulus 35 11 Kandungan kimia buah rambutan……….. 35

12 Nilai laju respirasi buah rambutan varietas Binjai pada berbagai suhu penyimpanan……… 36

13 Pengaruh interaksi perlakuan terhadap kandugan TPT varietas Binjai………..……… 64

14 Pengaruh interaksi perlakuan terhadap TPT varietas Lebak Bulus.. 65

15 Pengaruh interaksi perlakuan terhadap vitamin C varietas Binjai… 66 16 Pengaruh interaksi perlakuan terhadap vitamin C varietas Lebak Bulus………..………. 67


(16)

xv

18 Pengaruh interaksi perlakuan terhadap total asam varietas Lebak

Bulus………..……….. 69

19 Pengaruh interaksi perlakuan terhadap nilai pH varietas Binjai…. 71

20 Pengaruh interaksi perlakuan terhadap nilai pH varietas Lebak

Bulus………..……….. 71


(17)

xvi

Halaman

1

2

3

Proses respirasi anerobik... Tahapan perkembangan buah... Faktor-faktor dalam sistim MAP buah segar…..…..………..

9

11

17

4 Kerangka pemikiran……… 22

5 Pengukuran laju respirasi……...…………..…… 24

6 Pengukuran gas dalam kemasan………. 26

7 Posisi lubang pada masing-masing kantong plastik LDPEantifog

(a) 5perforasi (b) 10perforasi(c) 30perforasi………..… 30 8 Pengamatan dengan mikroskop cahaya terpolarisasi kemasan

plastik (a) LPDEantifog (b) LDPE tanpaantifog(c) Diameter

perforasipada LDPEantifog……….…….. 31

9 Penampilan fisik kemasan pada penyimpanan hari ke-8 suhu 10°C

kemasan (a)stretch film (b) LDPEantifog………... 32 10 Buah rambutan (a) varietas Binjai (b) varietas Lebak Bulus……... 34

11 Laju respirasi buah rambutan varietas Lebak Bulus………..…. 37

12 Perubahan persen berat buah rambutan selama penyimpanan……... 38

13 Perubahan kesegaran rambutan selama penyimpanan……….…….. 39

14 Bagian dalam buah pada penyimpanan hari ke-8 (a) tanpa kemasan

(b)Stretch film (c) LDPE antifogtanpaperforasi……… 40

15 Buah rambutan pada penyimpanan suhu dingin hari ke-14 dengan

(a) satu kaliprecooling (b) precoolingdua tahap……….... 42 16 Precoolingdua tahap pada penyimpanan buah rambutan suhu

10°C……….……….. 43

17 Perubahan buah rambutan varietas Binjai selama penyimpanan pada

suhu kamar……… 44


(18)

xvii

19 Perubahan fisik buah rambutan varietas Lebak Bulus selama

penyimpanan suhu kamar………...… 46 20 Perubahan fisik buah rambutan varietas Lebak Bulus selama

penyimpanan suhu 10°C………..…... 47 21 Perubahan persen berat varietas Binjai selama penyimpanan (a)

suhu kamar (b) suhu 10°C ……….... 48 22 Perubahan persen berat varietas Lebak Bulus selama penyimpanan

(a) suhu kamar (b) suhu 10°C……….... 49 23 Skor perubahan warna rambut buah rambutan varietas Binjai……... 51 24 Perubahan skor warna rambut buah rambutan varietas Lebak Bulus. 52 25 Skor perubahan warna kulit buah rambutan varietas Binjai……….. 54 26 Skor perubahan warna kulit buah rambutan varietas Lebak Bulus… 56 27 Skor perubahan tekstur buah rambutan varietas Binjai……….. 57 28 Skor perubahan tekstur buah rambutan varietas Lebak Bulus……… 59 29 Skor perubahanoff flavorbuah rambutan varietas Binjai………….. 61

30 Skor perubahanoff flavor buah rambutan varietas Lebak Bulus…... 62

31 Kondensasi uap air yang terbentuk dalam kemasan pada

penyimpanan suhu kamar (a) 7 hari (b) 14 hari………. 63 32 Penyimpanan buah rambutan pada hari ke-14 (a) suhu kamar

(b) suhu 10°C……….. 68

33 Penyimpanan buah rambutan varietas Binjai hari ke-21 suhu 10°C (a)stretch film; LDPE antifog (b) tanpaperforasi(c) 5perforasi

(d) 10perforasi(e) 10perforasi……… 73 34 Penyimpanan buah rambutan varietas Lebak Bulus hari ke-21 suhu

10°C (a)stretch film; LDPE antifog (b) tanpaperforasi(c) 5

perforasi(d) 10perforasi(e) 30perforasi………. 74 35 Perubahan konsentrasi gas dalam kemasan pada suhu 10°C……….. 76

36 Perbandingan hasil perhitungan konsentrasi sesaat gas


(19)

xviii

Halaman

1

2

3

Prosedur pengamatan sifat fisik plastik...

Prosedur pengamatan perubahan mutu kimia dan fisik...

Diagram alir proses persiapan buah..…..………

86

88

90

4 Diagram alir penelitian lanjutan…..…..……….. 91

5 Analisis ragam perubahan persen berat………. . 92 6 Analisis ragam terhadap skor perubahan warna rambut... 96

7 Analisis ragam terhadap skor perubahan warna kulit... 98

8 Analisis ragam terhadap skor perubahan tekstur... 100

9 Analisis ragam terhadap skor perubahan off flavor... 102

10 Analisis ragam perubahan Total Padatan Terlarut………... 104

11 Analisis ragam perubahan Vitamin C………. 106

12 Analisis ragam perubahan TotalAsam……….…………. 108

13 Analisis ragam perubahan pH………. 110

14 Komposisi gas dalam kemasan suhu 10°C………. 112


(20)

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi yang cukup besar sebagai pengekspor produk hortikultura, terutama buah-buahan segar yang merupakan sumber vitamin dan mineral bagi tubuh. Selain mengandung zat nutrisi yang baik, buah-buahan segar memberikan rasa yang enak dan kepuasan bagi yang orang mengkonsumsinya, karena mempunyai warna, aroma dan tekstur yang menarik.

Buah rambutan (Nephelium lappaceum L.) termasuk dalam famili

Sapindaceae, merupakan salah satu tanaman buah tropis asli Indonesia. Produksi buah rambutan di Indonesia menunjukkan grafik meningkat dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2003, tetapi produksinya relatif stabil sejak tahun 2004 sampai tahun 2007. Berdasarkan data BPS (2008), buah rambutan menempati urutan ke-5 dalam produksi sub sektor hortikultura di Indonesia setelah pisang (5.454.226 ton), jeruk (2.625.884 ton), nenas (2.237.858 ton), mangga (1.818.619 ton) dan salak (805.879 ton). Nilai ekspor buah rambutan menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2003, hal ini menegaskan bahwa buah rambutan merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi besar untuk dikembangkan.

Masalah yang sering muncul pada produk pertanian dalam bentuk segar adalah kerusakan yang timbul akibat proses respirasi dan transpirasi yang masih berlangsung setelah produk pertanian dipanen. Oleh karena itu, penanganan pasca panen pada buah rambutan segar bertujuan untuk memperlambat laju repirasi dan transpirasi, sehingga perubahan mutu buah dapat diperlambat. Perubahan mutu buah rambutan yang umum terjadi pada rambut dan kulit buah rambutan adalah terjadinya perubahan warna, walaupun secara cita rasa daging buah masih dapat diterima oleh konsumen (Brownet al., 1985; Muhidin, 1989;O’Hareet al., 1994). Hasil penelitian O’hare et al. (1994) menunjukkan rambut buah menjadi lebih cepat rusak karena jumlah stomata terbanyak pada buah rambutan terdapat pada rambut buah, hampir mencapai 50–70 stomata per mm2 dan jenis stomata tersebut membuka secara permanen sehingga laju transpirasi tinggi. Teknologi penyimpanan yang banyak dikembangkan sekarang adalah controlled atmofer


(21)

(CA) dan modified atmosfer packaging (MAP). Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa teknologi CA dan MAP berhasil dalam meningkatkan umur simpan produk-produk segar hasil pertanian. Tetapi dalam pelaksanaannya teknologi MAP lebih banyak diterapkan karena tidak membutuhkan gas generator untuk mengontrol atmosfer penyimpanan, sehingga lebih ekonomis.

Penerapan teknologi MAP menggunakan berbagai bahan kemasan pada buah rambutan telah banyak diteliti. Penelitian Brownet al. (1985) menunjukkan bahwa penggunaan kantong plastik polyethylene (PE) tertutup rapat memberikan hasil yang signifikan dalam mempertahankan susut bobot buah rambutan pada suhu rendah, dan buah dapat bertahan sampai hari kesembilan. Pemberian atmosfir lingkungan dengan komposisi 3-5 % Oksigen (O2) dan 12-15 %

Karbondioksida (CO2) mampu mepertahankan kesegaran buah rambutan varietas

Binjai sampai hari ke-18,8 pada suhu 10°C dengan menggunakan plastik strecth film (Hasbi, 1995). Hasil penelitian Widjanarko (2000) menunjukkan bahwa kesegaran buah rambutan yang dikemas dengan menggunakan plastik

Polypropylene (PP) bertahan sampai hari ke-12. Penyimpanan buah rambutan varietas Rong-Rien menggunakan plastik Low Density Polyethylene (LDPE) dengan berbagai ventilasi mampu mempertahankan kesegaran buah sampai hari ke-12 (Srilaonget al., 2002).

