dimana : y
= output fx,z = fungsi produksi rata-rata
gx,z = fungsi risiko produksi qx,z = fungsi inefisiensi teknis
Robison dan Barry 1987 menyebutkan, model yang dikembangkan oleh Just Pope menunjukkan bahwa input yang digunakan berpengaruh terhadap fungsi
produksi rata-rata dan fungsi varians, sehingga dapat dilakukan evaluasi mengenai input-input yang bersifat risk reducing atau risk increasing. Model fungsi Just Pope
dinotasikan : y
= fx,z + g x,zε
dimana : y
= output fx,z = fungsi rata-rata
gx,z = fungsi risiko
3.2. Konsep Risiko Produksi dan Preferensi Risiko Petani
Setelah mengetahui mengenai teori produksi, maka perlu untuk dijelaskan lebih lanjut mengenai bagaimana risiko produksi terjadi dalam suatu proses produksi
usahatani. Debertin 1986 menyebutkan bahwa Frank Knight membedakan definisi antara risiko risk dan ketidakpastian uncertainty. Risiko dapat didefinisikan
sebagai situasi dimana pembuat keputusan mengetahui alternatif hasil dan kemungkinan dengan setiap hasilnya. Bachus et al. 1997 juga menyatakan bahwa
keadaan alam yang dihadapi petani, bisa dikatakan sebuah risiko apabila dapat diketahui kemungkinan terjadinya serta kemungkinan hasil yang diperoleh. Menurut
Ellis 1988, risiko dibatasi oleh kemungkinan-kemungkinan yang dihubungkan dengan kejadian dari suatu peristiwa yang mempengaruhi suatu proses pengambilan
keputusan. Menurut Debertin 1986 risiko adalah suatu kejadian yang kemungkinan
muncul dan menyebabkan fluktuasi hasil dimana kemungkinanprobabilitas hasil yang diterima dapat diestimasi. Sedangkan apabila pelaku usaha tidak memiliki data yang
bisa dikembangkan untuk menyusun distribusi probabilitas akan timbulnya suatu kejadian, disebut ketidakpastian uncertainty.
McConell dan Dillon 1997 mengidentifikasi sumber risiko yang dihadapi petani dalam sistem usahatani berasal dari dua hal, yaitu :
1. Eksternal sistem usahatani, antara lain keadaan alam, ekonomi, keadaan sosial,
kebijakan pemerintah dan kondisi politik. Usaha pertanian sangat tergantung dengan keadaan cuaca dengan segala ketidakpastiannya seperti musim kering
yang berkepanjangan, banjir, badai atau dalam jangka panjang berupa terjadinya perubahan iklim climate change. Risiko bersumber dari kondisi ekonomi adalah
risiko pasar yang berhubungan dengan besarnya permintaan dan penawaran akan mempengaruhi harga output dan input produksi, tingkat inflasi atau suku bunga
dan risiko produktivitas yang disebabkan karena penerapan suatu teknologi baru. Kondisi sosial pada umumnya bukan merupakan suber risiko utama dalam sistem
usahatani. Kontribusi kondisi sosial terhadap risiko usahatani adalah perubahan tingkat pendidikan dan gaya hidup, yang akan mempengaruhi pasokan tenaga
kerja di bidang pertanian. 2.
Internal sistem usahatani, terutama disebabkan karena faktor kesehatan, hubungan inter personal dipengaruhi oleh personality, kebiasaanattitudes dan aspirasi,
serta faktor pendekatan yang dilakukan petani sebagai manager terhadap a konservasi dan degradasi sumber daya pertanian resource and ecological risk,
b penggunaan kredit pertanian financial risk, dan c transfer usahatani antar generasi succession risk.
Pada penggunaan input produksi pengurang risiko, misalnya penggunaan sistim irigasi, penggunaan pestisida, biaya yang dikeluarkan untuk memprediksi
kondisi pasar yang akan datang, menyewa jasa konsultan profesional dan pemakaian peralatanmesin baru merupakan beberapa cara dalam merespon adanya risiko yang
dihadapi oleh pelaku produksi Robison dan Barry, 1987. Dengan kata lain bahwa risiko yang dihadapi petani akan berpengaruh pada pemilihan jenis input yang
digunakan. Jika petani bersifat risk averter, maka input yang menyebabkan variasi hasil akan dihindari oleh petani dan petani akan memilih input lain yang diperkirakan
tidak menimbulkan variasi hasil yang besar. Variasi hasil akan berakibat pada variasi pendapatan petani.