Menurut Wills et al. (1981) film kemasan polyethylene merupakan bahan pengemas plastik yang baik digunakan pada sistim penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi, karena mempunyai permeabilitas yang besar terhadap CO2

dibandingkan dengan O2. Meskipun permeabilitas film kemasan polyethylene

cukup besar, tetapi tidak cocok digunakan sebagai kemasan tertutup. Kelemahan dari penggunaan bahan pengemas plastik jenis LDPE dan stretch film pada buah rambutan segar dengan menggunakan teknologi pengemasan atmosfir termodifikasi adalah cepat terbentuknya uap air pada pemukaan kemasan sebagai akibat proses metabolisme buah. Hal ini berakibat pada peningkatan aktivitas mikroba, sehingga mempercepat proses kebusukan pada buah. Menurut Zagory (1997) penggunaan bahan pelapis antifog pada permukaan lembaran plastik mampu mencegah terbentuknya butiran-butiran air membesar pada permukaan kemasan, sehingga kelembaban dalam kemasan dapat terjaga. Bahan pelapis


(22)

antifogdapat mengurangi tegangan permukaan air pada saat terbentuknya embun hasil metabolisme produk pada permukaan plastik.

Penggunaan bahan kemasan jenis LDPE dengan pelapis antifog diduga mampu mempertahankan kesegaran buah lebih lama. Oleh karena itu untuk mengoptimalkan umur simpan buah rambutan perlu dilakukan penelitian terhadap kondisi penyimpanan buah rambutan pada sistim pengemasan atmosfir termodifikasi dengan menggunakan bahan kemasan plastik LDPE antifog pada suhu kamar dan suhu dingin.

1.2 Perumusan Masalah

Penggunaan teknologi MAP ditujukan untuk menjaga kondisi atmosfir dalam kemasan tetap terjaga, sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan umur simpan buah rambutan. Teknologi penyimpanan ini memerlukan kesesuaian antara bahan kemasan dan produk yang dikemas. Hal ini dikarenakan pada saat yang bersamaan terjadi proses penyerapan oksigen (O2) oleh produk yang

digunakan untuk respirasi dan proses pelepasan karbondioksida (CO2) hasil

respirasi oleh bahan kemasan. Oleh karena itu diperlukan bahan kemasan yang mampunyai permeabilitas yang baik untuk mengoptimalkan kesegaran produk yang dikemas. Bahan kemasan plastik mempunyai nilai permeabilitas tertentu, sesuai dengan jenis dan ketebalannya.

Buah rambutan termasuk buah yang cepat mengalami penurunan mutu, maka diperlukan bahan kemasan dengan permeabilitas yang tinggi, agar pertukaran gas dalam kemasan dapat berlangsung normal. Peningkatan permeabilitas plastik film dapat dilakukan dengan pemberian lubang atau

perforasi pada permukaanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lubang dengan ukuran mikro (50-200 µm) dapat meningkatkan laju transmisi gas plastik film terhadap O2 (Gosh dan Anantheswaran, 2001; Gonzalezet al.,2008).

Permasalahan yang ingin dijawab pada penelitian ini adalah memperoleh cara pengemasan dalam sistim atmosfir termodifikasi (MAP) menggunakan bahan pengemasan plastik LDPE antifog berperforasi yang dapat memperpanjang umur simpan buah rambutan.


(23)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan teknik pengemasan pada sistim atmosfir termodifikasi dengan menggunakan bahan pengemas LDPE antifog

berperforasi yang dapat memperpanjang umur simpan buah rambutan.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup yang menjadi batasan pada penelitian ini adalah: a. Varietas buah rambutan yang digunakan adalah Binjai dan Lebak Bulus.

b. Buah rambutan yang akan dikemas adalah buah rambutan dengan tingkat kematangan komersial, artinya buah siap untuk langsung dijual ke konsumen. c. Kematangan buah rambutan yang akan digunakan adalah buah dengan warna

kulit merah (85-100 % kulit buah sudah berwarna merah atau orange) dan kuning (70-85 % kulit buah sudah berwarna merah atauorange).

d. Bahan kemasan plastikpolyethylenejenis LDPE denganantifog diperoleh dari

Food Technology Centre, Wahgeningen Belanda.

1.5 Hipotesa

Pengemasan buah rambutan bertujuan untuk mengurangi kerusakan, terutama pada rambut dan kulit buah. Kerusakan yang terjadi pada rambut disebabkan oleh laju transpirasi dan respirasi selama penyimpanan, sehingga pengemasan pada buah rambutan ditujukan untuk memperlambat laju respirasi dan transpirasi buah. Pada penelitian ini diduga penggunaan kemasan LDPE

antifog dengan perforasi pada jumlah tertentu dapat mempertahankan kesegaran buah rambutan.


(24)

2.1 Buah Rambutan

Buah rambutan (Nephelium lappaceum, L.) merupakan tanaman yang termasuk dalam familySapindaceae dengan ordoSapindales,kelas Angiospermae dan subklas Dicotyledone (Mahisworo, 1989). Menurut Setyati et al. (1985), tanaman rambutan dapat tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 500 m dari permukaan laut. Buah rambutan merupakan buah tropis asli Indonesia yang kemudian menyebar ke daerah tropis lainnya, seperti : Thailand, Philipna, dan Malaysia. Musim bunga rambutan terjadi pada bulan Juli sampai bulan September dan musim buah terjadi pada bulan November sampai bulan Februari setiap tahunnya.

Nama buah rambutan berasal dari Bahasa Melayu, “rambut”. Kata ini diambil sesuai dengan bentuk buah rambutan yang memiliki duri-duri lembut di seluruh permukaan kulitnya. Menurut Popenoe (1971) buah rambutan memiliki berbagai nama, antara lain: rambustan, ramboetan atau rambotang (bahasa Melayu) dan ramboutan atau litchi chevelu (bahasa Perancis). Bentuk buah rambutan berkisar dari bulat sampai oval. Buah rambutan memiliki kulit dengan dua bagian, yaitu kulit luar (pericarp) dan duri halus (spinterns) atau rambut yang menutupi seluruh permukaan kulit luar. Kulit buah rambutan pada saat muda berwarna hijau, dan pada saat matang akan menjadi merah atau kuning. Bagian isi buah rambutan terdiri dari daging buah dan biji. Bagian yang dimakan adalah daging buah yang berwarna putih sampai kekuningan, transparan atau buram, manis, dan berair. Sekitar 48 % dari total bagian buah rambutan adalah daging buah.

Hasil penelitian Lamet al. (1987) menunjukkan kandungan vitamin C pada buah rambutan mencapai 70 mg/100 g bahan (Tabel 1). Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Broto (1990) dimana kandungan vitamin C varietas Binjai pada kematangan komersial rata-rata 58 mg/100 g bahan. Menurut Mahisworo et al. (1989) perbedaan kandungan nutrisi pada daging buah rambutan sangat tergantung pada varietas, kesuburan tanah, banyaknya sinar matahari yang diperoleh, curah hujan dan faktor lainnya .


(25)

Tabel 1 Kandungan nutrisi buah rambutan per 100 gram daging buah

Komponen Jumlah

Air (g) 82,1

Protein (g) 0,9

Lemak (g) 0,3

Abu (g) 0,3

Glukosa (g) 2,8

Fruktosa (g) 3,0

Sukkrosa (g) 9,9

Pati (g) 0,0

Serat makanan (g) 2,8 Asam malat (g) 0,05 Asam sitrat (g) 0,31 Vitamin C (mg) 70,0

Niasin (mg) 0,5

Kalsium (mg) 15

Besi (mg) 0,8

Thiamin (mg) 0,01 Riboflavin (mg) 0,07

Sumber : Lam et al. (1987)

Menurut Broto (1990) terdapat 22 varietas buah rambutan yang tumbuh di Indonesia, baik yang berasal dari galur murni maupun dari hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis galur yang berbeda. Dari ke 22 verietas buah rambutan yang tumbuh di Indonesia, hanya beberapa varietas yang dibudidayakan oleh masyarakat, dengan pertimbangan nilai ekonomis yang relatif tinggi. Faktor yang membedakan dari masing-masing varietas adalah sifat buah, yang meliputi: warna daging buah, kandungan air daging buah, bentuk buah, warna kulit dan ukuran rambut. Karakteristik masing-masing varietas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa, varietas Lebak Bulus mempunyai produktivitas relatif tinggi, sehingga lebih banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Selain produktivitas yang tinggi, varietas Lebak Bulus juga mempunyai bentuk fisik yang cukup menarik dengan rambut halus dan panjang. Varietas Binjai merupakan varietas buah rambutan yang paling disukai di Indonesia, karena rasanya yang manis dan warnanya yang menarik.


(26)

Tabel 2 Karakteristik beberapa varietas buah rambutan

No Varietas Karakteristik

1. Binjai merupakan rambutan terbaik di indonesia

 ukuran buah cukup besar dan lonjong

 kulit buah berwarna merah darah sampai merah tua

 rambut agak kasar dan jarang

 daging buah rasanya manis dan sedikit asam

2. Rapiah rambutan mutu tinggi

 bentuk buah bulat, kecil-sedang, dan kurang menarik

 kulit buah berwarna hijau-kuning-merah tidak merata,

 rambut agak jarang, sangat pendek dan kasar

 daging buah manis dan agak kering, kenyal,

ngelotok, dan tebal

3. Lebak Bulus produktivitas rata-rata 160-170 ikat per pohon

 bentuknya bulat, besar dan menarik

 kulit buah berwarna merah-kuning

 rambut panjang, agak kasar dan halus

 daging buah rasanya segar manis-asam, banyak mengandung air danngelotok

4. Sinyonya buah pada setiap pohonnya banyak, dan cocok untuk diokulasi

 kulit buah berwarna merah tua sampai merah anggur

 rambut halus dan rapat

 daging buah rasanya manis asam, banyak mengandung air, lembek dan tidakngelotok

5. Cimacan bentuk buah lonjong, besar dan menarik

 kulit berwarna merah kekuningan sampai merah tua

 rambut panjang, kasar dan agak jarang

 daging buah rasanya manis dan sedikit berair

6. Silengkeng bentuk buah agak bulat, kecil dan kurang menarik

 kulit buah berwarna merah dan agak keras

 rambut kasar, dan agak jarang

 daging buah rasanya manis, banyak mengandung air, agak kenyal dan kurangngelotok


(27)

Waktu panen buah rambutan dilakukan pada saat warna sudah mencapai warna khas maksimum pada kulit buah. Warna kulit buah rambutan akan berubah sesuai dengan varietasnya. Buah rambutan termasuk pada golongan buah non klimakterik. Golongan buah non klimakterik ditandai dengan penurunan laju produksi CO2 secara terus menerus selama penyimpanan (Broto, 1990). Menurut

Pantastico (1975) tolak ukur yang digunakan sebagai penggolongan buah klimakterik dan non klimakterik adalah responnya terhadap pemberian etilen (C2H4).Buah non klimakterik akan bereaksi pada pemberian C2H4 pada tingkat

manapun pada kondisi prapanen dan pasca panen, sedangkan buah klimakterik hanya akan memberikan reaksi respiratik bila C2H4 diberikan pada tingkat pra

klimakterik.

2.2 Fisiologi Pasca Panen

Produk-produk hasil pertanian merupakan produk yang bersifat perishable

atau mudah rusak. Kerusakan buah terjadi karena produk pertanian setelah dipanen masih mengalami proses biologi, jaringan sel masih menunjukkan aktivitas metabolisme, sehingga selalu mangalami perubahan-perubahan kimiawi dan biokimiawi (Eskin et al., 1971). Buah-buah segar merupakan salah satu produk pertanian yang memerlukan penanganan khusus sesaat setelah dipanen, karena masih mengalami proses respirasi setelah pemanenan.

Proses metabolisme yang penting setelah pemanenan adalah proses respirasi, yaitu pemecahan oksidatif menggunakan O2 dengan dengan substrat

makro molekul seperti karbohidrat, protein, dan lemak, mejadi molekul-molekul yang lebih sederhana antara lain CO2 dan H2O (Eskin et al., 1971). Proses

respirasi yang masih berlangsung setelah buah dipanen, menyebabkan perubahan pada kandungan kimia dan fisik bahan. Perubahan umumnya terjadi pada warna, tekstur, padatan terlarut dan tingkat keasaman.

Pada kondisi normal dimana ketersediaan oksigen mencukupi, maka proses respirasi akan berlangsung secara aerobik. Respirasi aerobik merupakan reaksi yang kompleks, yang melibatkan reaksi enzim sepanjang jalur glikolisis, proses


(28)

Secara sederhana persamaan reaksi respirasi dapat dituliskan sebagai berikut: C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6 H2O + panas

Proses respirasi akan terjadi secara anaerobik jika tidak tersedia oksigen dalam jumlah yang cukup. Pada reaksi anaerobik hanya dihasilkan 2 ATP per 1 molekul glokusa (Gambar 1).

Gambar 1 Proses respirasi anaerobik

Laju respirasi buah segar ditentukan dengan mengukur laju produksi CO2

atau konsumsi O2. Hasil pengukuran jumlah gas CO2yang dihasilkan dan gas O2

yang digunakan dapat dilakukan proses evaluasi terhadap proses respirasi. Pengamatan terhadap laju respirasi dapat digunakan untuk menggolongkan buah ke dalam kelompok non klimakterik atau klimakterik. Menurut Fonseca et al.

(2002) umumnya kelompok non klimakterik mempunyai laju respirasi yang tinggi pada awal perkembangan buah dan akan menurun selama proses pemasakan. Kelompok buah klimakterik juga mempunyai laju respirasi yang tinggi diawal perkembangannya dan menurun setelah terjadi peningkatan laju respirasi mendadak yang terjadi bertepatan dengan proses pemasakan atau pelayuan. Hasil penelitian Broto (1990) menunjukkan bahwa berdasarkan laju respirasinya buah rambutan termasuk dalam kelompok non klimakterik. Hal ini ditandai dengan menurunnya laju produksi CO2 buah rambutan selama penyimpanan. Produksi etilen yang dihasilkan juga sangat rendah yakni < 0,01 μ l/kg jam. Jika peningkatan mencapai 2-3 μ l/kg jam hal ini mengindikasikan adanya infeksi jamur pada buah.

Selama proses metabolisme berlangsung produk segar membutuhkan O2

untuk melakukan proses respirasi dan akan memproduksi CO2 dan etilen.

Glukosa


(29)

Komposisi udara normal terdiri dari 78 % Nitrogen, 21 % Oksigen dan 0,03 % Karbondioksida. Bila konsentrasi O2 diturunkan dan CO2 dinaikkan, maka

kecepatan respirasi akan menurun. Etilen (C2H4) adalah hormon pematangan pada

bagian tanaman yang bersifat mudah bergerak, yang berfungsi untuk membangkitkan pematangan pada permulaan atau menjelang terjadinya respirasi (Pantastico, 1975). Menurut Zagory (1995) etilen berhubungan dengan laju respirasi produk buah dan sayur segar. Pada beberapa kasus buah klimakterik, etilen dapat mempercepat laju kemasakan dan kelayuan buah. Sedangkan pada buah non klimakterik etilen menyebabkan peningkatan laju respirasi.

Menurut Lakitan (2004) ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju respirasi yaitu ketersediaan substrat, ketersediaan oksigen, suhu penyimpanan, jenis dan umur tanaman. Laju respirasi tinggi pada buah terjadi saat sel aktif membelah dan kemudian akan menurun. Oleh karena itu pemanenan pada saat buah masih muda akan mengakibatkan laju respirasi yang lebih tinggi. Laju respirasi berhubungan dengan daya simpan produk. Laju respirasi yang tinggi biasanya diikuti oleh daya simpan yang rendah dan sebaliknya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu rendah dapat mengurangi laju respirasi, sehingga meningkatkan daya simpan produk segar. Buah rambutan varietas Jit Lee dan R156 dapat disimpan sampai 13 hari pada suhu 10°C, sedangkan varietas R162 masih dapat diterima konsumen sampai hari ke-15 pada suhu 7,5°C (O’Hare et al., 1994). Silvakumar dan Lisa (2006) menyebutkan bahwa penyimpanan buah litchi cv Mauritus penyimpanan pada suhu 14°C merupakan suhu penyimpanan terbaik jika dibandingkan dengan suhu kamar dan suhu yang berfluktuasi. Tabel 3 menunjukkan pengaruh suhu terhadap laju respirasi pada beberapa produk hortikultura.

Tabel 3 Pengaruh suhu penyimpanan terhadap laju respirasi

Laju produksi CO2 (ml/kg.jam)

Produk segar

Suhu kamar Suhu rendah

Daun bawang rajangana 64,93 98,60 (suhu 10°C)

Buah dukub 50,80 49,56 (suhu 15°C) dan 49,68 (suhu 20°C)

Buah rambutanc 34,76 17,78 (suhu 15°C) dan 13,35 (suhu 10°C)

a


(30)

2.3 Mutu Buah dan Penanganan Pasca Panen

Menurut Kader (1994) ada beberapa tahapan dalam perkembangan buah, yaitu tahap pertumbuhan, pematangan, pemasakan dan pelayuan (Gambar 2). Selama proses pematangan pada buah segar, akan terjadi beberapa perubahan yang menentukan mutu buah. Umumnya perubahan yang terjadi secara fisik dan kimiawi. Perubahan fisik meliputi warna dan tekstur, sedangkan perubahan kimiawi terdiri dari perubahan kadar air, keasaman/pH, kandungan gula, kandungan vitamin C dan asam-asam organik. Menurut Mahisworo (1989) buah rambutan merupakan buah yang sangat cocok untuk dikonsumsi dalam bentuk segar, karena mempunyai kandungan gula yang baik. Gula dalam buah segar berupa sukrosa (7,8 %), dekstrosa (2,25 %) dan levulosa (1,25 %), dengan kandungan vitamin C dapat mencapai 40-70 mg/100 g bahan.

Gambar 2 Tahapan perkembangan buah

Penanganan buah sesudah dipanen harus dilakukan dengan hati-hati agar tingkat kerusakan buah dapat diminimalkan. Hasil penelitian Broto (1990) menunjukkan bahwa dari berbagai varietas buah rambutan yang diamati faktor yang paling menentukan kualitas buah rambutan segar adalah umur panen dan varietas buah. Panen pada umur yang tepat akan diperoleh buah dengan kualitas maksimal, karena buah sudah mencapai ukuran dan kandungan kimia optimal.

initation perkembangan kematian

pertumbuhan

pematangan n

matang secara fisiologis pemasakan


(31)

2.3.1 Perubahan Fisik Buah

Perubahan fisik buah-buahan yang menonjol selama proses pematangan adalah warna dan tekstur. Perubahan warna merupakan salah satu perubahan yang menonjol selama proses pematangan buah. Perubahan warna pada buah-buahan segar dijadikan sebagai kriteria utama bagi konsumen untuk menentukan mutu buah. Perubahan warna kulit dijadikan salah satu indikator pada saat pemanenan buah. Tabel 4 menunjukkan kriteria proses pematangan pada buah rambutan berbeda-beda sesuai dengan varietasnya. Varietas Binjai memiliki warna kulit yang kemerahan sampai merah darah, sedangkan varietas Lebak Bulus berwarna kuning kemerahan sampaiorange.