Risiko yang dihadapi petani bisa berupa risiko hasil atau risiko produksi, risiko penggunaan input dan risiko harga jual produksi. Risiko hasil ditimbulkan
antara lain karena adanya serangan hama dan penyakit, kondisi cuacaalam, pasokan air yang bermasalah dan variasi input yang digunakan. Serangan hama dan penyakit
yang diatasi secara organik mempunyai dampak terhadap variasi produksi yang lebih tinggi dari pada jika serangan hama penyakit diatasi secara kimia. Kondisi alam juga
berpengaruh terhadap variasi hasil misalnya dengan kondisi curah hujan yang sangat besar ataupun curah hujan yang sangat kecil bisa menimbulkan gagal panen, seperti
diilustrasikan pada Gambar 2. Dari Gambar 2 dapat dijelaskan mengenai pengaruh curah ujan terhadap risiko
produktivitas yang dihadapi oleh petani. Dalam pemakaian input X yang sama, yaitu sebesar 50 kg per hektar, akan memberikan hasil yang berbeda karena dipengaruhi
oleh tingkat curah hujan yang berbeda, yaitu kondisi curah hujan yang bagus yang mendukung tingginya produktivitas dan curah hujan yang menyebabkan turunnya
produktivitas.
Sumber : McConell, 1997 Gambar 2. Respon Ketidakpastian Produksi Y Karena Penggunaan Input X dan
Kondisi Curah Hujan yang Berbeda Just Pope telah mempelajari banyak mengenai isu penting yang menyertakan
input penurun risiko. Model fungsi produksi dengan memasukkan unsur risiko didalamnya :
q = fx + gxε x merupakan faktor produksi yang digunakan, ε mengikuti distribusi ε~0,σ
2 e
, q adalah besarnya produksi yang dicapai, fx adalah fungsi produksi rata-rata
sedangkan gx adalah fungsi varians atau fungsi risiko Robison dan Barry, 1987. Apabila hasil yang dicapai dalam suatu proses produksi sebesar q dan input
yang digunakan adalah x
i
, i = 1,2, …, n maka ada 7 asumsi yang harus dipenuhi oleh suatu input sebagai input yang bersifat pengurang risiko, yaitu Robison dan
Barry, 1987 : 6.
Eq 0 ; harapan hasil untuk q berniali positif. 7.
∂Eq∂x
i
0 ; input mempunyai kontribusi positif terhadap proses produksi.
8. ∂
2
Eq∂x
i 2
0 ; produktivitas marginal dari input harus bersifat deminishing pada beberapa titik.
9. ∂Eq∂σ
2 e
= 0 ; output yang diharapkan bisa bernilai konstan , walaupun mengurangi varians dari komponen random error.
10. ∂σ
2
q∂x
i
0 ; perubahan dalam varians berhubungan dengan perubahan dalam penurunan risiko terhadap input, mempunyai tanda yang tidak konstan.
11. ∂σ
2
∂q∂x
i
∂x
i
0 ; Perubahan dalam varians dari produksi marginal bisa bernilai positif, negatif atau nol.
12. fθ
x
= θfx ; bersifat konstan stochastik return to scale.
Debertin 1986 menjelaskan, dalam melakukan usahatani petani memilih menggunakan input x dengan jumlah tertentu dengan harapan mampu
memaksimalkan utilitas dalam hal ini utilitas petani didekati dengan besarnya penerimaan. Dengan asumsi bahwa fungsi utilitas merupakan fungsi yang
memaksimalkan utilitas yang diharapkan EUexpected utility maka : EU [πx;p,w]
dapat ditulis sebagai : U = U [Eπ., varπ.]
dimana Eπ. adalah fungsi keuntungan dan var π. adalah variansnya
Jadi fungsi U merupakan suatu fungsi utilitas yang terdiri dari keuntungan dan varians dari keuntungan tersebut,
Eπ = p.gx – w’x = p. Ey – w’x dan var π = p
2
. var y ∂U∂Eπ. 0 maka petani bisa bersifat risk averse, risk taker dan risk
neutral.