Tabel 4 Kriteria pemetikan dari beberapa varietas buah rambutan berdasarkan perubahan warna buah

Varietas Warna Buah

Indonesia

Binjai merah-merah darah

Lebak Bulus orange–kemerahan

Rapiah orange– kemerahan

Malaysia

R3 (Gula Batu) merah

R134 merah

R156 (Muar Gading) kuning

R162 (Daun hijau) merah– kekuningan Filipina

Maharlika merah– kekuningan Seamatjan kuning–kemerah ambuan Seenjonja kuning– kemerah jambuan Singapura

Jitlee orange– kemerahan

Thailand

Rongrien orange– kemerahan

Seechompoo merah jambu

Sumber : Kosiyachinda et al. (1987)

Tekstur buah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tekanan turgor, ukuran dan bentuk sel, keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang dan susunan jaringan. Turgor adalah tekanan dari isi sel terhadap dinding sel sehingga sel ada pada volume normal, tetapi dapat terjadi pertukaran senyawa (Pantastico et al.,


(32)

1975). Tekstur buah tersusun dari polisakarida, dengan komponen utama dari dinding selnya adalah sellulosa dan pektin.

Menurunnya kekerasan pada buah-buahan selama penyimpanan dikarenakan terjadinya proses degradasi hemiselulosa dan pektin. Pektin yang tidak dapat larut (protopektin) menurun jumlahnya, dan berubah menjadi asam pektat yang mudah larut dalam air. Pecahnya protopektin menjadi zat dengan bobot molekul rendah yang larut dalam air mengakibatkan lemahnya dinding sel dan menurunya daya kohesi yang mengikat sel satu dengan yang lain (Pantasticoet al., 1975).

2.3.2 Perubahan Kandungan Kimia Buah

Perubahan kimiawi yang umumnya terjadi pada buah segar selama proses pematangan adalah perubahan gula, asam dan vitamin C. Selama proses pertumbuhan dan pematangan pada buah-buahan, gula-gula sederhana dan pati terbentuk sebagai hasil proses fotosintesa (Eskin, 1971). Pati yang yang tersimpan dalam sel jaringan buah akan diubah menjadi gula sederhana terutama sukrosa, glukosa dan fruktosa. Gula yang terbentuk berfungsi sebagai sumber energi untuk proses respirasi. Pengukuran total gula pada buah segar dilakukan dengan mengukur total padatan terlarut (TPT). Beberapa hasil penelitian terhadap kandungan TPT buah segar selama penyimpanan menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian Sulusi et al. (1991) menunjukkan adanya peningkatan kadar TPT selama penyimpanan buah sirsak. Pada penyimpanan buah nanas terjadi penurunan kandungan TPT yang disebabkan oleh kegiatan respirasi yang lebih dominan daripada terjadinya degradasi sel dan pati (Sunarmaniet al., 1996).

Asam-asam organik yang terdapat pada buah segar merupakan sumber energi bagi buah. Jumlah asam berkurang dengan meningkatnya aktivitas metabolisme buah (Wills et al., 1981). Hasil penelitian Sulusi et al. (1991), menunjukkan terjadi peningkatan total asam yang tertitrasi pada buah sirsak selama penyimpanan. Menurut Nielsen (2003) ada dua konsep yang sering digunakan untuk menentukan kandungan asam pada makanan, yaitu asam tertitrasi dan pH. Asam tertitrasi digunakan untuk pengukuran total konsentrasi asam yang terkandung pada makanan. Nilai asam tertitrasi merupakan alat prediksi kadungan asam yang berdampak pada flavor makanan. pH adalah


(33)

potensial hydrogen atau derajat keasaman. Semakin tinggi nilai pH maka makanan tersebut semakin bersifat basa dan kaya oksigen. Nilai pH rendah menunjukkan makanan tersebut bersifat asam.

Buah dan sayuran segar merupakan sumber vitamin yang baik. Kandungan Vitamin C pada buah-buahan segar dipengaruhi oleh jenis buah, kondisi pertumbuhan, tingkat kematangan saat panen dan penanganan pasca panen. Hasil penelitian Srilaonget al. (2002) menunjukan selama penyimpanan buah rambutan varietas Rong Rien kandungan vitamin C mempunyai pola yang tidak teratur. Menurut Counsell dan Hornig (1981) kadar vitamin C pada buah akan meningkat pada saat buah matang sampai masak, dan akan menurun pada saat tingkat kemasakan buah terlampaui. Oleh karena itu kandungan vitamin C pada buah segar dapat digunakan sebagai indikator kematangan buah.

2.3.3 Penanganan Pasca Panen

Pastastico et al. (1975) menyebutkan, bahwa untuk meminimalkan kerusakan buah segar setelah panen, maka penanganan pasca panen harus dilakukan dengan tepat. Penanganan pasca panen buah rambutan meliputi:

1. Waktu panen merupakan faktor penentu untuk mendapatkan produk buah segar dengan mutu baik. Menurut Sahadevan (1985), waktu panen buah rambutan yang tepat adalah pada saat sebagian besar buah pada satu rumpun berubah warna dari hijau menjadi kuning atau merah. Beberapa cara menentukan tingkat kematangan buah rambutan adalah:

a. Secara visual, ditandai dengan terjadinya perubahan warna kulit, kilap kulit dan ukuran buah (Tabel 4)

b. Secara analisis kimiawi, contohnya dengan mengukur total padatan terlarut. Menurut Kader (www.postharvest.ucdavis.edu) minimum total padatan terlarut pada buah rambutan yang terlah matang adalah 16°brix dan pada beberapa varietas berkisar anatar 17 sampai 21°brix.

c. Secara fisiologis, yaitu dengan mengukur laju respirasi buah. Pengukuran laju respirasi pada produk hortikultura dilakukan dengan mengukur konsumsi O2 atau produksi CO2 (Pantasticoet al.,1975).


(34)

2. Sortasi

Sortasi adalah kegiatan untuk memisahkan komoditas atas dasar perbedaan faktor mutunya. Tujuan dilakukan sortasi adalah agar diperoleh komoditas yang bagus dan seragam. Prinsip pemisahan sortasi didasarkan pada perbedaan ukuran, bentuk, warna, dan lain-lain.

3. Pengemasan

Pengemasan adalah proses menempatkan komoditas pada suatu wadah. Bentuk dan ukuran wadah harus sedemikian rupa, sehingga melindungi komoditas yang dikemas dari berbagai penyebab kerusakan.

4. Penyimpanan buah segar

Penyimpanan buah rambutan dalam bentuk segar merupakan usaha untuk memperpanjang waktu pemakaian buah pada kondisi yang dikehendaki, baik kondisi fisik mapun kimiawinya. Proses penyimpanan buah segar tidak ditujukan untuk memperbaiki mutu buah, tetapi menjaga dan mempertahankan daya gunanya dengan meminimalkan faktor-faktor yang dapat mengakibatkan penurunan mutu buah selama penyimpanan. Daya guna buah meliputi kualitas, kuantitas, harga dan ketersediaanya

5. Pengangkutan/Transportasi

Proses pengangkutan produk-produk hasil pertanian harus dipandang sebagai suatu sistim. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan sistim pengangkutan buah segar, antara lain : waktu dan jarak dari pasar, kondisi produk yang diangkut, perlakuan sebelum pengangkutan, harga komoditas dan biaya transportasi.

2.4 Penyimpanan dalam Atmosfir Termodifikasi

Keberhasilan penyimpanan buah segar dipengaruhi oleh pemahaman mengenai sifat fisiologisnya. Faktor-faktor penting yang perlu dikendalikan selama proses penyimpanan buah segar adalah laju respirasi, transpirasi, produksi etilen, seranga penyakit dan mempertahankan kesegaran buah (Pantastico et al.

1975). Prinsip penyimpanan buah segar adalah mempertahankan kesegaran buah dengan menjaga penguapan air (transpirasi) sekecil mungkin dan laju respirasi diperlambat.


(35)

Masalah utama dalam penyimpanan rambutan adalah mempertahankan warna kulit dan rambut selama proses distribusi. Penyebab paling kritis pada perubahan warna kulit dan rambut buah rambutan adalah kehilangan air akibat proses transpirasi dan respirasi. Perubahan lain yang terjadi akibat kehilangan air adalah susut bobot buah. Penurunan kualitas buah segar ini dapat diperlambat dengan membatasi oksigen selama buah dalam penyimpanan. Cara ini dikenal dengan istilah penyimpanan dengan sistim atmosfir termodifikasi. Menurut Kader (1994) ada dua macam sistim pengemasan dengan mengendalikan kondisi atmosfir dalam kemasan, yaitu:

1. CAS (controlled atmosphere system)

Udara dalam kemasan pada awalnya dikontrol dengan cara menarik semua udara dalam kemasan, kemudian diisi lagi dengan udara yang konsentrasi O2dan CO2 telah diatur. Dengan cara ini kesetimbangan dalam

langsung tercapai. Konsentrasi gas dalam kemasan terus di control menggunkangas generator.

2. MAP(modified atmosphere packaging)

Kesetimbangan O2 dan CO2 dicapai melalui pertukaran udara dalam

kemasan. Untuk mempertahankan komposisi udara yang sesuai dalam kemasan, permeabilitas kemasan yang digunakan harus dapat dilalui oleh O2

dengan laju yang diimbangi oleh konsumsi CO2 buah yang dikemas.

Prinsip penyimpanan buah segar dengan sistim atmosfir termodifikasi (MAP) adalah penyimpanan dengan mengurangi O2 dan menambah kandungan CO2

dengan pengaturan kemasan yang menghasilkan konsentrasi tertentu melalui pengaturan kemasan yang menghasilkan suatu konsentrasi melalui interaksi perembesan gas dan buah yang disimpan (Zagory dan Kader, 1988). Dasar sistim atmosfir termodifikasi adalah menurunkan kenaikan laju respirasi buah dan menurunkan proses kematangan buah secara fisiologis dengan berlahan. Hal yang perlu diperhatikan dalam mendisain MAP buah segar adalah kesesuaian bahan pengemas dengan produk yang dikemas (Gambar 3). Permeabilitas bahan pengemas yang baik harus dapat menyediakan O2 dalam jumlah yang cukup agar


(36)

Pantastico et al. (1975) menyebutkan bahwa penyimpanan buah segar dengan sistim atmosfir termodifikasi pada iklim tropis yang panas, dianjurkan untuk dikombinasikan dengan pendinginan untuk mencegah kerusakan langsung akibat penimbunan panas dan CO2. Dengan demikian beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam mengaplikasian teknologi pengemasan dengan sistim atmosfir termodifikasi adalah: bahan kemasan, kosentrasi O2 dan CO2, serta suhu

penyimpanan. Menurut Kader (1994) penerapan teknik atmosfir termodifikasi pada buah-buahan dan sayuran dicirikan dengan penurunan konsentrasi oksigen (O2) dan peningkatan konsentrasi karbodioksida (CO2). Perubahan komposisi

atmosfir dalam kemasan dapat dilakukan dengan menggunakan bahan pengemas tertentu, yang memiliki permeabilitas terhadap oksigen dan karbondiokasida.