Dengan penggunaan model fungsi Just Pope, maksimisasi terhadap utilitas yang diharapkan adalah sama dengan memaksimalkan rata-rata standar deviasi, atau
EU πx; p, w = max Vμ, σ dimana :
μ = Eπ = p.gx – w’x σ = p.hxσ
ε
Ada tiga macam tipe seorang pengambil keputusan sehubungan dengan preferensi terhadap risiko yang dihadapinya. Ketiga tipe tersebut adalah 1 risk taker,
2 risk neutral, dan 3 risk averse. Preferensi terhadap suatu risiko dapat diidentifikasi dengan menggunakan fungsi utilitas yang diasumsikan sebagai fungsi
kuadratik : U = z + bz
2
Variabel z merupakan variabel tingkat utilitas yang dicapai didekati dengan besarnya income sehingga, apabila z diganti dengan harapan income atau Ez maka utilitas
yang diharapkan adalah EU = Ez + bEz
2
dimana Ez
2
= σ
2
+ [Ex]
2
sehingga ; EU = Ex + b[Ex]
2
+ bσ
2
Jadi, fungsi utilitas bukan hanya fungsi dari harapan income, tetapi juga merupakan fungsi dari variansnya, seperti digambarkan dalam Gambar 3.
Gambar 3 menunjukkan perbedaan perilaku petani terhadap risiko income yang dihadapi. Petani risk averse mengharapkan income yang lebih tinggi dengan
bertambahnya risiko income yang dihadapi, artinya apabila petani risk averse akan mengambil suatu peluang dengan risiko yang lebih besar akan mengharapkan income
yang semakin besar pula. Sedangkan perilaku petani risk taker akan mengambil suatu
kesempatan walaupun hasil yang diperoleh rendah tetapi mempunyai peluang mendapatkan keuntungan lebih besar atau mengalami kerugian yang lebih besar pula.
Petani risk neutral menunjukkan perilaku akan mempunyai harapan income yang sama, tidak dipengaruhi oleh besarnya risiko yang dihadapi.
Sumber : Debertin, 1986 Gambar 3. Kurva Indiffenence yang Menghubungkan Varians Income dengan Income
yang Diharapkan Kurva indifference yang menunjukkan hubungan kombinasi dari income dan
variansnya yang menghasilkan jumlah utilitas yang sama, kemungkinan didapatkan dengan berasumsi bahwa U sama dengan U
o
∂U
o
= 0 = 1 + βb ∂Ex + b∂σ
2
dimana, ∂E∂σ
2
= -b[1 + 2bEx] Nilai [1 + 2bEx] selalu bertanda positif. Kemiringan dari kurva indiferen tergantung
pada nilai b. Jika b = 0 menunjukkan bahwa petani bersifat risk neutral. Jika b 0 menunjukkan bahwa petani tersebut risk taker, kurva indiferen mempunyai
kemiringanslope negatif dan apabila b 0 menunjukkan bahwa perani tersebut risk
averse dan kurva indiferen mempunyai kemiringan positif. Hubungan antara tingkat utilitas dengan income petani pada preferensi risiko petani diilustrasikan pada
Gambar 4.
Sumber : Ellis, 1988 Gambar 4. Teori Utilitas dari Pilihan-Pilihan yang Mengandung Risiko
Pada Gambar 4 dapat dijelaskan bahwa Garis DC merupakan garis linier yang mengambarkan hubungan antara utilitas dan income dan mempunyai
kemiringanslope positif, yang berarti semakin banyak income, semakin besar kepuasan atau utilitas seseorang. I
1
dan I
2
merupakan income dengan tingkat risiko yang berbeda dengan kemungkinan kejadian p
1
dan p
2
dimana p
1
+ p
2
= 1. Apabila seseorang mempunyai income sebesar I
A
dimana I
A
mempunyai utilitas yang sama dengan I
E
dan orang tersebut akan menolak untuk mendapatkan income yang lebih besar dari I
A
yaitu I
E
dengan tujuan untuk mencari kepastian income, maka orang
tersebut dikatakan bersifat risk averse, seperti yang ditunjukkan dalam fungsi utilitas DAC yang bersifat decreasing marginal utility. Apabila seseorang yang utilitasnya
sama antara income yang pasti diperoleh I
E
dan dengan income yang beresiko I
A
dan I
B
dan dia memilih untuk mendapatkan income sebesar I
E
, maka orang tersebut dikatakan bersifat risk neutral, seperti ditunjukkan dalam garis fungsi utilitas DC.