Gambar 3 Faktor-faktor dalam sistim MAP buah segar

2.5 Kemasan Plastik

Kemasan adalah suatu bahan atau benda yang digunakan untuk mewadahi atau membungkus bahan dengan tujuan untuk melindungi bahan yang dikemas dari penyebab kerusakan fisik, kimia maupun mikrobiologi. Selain berfungsi sebagai pelindung bahan yang dikemas, kemasan juga dapat berfungsi sebagai alat promosi. Oleh karena itu kemasan harus didisain sedemikian rupa, agar dapat terlihat menarik tetapi tetap dapat melindungi bahan yang dikemasnya. Kemasan

CO2i CO2o

O2i O2o

Plastik film :

Luas

Permeabilitas O2

Permeabilitas CO2

Ketebalan

Produk :

Berat Konsumsi O2

Produksi CO2


(37)

dapat terbuat dari : kertas, plastik, kayu, kaleng, atau kaca. Masing-masing jenis bahan pengemas mampunyai kelebihan dan kekurangan.

Kemasan buah segar terdiri dari kemasan primer dan sekunder. Kemasan primer adalah : kemasan yang bersetuhan langsung dengan produk yang dikemas.. Kemasan sekunder merupakan bahan pengemas yang digunakan untuk melindungi bahan pengemas primer. Kemasan primer biasa disebut dengan istilah kemasan konsumen, oleh karena itu harus didisain sedemikian rupa agar dapat menarik minat konsumen. Kemasan primer untuk buah segar umumnya terbuat dari bahan pengemas plastik. Kemasan sekunder disebut juga kemasan transportasi. Kemasan jenis ini dapat terbuat dari : kayu dan karton.

Kemasan primer buah segar, saat ini banyak menggunakan bahan kemasan plastik. Penggunaan plastik sebagai kemasan dapat berupa kemasan bentuk

(flexible) atau kemasan kaku. Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat,termoplatis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, CO2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara

menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan.

Tabel 5 dan 6 menunjukkan nilai permeabilitas beberapa jenis film plastik terhadap gas O2, gas CO2 dan H2O. Menurut Zagory dan Kader (1988) jenis

kemasan yang mempunyai permeabilitas rendah cocok digunakan untuk produk segar dengan laju respirasi rendah. Film kemasan yang telah diteliti penggunaannya untuk mengemas buah segar dalam sitim MAP adalah PE, Stretch film, PP dan LDPE (Mendoza et al., 1972; Hasbi, 1995; Widjanarko, 2000; Srilaong et al., 2002). Bahan pengemas dari jenis Polyethylene (PE) baik digunakan untuk penyimpanan produk segar dengan udara terkendali, karena memiliki permeabilitas terhadap CO2 lebih besar dari O2sehingga akumulasi CO2

disekitar bahan lebih kecil dari penyerapan O2. Polyethylene merupakan film yang

lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik.


(38)

Tabel 5 Permeabilitas beberapa jenis plastik kemasan

Permeabilitas (ml/m2/mil/day 1 atm) Jenis Film

CO2 O2

Perbadingan CO2 : O2

PP 7700-21000 1300-6400 3,3 - 5,9

PVC 2463-8138 620-2248 3,6 - 6,9

LDPE 7700-77000 3900-13000 2,0 - 5,9

Polystiren 10000-260000 2600-7700 3,4 - 3,8

Polyester 180-390 52-130 3,0 - 3,5

Saran 52-150 8-26 5,8 - 6,5

Keterangan : 1 mil = 25,4 µm (Zagory dan Kader, 1988)

Tabel 6 Laju Transmisi Film terhadap Uap Air

Jenis Film Laju Transmisi (g/m2/ mil/day 1 atm) x 10-2

PP 7,8-15,7

PVC 19,7-31,5

LDPE 31,5-59

Polystiren 280-393

Keterangan : 1 mil = 25,4 µm (Robertson, 1993)

Perbedaan nilai permeabilitas bahan pengemas plastik dipengaruhi oleh sifat kimia polimer, struktur dasar polimer, dan sifat komponen permeant (Syarief dan Hariyadi, 1993). Dengan pemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada suhu 110OC. Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik, polyethylene mempunyai ketebalan 0,001 sampai 0,01 inchi, yang banyak digunakan sebagai pengemas makanan, karena sifatnya yang thermoplastik, polyethylene mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Syariefet al., 1989).

2.6 Penelitian yang Telah Dilakukan

Penelitian untuk memperpanjang buah rambutan telah banyak dilakukan. Penelitian dilakukan untuk melihat pengaruh suhu, tangkai buah dan jenis kemasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahan pengemas jenis

polyethylene mampu memperpanjang umur simpan buah rambutan sampai hari ke-12, pada penyimpanan suhu dingin dan kondisi atmosfir terkendali (Tabel 7).


(39)

Tabel 7 Hasil penelitian yang telah dilakukan

Peneliti Hasil Penelitian

Mendozaet al.,

1972

Penyimpanan Rambutan Varietas Maharlika dengan menggunakan plastik Poliethylene (PE) berlubang dan tertutup rapat memperlihatkan hasil, bahwa persentase susut bobot buah semakin kecil seiring dengan menurunnya suhu penyimpanan. Pada penyimpanan dengan suhu 5⁰C, terjadi chilling injury pada kulit dan rambut buah, walaupun mutu masih dapat diterima oleh konsumen. Sjaifullah dan

Wiwi, 1973

Penyimpanan Rambutan dengan menyertakan tangkainya dapat mempertahankan kesegaran buah lebih lama dibandingkan dengan penyimpanan tanpa menyertakan tangkai buah.

Brownet al.,1985 Penyimpanan Rambutan Varietas R156 dan R3 dalam kantong plastik selama 9 hari pada suhu 5⁰C, mengakibatkan penurunan terhadap nilai warna kulit buah, meskipun susut bobot dapat diatasi dan mutu buah dapat dipertahankan.

Muhidin, 1989 Penyimpanan Rambutan Varietas Lebak Bulus dalam kantong plastik tertutup rapat yang diisi dengan gas CO2

sebanyak 10 % menghasilkan buah rambutan dengan mutu terbaik.

O’hareet al., 1994 Penyimpanan buah rambutan varietas R162, Jit Lee dan R156 pada kondisi atmosfir normal dapat dipertahankan masing-masing sampai hari ke : 15 (suhu 7,5⁰C), 13 hari (suhu 10⁰C) dan 11-12 (suhu 10⁰C). penyimpanan buah rambutan varietas R162 dengan komposisi CO2 9-12 %

dapat meningkatkan umur simpannya sampai 19-20 hari. Hasbi, 1995 Penyimpanan Rambutan Varietas Binjai pada suhu 10⁰C

dan 15 ⁰C, dengan atmosfir lingkungan : 3-5 % O2 dan

12-15 % CO2 dalam film kemasan stretch film dapat

mempertahankan mutu buah sampai 18,8 hari (pada suhu 10⁰C) dan 16 hari (pada suhu 15⁰C)

Widjanarko, 2000 Pengemasan buah rambutan dengan bahan pengemas plastik pada penyimpanan suhu rendah dapat menurunkan kerusakan kimia dan fisik bahan. Bahan pengemas

polypropylene (PP) cocok dan lebih baik mempertahankan mutu buah rambutan di bandingkan dengan bahan pengemas polyethylene (PE) pada penyimpanan dengan kondisi tertutup rapat (di sealer). Buah rambutan dalam kantong plastik PP masih baik sampai hari ke-12.

Srilaonget al., 2002 MAP secara signifikan mampu mempertahankan umur simpan buah rambutan Varietas Rong-Rien. Penggunaan bahan pengemas plastik LDPE dengan tebal 0,04 mm dan jumlah lubang ventilasi 0, 1, 2, dan 3 masing-masing lubang berdiameter 4 mm pada suhu penyimpanan 12⁰C masih layak dikonsumsi sampai hari ke-12.


(40)

Hidayat, 2005 Bahan pengemas stretch film mampu mempertahankan mutu buah rambutan terolah minimal dengan dan tanpa biji terbaik. Buah rambutan yang dikemas dengan stretch film

pada penyimpanan suhu 10⁰C masih dapat diterima oleh konsumen sampai hari ke-8


(41)

3.1 Kerangka Pemikiran

Kerangka berpikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 4 Kerangka pemikiran

3.2 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan September 2009. Penelitian telah dilaksanakan di Laboraturium Analisa dan Laboratorium Bangsal, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor; Laboratorium Instrumentasi Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor; serta Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jakarta Timur.

3.3 Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan adalah buah rambutan varietas Binjai dan Lebak Bulus yang diperoleh dari daerah Subang dan Blitar. Buah yang dikemas adalah buah yang telah matang secara komersial (Lampiran 3). Bahan kemasan


(42)

yang digunakan adalah kemasan plastik stretch film dan LDPE antifog dengan ketebalan 44 µm. Bahan pembantu yang digunakan adalah NaOH 0,1 N, Iod 0,1 N, indikator phenolftalen, amilum dan aquades.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gas chromatograpi (GC-Hitachi-263-50,detector FID, coloum pocket dengan panjang 3 meter dan isi OV-17, carrier gas N2, serta sistim pengapian H2 dan udara), hand refraktometer, timbangan analitik, cold storage, thermometer, sealer, kamera digital, titrasi set, gelas ukur, dan labu takar.

3.4 Tahapan Penelitian 3.4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kerusakan-kerusakan pada buah rambutan yang dikemas dan menentukan waktu adaptasi buah rambutan pada suhu dingin. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Karakterisasi sifat fisik bahan pengemas

a. Untuk mengidentifikasi posisi lubang, ukuran lubang dan permukaan bahan pengemasan LDPE antifog, dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi dengan 400 kali pembesaran.

b. Pengukuran sifat fisik plastik LDPE antifog menggunakan metode ASTM. Pengukuran meliputi ketebalan, laju transmisi uap air serta laju transmisi gas lembaran plastik film terhadap O2dan CO2 (Lampiran 1).

2. Karakterisasi buah rambutan

Karakterisai buah rambutan meliputi pengamatan terhadap sifat fisik, kimia dan fisiologis. Buah rambutan yang digunakan untuk bahan penelitian adalah buah yang sudah matang dipohon atau buah siap panen, yang ditandai dengan sudah terjadinya perubahan warna pada rambut buah. Buah kemudian dibersihkan dan dipotong tangkainya. Tangkai buah yang tersisa ± 0,5 cm dari buah. Buah rambutan kemudian dicuci dan disortasi berdasarkan warna kulit. Buah yang telah disortasi berdasarkan warna kulit, kemudian dianalisa mutu fisik dan kimia. Mutu fisik meliputi berat rata-rata per buah, warna, dan


(43)

penampakan. Mutu kimia meliputi analisa pH, total padatan terlarut, kandungan vitamin C dan total asam.

Sifat fisiologis buah rambutan dilakukan dengan mengukur laju respirasi buah. Untuk mengukur laju respirasi, dilakukan dengan menggunakanclosed system (Hasbullah, 2007). Sebanyak 15 buah rambutan disimpan dalam toples kaca tertutup rapat kemudian disimpan dalam suhu ruang dan suhu dingin. Pengukuran dilakukan setiap 1 jam sebanyak 3 kali pengambilan pada hari pertama sampai ke tiga. Selanjutnya pada hari ke-4 sampai ke-6 hanya 1 kali pengambilan. Pengukuran dilakukan dengan cara pengambil gas dalam toples setiap 1 jam. Setelah pengukuran dilakukan, tutup toples dibuka selama 15 menit untuk mengembalikan udara dalam kemasan kembali normal. Selanjutnya toples ditutup lagi untuk mencegah gas keluar. Konsentrasi gas diukur dengan menggunakan alat gas kromatografi. Laju respirasi buah diukur dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

R : laju respirasi (ml CO2/kg-jam atau ml O2/kg- jam)

V : volume bebas chamber (ml) v : volume inject

x : konsentrasi gas i (%) W : berat buah rambutan (kg) t : selang waktu pengamatan (jam)


(44)

3. Penentuan waktu adaptasi buah pada suhu dingin

Penentuan waktu adaptasi atau precooling dilakukan untuk buah yang akan disimpan pada suhu 10⁰C. Precooling dilakukan untuk memberikan waktu buah beradaptasi dengan suhu penyimpanan. Precooling dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a. Satu tahap

Buah dicuci dan disortasi, kemudian buah disimpan dalam pendingin dengan suhu 15⁰C selama dua jam, lalu buah dikemas dalam kantong LDPEantifogdanstretch film.

b. Dua tahap

Buah dicuci dan disortasi, kemudian buah disimpan dalam pendingin dengan suhu 15⁰C selama dua jam, lalu buah dikemas dalam kantong LDPEantifog dan stretch film. Kemudian buah disimpan lagi pada suhu 15⁰C selama 24 jam.

3.4.2 Penelitian Lanjutan

Buah rambutan varietas Binjai dan Lebak Bulus dengan tingkat kematangan komersial diperoleh dari daerah Blitar dan Subang. Buah rambutan dibersihkan dan dicuci dengan air mengalir, lalu disortasi berdasarkan warna kulit buah. Pengemasan dilakukan untuk buah dengan warna kulit kuning (70-85 % kulit buah berwarna merah atau orange) dan merah (85-100 % kulit buah berwarna merah atau orange). Pengemasan dilakukan dengan menggunakan bahan pengemasstretch filmdan kantong plastik LDPEantifogdengan ketebalan 44 µm ukuran 25 cm x 30 cm, dengan jumlah lubang perforasi 0, 5, 10, dan 30 (masing-masing berdiameter 100 µm). Sebanyak 15 buah rambutan dikemas dalam masing-masing kemasan, kemudian disimpan pada suhu kamar dan suhu 10 ⁰C. Pengamatan dilakukan pada hari ke-7, 14, dan 21. Penelitian utama terdiri dari beberapa tahapan yaitu:

1. Pengukuran perubahan komposisi gas O2 dan CO2 dalam kemasan

Pengukuran terhadap perubahan komposisi gas dalam kemasan dilakukan untuk mengetahui kondisi setimbang. Pengukuran gas dalam kemasan dilakukan sebelum kemasan dibuka dengan menggunakan syringe,


(45)

kemudian konsentrasi gas O2 dan CO2 diukur dengan menggunakan gas

kromatograpi.

Gambar 6 Pengambilan sampel gas dalam kemasan

Konsentrasi gas O2 dan CO2dihitung dengan menggunakan rumus

2. Pengukuran konsentrasi gas sesaat dalam kemasan

Pengukuran konsentrasi gas sesaat dalam kemasan selama penyimpanan dilakukan dengan menggunakan model matematis yang dikembangkan Sutrisno (2007) dan Gonzalezet al.,(2008).

a. Sutrisno (2007)

………(1) Keterangan:

Y(t) : konsentrasi gas i sesaat dalam kemasan pada saat “t” (%) Ys : konsentrasi gas i setimbang dalam kemasan (%)

Ya : konsentrasi gas i di atmosfir (%)

K : permeabilitas efektif kemasan terhadap gas i (ml/m2/jam.atm)

V : volume bebas (ml) t : waktu (jam)

b. Gonzalezet al.(2008)

Jika Lh dimodifikasi dimodifikasi dengan menggunakan persamaan Fishman (Ghosh dan Anantheswaran, 2001):


(46)

Maka persamaannya menjadi:

……….(2) Keterangan:

dQi/dt : konsentrasi gas i dalam kemasan pada saat t Ah : luas microperforasi (cm2)

Di : koefisien difusi gas i di udara (cm2/s) Ci : volume gas i dalam kemasan

Ci out : volume gas i di luar kemasan x : tebal film kemasan (cm) rh : jari-jari microperforasi (cm)

3.5 Pengamatan dan Rancangan Percobaan 3.5.1 Pengamatan

Buah rambutan yang telah dikemas, kemudian disimpan pada suhu kamar dan suhu 10°C. Pengamatan dilakukan pada perubahan fisik dan kimia buah rambutan dalam kemasan selama penyimpanan. Pengamatan fisik dilakukan untuk melihat perubahan persen berat, warna rambut, warna kulit, tekstur dan aroma selama penyimpanan. Pengamatan dilakukan pada hari ke- 7, 14 dan 21. Masing-masing pengamatan dilakukan dua kali ulangan.

a. Perubahan sifat fisik

Pengamatan dilakukan terhadap perubahan persen berat (Lampiran 2), warna rambut, warna kulit, tekstur dan aroma selama penyimpanan. Skor perubahan mutu fisik buah dapat dilihat pada Tabel 8. Data non parametrik dianalisis dengan menggunakan Uji Kruskal Wallis pada taraf 5 %, dan uji lanjut menggunakan Uji Dunn. Analisa dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 13.

b. Perubahan sifat kimia

Pengamatan kimia dilakukan terhadap perubahan: a) Total Padatan Terlarut (Total Solid Suspended / TSS) b) Total Asam

c) Kandungan Vitamin C d) Nilai pH


(47)

Motode dan prosedur analisis diuraikan pada Lampiran 2. Tabel 8 Skor perubahan mutu fisik buah selama penyimpanan

Parameter pengamatan Nilai

Rambut Kulit

0 45-75 % warna rambut masih hijau

tidak ada browning, warna kulit merah

1 10 -44 % warna rambut hijau 1– 20 % mulai terjadi pencoklatan

2

< 9 % warna rambut hijau. mayoritas sudah berwarna

merah

21– 50 % sudah berwarna coklat

3 warna rambut merah gelap 51– 80 % sudah berwarna coklat

4

warna rambut sudah mulai

coklat 81– 100 % berwarna coklat

Parameter Pengamatan Nilai

Tekstur Off flavoryang tercium

0 lembut / baik tidak ada

1 agak lunak sedikit

2 lunak sedang

3 sangat lunak kuat

4 lunak dan berair sangat kuat

3.5.2 Rancangan Percobaan

Perlakuan yang diberikan adalah teknik pengemasan dan suhu penyimpanan. Bahan kemasan yang digunakan adalah stretch film dan LDPE

antifog. Masing-masing kemasan diisi buah rambutan sebanyak 15 buah, lalu ditutup rapat dengan menggunakansealer pada suhu 130⁰C untuk kemasan LDPE

antifog. Pada kemasan jenis LDPE antifog diberi lubang perforasi dengan diameter 100 µm. Rancangan percobaan yang digunakan adalah disain eksperimen RAK faktorial. Analisa dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 13.

1. Faktor teknik pengemasan (α)

α 0 : buah rambutan dikemas dalam kemasanstretch film

α 1 : buah rambutan dikemas dalam plastik LDPE tanpaperforasi

α 2 : buah rambutan dikemas dalam plastik LDPE dengan 5perforasi

α 3 : buah rambutan dikemas dalam plastik LDPE dengan 10perforasi


(48)

2. Faktor suhu penyimpanan (β) β 1 : suhu kamar

β 2 : tidak disimpan pada suhu kamar (10⁰C)

Model linier aditif yang digunakan:

ijk ij j

i

ijk K

yk ()  dengan :

ijk

y pengamatan (nilai respon)

rataan umum dari seluruh pengamatan i

pengaruh faktor teknik pengemasan ke-i j

pengaruh faktor suhu penyimpanan ke-j

ij )

( pengaruh interaksi faktor teknik pengemasan dan suhu ijk

pengaruh acak (galat) keseluruhan Kk pengaruh kelompok ke-k


(49)

4.1 Karakteristik Bahan Pengemas

Bahan kemasan LDPEantifog yang digunakan pada penelitian ini, diperoleh dariFood Technology Centre, Wahgeningen, Belanda. Kemasan diperoleh berupa kantong plastik yang siap digunakan dengan berbagai jumlah perforasi pada kemasan. Hasil pengamatan terhadap posisi perforasi pada kemasan LDPE

antifog diketahui bahwa jumlah perforasi pada kedua sisi plastik film adalah sama. Posisi lubang pada tiap kantong disajikan pada Gambar 7. Pengamatan terhadap bahan pengemas jenis Low Density Polyethylene (LDPE) dengan pelapis

antifog diketahui, bahwa kemasan yang digunakan mempunyai diameterperforasi

100 µm (Gambar 8). Menurut Gosh dan Anantheswaran (2001) perforasi dengan diameter 5 – 17 mm disebut macro perforasi dan diameter 40 – 200 µm disebut

micro perforasi.

(a) (b) (c)

Gambar 7 Posisi lubang pada masing-masing kantong plastik LDPE antifog

(a) 5 perforasi (b) 10 perforasi (c) 30 perforasi

Gambar 8 menunjukkan pengamatan pada permukaan lapisan bahan pengemas LDPE dan LDPE antifog. Pengamatan dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi menunjukkan, perbedaan pada permukaan plastik LDPE dan LDPEantifog. Permukaan plastik LDPEantifog memiliki lapisan yang tidak terdapat pada plastik LDPE. Lapisan ini merupakan lapisan antifog yang ditambahkan pada permukaan plastik film LDPE. Menurut Zagory (1997) bahan tambahan yang berfungsi sebagai antifog pada lembaran plastik film terbuat dari surfaktan non-ionik. Bahan tambahan ini biasanya mempunyai derajat ketidakcocokan tertentu dengan polimer matriks pada bahan campurannya dan


(50)

akibatnya terjadi migrasi pada permukaan. Bahan tambahan antifog dapat bermigrasi ke permukaan plastik film sehingga dapat mencegah terbentuknya butiran-butiran air membesar pada permukaan kemasan

(a) (b)

(c)

Gambar 8 Pengamatan dengan mikroskop cahaya terpolarisasi (a) permukaan plastik LPDE antifog; (b) permukaan plastik LDPE tanpa antifog

(c) diameterperforasi pada kemasan plastik LDPEantifog

Bahan ini akan mengurangi tegangan permukaan air pada saat terbentuknya embun pada permukaan plastik. Hal ini yang menyebabkan penyimpanan buah dengan LDPE antifog lebih lama, karena selama penyimpanan pembentukan embun pada permukaan plastik menjadi lebih lambat. Tidak terbentuknya embun sebagai akibat terdispersinya uap air oleh komponen pada bahan pengemas yang dilapisi antifog. Air akan terdispersi pada permukaan plastik sehingga pembentukan butiran air akan terhambat. Tidak terbentuknya butiran air pada permukaan plastik dapat menjaga kelembaban dalam kemasan. Terjaganya kondisi kelembaban dalam kemasan akan menekan aktivitas mikroba. Buah yang


(51)

dikemas dengan LDPE antifog terlihat lebih menarik karena kemasan menjadi lebih bersih tanpa adanya butiran uap air pada kemasan (Gambar 9).

(a) (b)

Gambar 9 Penampilan fisik kemasan pada penyimpanan hari ke-8 suhu 10°C (a) kemasanstretch film (b) LDPEantifog

Penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi erat hubungannya dengan difusi gas melalui film. Nilai permeabilitas film kemasan merupakan gambaran, mudah tidaknya gas, uap air, cairan, ion-ion dan molekul terlarut menembus suatu bahan tanpa memperhatikan mekanismenya. Permeabilitas suatu film kemasan adalah kemampuan melewatkan partikel gas dan uap air pada suatu unit luasan bahan pada suatu kondisi tertentu. Nilai permeabilitas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat kimia polimer, struktur dasar polimer, sifat komponen permeant (Syarief dan Hariyadi, 1993). Permeabilitas uap air merupakan suatu ukuran kerentanan suatu bahan untuk terjadinya proses penetrasi air. Permeabilitas uap air dari suatu film kemasan adalah laju kecepatan atau transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang permukaannya rata dengan ketebalan tertentu, sebagai akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu (Lathief, 2001). Sedangkan permeabilitas film kemasan terhadap gas-gas, penting diketahui terutama gas oksigen karena berhubungan dengan sifat bahan dikemas yang masih melakukan respirasi. Permeabilitas kemasan LDPEantifogterhadap uap air, O2 dan CO2 disajikan pada


(52)

Tabel 9 Nilai permeabilitas bahan kemasan

Permeabilitas bahan kemasan terhadap Jenis kemasan Tebal film (mil) Suhu dan RH Uap air (H2O) g/m2/mil/hari

Suhu dan RH

Oksigen (O2) ml/m2/mil/hari

Karbondioksi-da (CO2) ml/m2/mil/hari

LDPE 1,18 23°C dan

76,5 % 0,30 21°C dan 50 % 15,76 89,52 LDPEantifog Tanpa perforasi

1,73 37,8°C dan 100 % 5,35 21°C dan 50 % 18,80 54,53 10 perforasi

1,73 23°C dan 76,5 %

0,17 21°C

dan 50 %

27,51 *

Hasil pengukuran BBKK, Jakarta (menggunakan metode ASTM) *nilainya tidak terditeksi,karena terlalu porous

Hasil pengukuran terhadap nilai permeabilitas bahan pengemas LDPE tehadap O2 dan CO2 lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian Zagory

dan Kader (1988). Meskipun nilai yang diperoleh berbeda tetapi rasio permeabilitas CO2/O2 = 5,67 masih berada pada sesuai dengan hasil penelitian

Zagory dan Kader (1988) yaitu 2,00– 5,90. Laju transmisi bahan pengemas LDPE terhadap H2O yang terukur adalah 0,30 g/m2/mil/hari mendekati hasil yang

diperoleh Robertson senilai 0,31 – 0,59 g/m2/mil/hari (1993). Perbedaan nilai yang diperoleh disebabkan perbedaan metode dan kondisi pada saat pengukuran. Tabel 9 menunjukkan bahwa bahan pengemas LDPE antifog mempunyai permeabilitas terhadap O2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan LDPE tanpa antifog. Nilai pemeabilitas CO2 pada LDPE tanpa antifog lebih tinggi dibandingkan LDPE antifog. Perbedaan ini dikarenakan adanya perbedaan pada proses pembuatan plastik film. Penurunan kemampuan aliran gas melalui plastik film dapat dilakukan meningkatkan derajat ikat silang plastik dan daerah kristalinitasnya.

Nilai permeabilitas LDPE antifog berperforasi terhadap O2 meningkat dari

18,80 cc/m2/mil/hari menjadi 27,51 cc/m2/mil/hari, tetapi pada kondisi ini permeabilitas terhadap CO2 menjadi tidak terukur. Menurut Zagory (1997)

pemberian lubang kecil atau perforasi pada film kemasan menyebabkan film mempunyai keterbatasan fisik karena difusi gas CO2 melalui film kemasan yang


(53)

diberi perforasi terjadi 2-6 kali lebih cepat dibandingkan dengan O2, dengan

demikian CO2 akan keluar dari kemasan lebih cepat dari pada masuknya O2.

Tingginya kecepatan difusi gas CO2 pada kemasan, mengakibatkan nilai

permeabilitasnya juga meningkat sehingga tidak dapat terukur dengan menggunakan metode ASTM. Besarnya nilai permeabilitas terhadap CO2 dapat

menguntungkan pengemasan buah dan sayur segar, karena kesetimbangan gas dalam kemasan tercapai dengan penurunan O2 (1-5 %) tanpa terjadinya akumulasi

CO2 (15-20 %).

4.2 Karakteristik Buah Rambutan 4.2.1 Sifat Fisik dan Kimia

Buah rambutan yang digunakan pada penelitian terdiri dari dua varietas yaitu : varietas Binjai dan varietas Lebak Bulus. Varietas Binjai merupakan salah satu varietas rambutan terbaik Indonesia, tetapi varietas yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia saat ini adalah varietas Lebak Bulus. Pengemasan dilakukan pada buah rambutan yang telah matang (maturity stage), artinya proses pendewasaan sel telah terjadi secara sempurna. Proses ini ditandai dengan terjadinya perubahan fisik dan kimia buah.

(a) (b)

Gambar 10 Buah rambutan (a) varietas Binjai (b) varietas Lebak Bulus

Gambar 10 memperlihatkan perubahan fisik pada buah rambutan matang. Perubahan fisik terlihat pada perubahan warna kulit dan rambut buah serta ukuran buah. Perubahan warna terjadi dari warna hijau menjadi merah sampai merah darah untuk varietas Binjai, dan merah kekuningan sampai merah cerah untuk


(54)

varietas Lebak Bulus. Perubahan ukuran buah terjadi akibat proses pendewasaan sel buah. Ukuran buah varietas Binjai lebih besar dibandingkan dengan varietas Lebak Bulus, tetapi kandungan air varietas Lebak Bulus lebih banyak dibandingkan pada varietas Binjai (Tabel 10).

Tabel 10 Karakteristik fisik buah rambutan varietas Binjai dan Lebak Bulus

Karakteristik fisik Varietas Binjai Varietas Lebak Bulus

Rata-rata berat per buah 35,79 g 27,43 g

Bentuk buah Agak lonjong Bulat

Warna kulit Merah darah sampai merah tua

Merah kekuningan/orange

Rambut Pendek dan kasar Panjang dan agak kasar Rata-rata jumlah

rambut per buah

300– 320 lembar 275– 315 lembar

Panjang rambut 10,3– 15 mm 18– 20,08 mm Daging buah Berwarna putih sampai agak

kekuningan, rasanya manis, dagingnya tebal dan lebih sedikit mengandung air

Berwarna putih, rasanya manis asam, dagingnya tebal, dan lebih banyak mengandung air

Perubahan kimia akan terjadi selama proses pematangan buah. Proses pematangan akan meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis dan penurunan asam-asam organik yang disertai dengan pergeseran nilai pH. Tabel 11 menunjukan bahwa kandungan kimia pada buah rambutan matang pada varietas Binjai dan Lebak Bulus tidak mempunyai perbedaan yang besar. Total asam pada varietas Binjai lebih kecil dibandingkan dengan varietas Lebak Bulus. Perbedaan kandungan total asam tertitasi menyebabkan timbulnya perbedaan rasa pada kedua varietas. Buah rambutan varietas lebak Bulus sedikit lebih asam jika dibandingkan dengan varietas Binjai, hal ini ditunjang dengan nilai total padatan terlarut (TPT) yang lebih kecil.

Tabel 11 Kandungan kimia buah rambutan

Kandungan Komponen Varietas Binjai Varietas Lebak Bulus

pH 4,50 4,45

Total asam (%) 3,74 4,61

Vitamin C (mg/100 g bahan) 45,10 43,73 Total padatan terlarut (°brix) 19,40 18,50


(55)

4.2.2 Laju Respirasi

Laju respirasi merupakan petunjuk daya simpan suatu produk segar. Produk yang mempunyai laju respirasi tinggi umumnya mempunyai umur simpan yang pendek, dan sebaliknya. Laju respirasi buah rambutan varietas Lebak Bulus pada suhu kamar dan suhu 10°C masing-masing 19,71 dan 8,95 ml CO2/kg.jam,

sedangkan laju produksi CO2 pada varietas Binjai pada suhu kamar mencapai

34,76 ml/kg.jam (Tabel 12). Hasil perhitungan ini mendekati hasil yang dikemukan oleh Kader (www.postharvest.ucdavis.edu) yaitu pada penyimpanan suhu 25°C laju respirasi buah rambutan berkisar antara 20 sampai 60 ml CO2/kg.jam. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada suhu rendah, laju

respirasi buah berkurang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pantastico et al.

(1975) yang menyatakan bahwa suhu merupakan faktor dominan dalam usaha menghambat laju respirasi buah dan sayur segar.

Tabel 12 Nilai laju respirasi buah rambutan varietas Binjai pada berbagai suhu penyimpanan

Varietas Suhu

penyimpanan

Rata-rata laju konsumsi O2 (ml

O2/kg.jam)

Rata-rata laju produksi CO2(ml

CO2/kg.jam)

Binjai* Kamar 33,96 34,76

10°C 15,01 13,35

Lebak Bulus Kamar 15,46 19,71

10°C 6,09 8,95

*

Hasbi (1995 )

Hasil pengukuran terhadap laju produksi CO2 yang dihasilkan, dapat

diketahui bahwa buah rambutan termasuk golongan buah non klimakterik (Gambar 11). Penggolongan ini didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya (Broto, 1990; Fonseca, 2002) yang menyatakan golongan buah non klimakterik ditandai dengan tingkat produksi CO2 yang rendah dan relatif terus menurun


(1)

Lampiran 13. Analisis ragam perubahan pH

Varietas Binjai

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: B_pH

Source

Type III Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Corrected Model 2,885(a) 11 ,262 18,054 ,000

Intercept

921,600 1 921,600 63443,4

78 ,000

Hari 1,408 2 ,704 48,464 ,000*

Tek_pengemasan ,155 4 ,039 2,671 ,047*

Suhu ,576 1 ,576 39,652 ,000*

Tek_pengemasan *

Suhu ,091 4 ,023 1,570 ,202

Error ,552 38 ,015

Total 1151,600 50

Corrected Total 3,437 49

*berbeda nyata pada taraf 5%

Uji lanjut perbandingan berganda Duncan

Subset

Hari N 1 2 3

H14 20 4,5600

H7 20 4,8800

H21 10 5,0800

Sig. 1.000 1,000 1,000

Tek_pengemasan N Subset

1 2

P5 10 4,7000

P30 10 4,7800 4,7800

SF 10 4,7800 4,7800

P0 10 4,8400

P10 10 4,8600


(2)

Varietas Lebak Bulus

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: LB_pH

Source

Type III Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Corrected Model ,854(a) 11 ,078 4,391 ,000

Intercept 728,280 1 728,280 41209,008 ,000

Hari ,577 2 ,289 16,328 ,000*

Tek_pengemasan ,025 4 ,006 ,354 ,840

Suhu ,509 1 ,509 28,792 ,000*

Tek_pengemasan *

Suhu ,028 4 ,007 ,390 ,814

Error ,636 36 ,018

Total 1001,590 48

Corrected Total 1,490 47

*berbeda nyata pada taraf 5%

Uji lanjut perbandingan berganda Duncan Subset

Hari N 1 2

H21 10 4,4300

H14 18 4,5667

H7 20 4,6300


(3)

Lampiran 14. Komposisi gas dalam kemasan suhu 10°C

Waktu Kosentrasi gas (%) Jenis Kemasan

(Hari ke-) O2 CO2

Stretch film 7 0,002938 0,000881 14 0,002501 0,000756 21 0,000788 0,00077 LDPEantifog:

0perforasi 7 0,003186 0,00057

14 0,001992 0,000403 21 0,001334 0,000535

5perforasi 7 0,002568 0,000602

14 0,00286 0,000494 21 0,000843 0,000523

10perforasi 7 0,004444 0,000658

14 0,003286 0,000411 21 0,001 0,000798

30perforasi 7 0,002839 0,000536

14 0,002955 0,000818 21 0,000552 0,000643


(4)

Sutrisno (2007) dQi/dt f + F

konsentrasi gas i sesaat dalam kemasan Y(t) = ys + (ya-ys) exp (-K/V*t) keterangan :

Y(t) : konsentrasi gas i sesaat pada saat "t" (%) ys : konsentrasi gas setimbang dalam kemasan (%) ya : konsentrasi gas i d atmosfer (%)

K : permeabilitas efektif gas I (ml/m2/jam.atm) V : volume kemasan (ml)

t : waktu (jam) Permeabilitas Efektif (K)

Ky,z = (SfPf(y,z))/Tf Konsentrasi gas setimbang (ys)

ys = (y,z)a - (WRy,z/Ky,z) Y(t) = ys + (ya-ys) exp (-K/V*t)

ys ya (O2) K O2 V t yt

6,569672 21 0,171963 3080 168 20,86528 6,569672 21 0,171963 3080 336 20,73182 6,569672 21 0,171963 3080 504 20,5996 Gonzalez, et all. (2008)

dQi/dt = (DiAh*(Ci-Ci out))/Lh dQi/dt : gas di dalam kemasan

Di : koef. Difusi gas i d udara (cm2/jam) Ah : luas microperforasi (cm2)

Ci : volume gas i dalam kemasan Ci out : volume gas i d luar kemasan Lh : difusion pass length (cm)


(5)

Jika Lh = x*rh, maka persamaan menjadi dQi/dt = (DiAh*(Ci-Ci out))/x+rh

rh : Jari-jari microperforasi (cm) x : tebal film kemasan (cm)

t Di Ah Cin O2 CoutO2 rh x dQi/dt

168 0,188 0,0000785 0,004444 0,21 0,005 0,0044 -0,00032 336 0,188 0,0000785 0,003286 0,21 0,005 0,0044 -0,00032 504 0,188 0,0000785 0,001 0,21 0,005 0,0044 -0,00033


(6)

Negara Tujuan Ukuran Pallet Sistim Pengemasan

Total Biaya Pengemasan per

kg buah (Rp.) Eropaa (1200 x 800 x 2076) mm Curah 661 - 1.867

MAP 11.508– 13.308 CA 26.123– 27.923 Jerman dan Belandaa (1200 x 1000 x 2076) mm Curah 1.509 - 1.641

MAP 10.138– 11.938 CA 22.013– 23.813 Amerika Serikata (1219 x 1046 x 2076) mm Curah 1.509 - 1.641

MAP 10.138– 11.938 CA 22.013– 23.813 Amerika Serikat dan

Kanadaa

(1067 x 1100 x 2076) mm Curah 1.796– 1.928 MAP 11.877– 13.677 CA 27.230– 29.030 Jepang, Taiwan,

Koreaa

(1100 x 1100 x 2076) mm Curah 1.923– 2.055 MAP 12.644– 14.444 CA 29.533– 31.333 (5651 x 2222 x 2076) mm Curah 972– 1.104

MAP 6.887– 8.687 CA 12.262– 14.062

a

Standar ISO sejak 2003 (www.bsn.go.id) Asumsi baiya yang digunakan :

 Biaya plastik Rp. 500,00– Rp. 1.000,00 (kapasitas 500 gram per kantong)

 Biaya dus karton Rp. 8.000,00– Rp. 10.000,00 (ukuran 400 mm x 300 mm x 130 mm)

 Biaya kontainer ukuran 40 ft $ 2.000

 Biaya kontainer CA $ 6.000