Sedangkan apabila seseorang lebih suka untuk memilih income yang lebih tinggi lagi untuk mencapai utilitasnya, dan orang tersebut tidak memilih untuk income sebesar I
A
ataupun I
E
, tetapi akan memilih untuk mencapai income sebesar I
B
, maka orang tersebut bersifat risk taker, dengan kurva utilitas DBC yang bersifat increasing
marginal utility Elis, 1988. Menurut Ellis 1988, beberapa persoalan utama yang banyak menjadi topik
perhatian penelitian dimana di dalamnya mencakup aspek perilaku risiko petani dan menyangkut mata pencaharian atau sumber pendapatan yang diperoleh petani kecil
dan keluarganya antara lain : 1.
Petani kecil pada umumnya bersifat risk averse. Sifat ini diindikasikan mengakibatkan ketidakefisienan dalam penggunaan sumber daya pada tingkat
petani. 2.
Petani kecil dengan sifat risk averse akan menyebabkan pola tanam atau pola pengelolaan usahatani, akan lebih ditujukan pada kecukupan kebutuhan
pangan keluarga, dibandingkan dengan usaha memaksimalkan hasil ataupun memaksimalkan keuntungan.
3. Petani kecil yang bersifat risk averse akan lebih terhambat dalam proses
adopsi terhadap inovasi yang mampu meningkatkan hasil dan juga income petani. Hal ini sangat erat kaitannya dengan konsep risiko terhadap
ketidakmampuan atau keterbatasan informasi. Petani merasa tidak percaya
dan ragu-ragu terhadap suatu inovasi, karena adanya keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang terkait dengan inovasi tersebut. Hal
penting yang juga menghambat petani kecil dalam proses adopsi teknologi adalah dibutuhkan biaya tinggi dalam mengaplikasikan teknologi yang
ditawarkan, di sisi lain petani kecil tidak mempunyai akses terhadap kredit perbankan.
4. Sifat risk averse petani akan menurun atau berkurang sejalan dengan
peningkatan income atau kesejahteraan. Kesejahteraan yang lebih tinggi yang dicapai petani akan akan berpengaruh pada kemampuan petani dalam
menutup kerugian yang mungkin disebabkan karena pengambilan keputusan yang berisiko. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi income
petani, diharapkan akan lebih efisien dalam pengelolaan usahataninya, sehingga lebih mempunyai keinginan untuk melakukan suatu inovasi baru
dan lebih besar akses yang dimiliki petani terhadap kredit perbankan. Dalam melakukan usahatani padi, petani akan selalu menghadapi risiko
produksi. Seperti yang telah dijelaskan dalam Bab II, ada indikasi bahwa risiko yang dihadapi oleh petani padi organik lebih besar jika dibandingkan dengan usahatani padi
non organik. Petani yang bersifat risk averse akan cenderung memilih untuk melakukan usahatani padi non organik yang mempunyai variasi produktivitas lebih
kecil. Sedangkan untuk petani yang bersifat risk taker kemungkinan cenderung memilih melakukan usahatani padi organik yang mempunyai peluang hasil yang
tinggi, tetapi ada kemungkinan akan mengalami gagal panen. Robison dan Barry 1987 menyatakan bahwa preferensi risiko petani dapat
diukur dengan menggunakan fungsi Arrow-Pratt absolute risk aversion yang menggambarkan suatu hubungan fungsional antara tingkat risk aversion petani
dengan kekayaan atau tingkat kesejahteraan sebagai fungsi utilitas individu petani tersebut. Disebutkan bahwa fungsi absolute risk aversion Ry merupakan suatu cara
pengukuran risiko yang unik, yang dihubungkan dengan fungsi utilitas yang dimiliki seseorang U
π.
Ry = – dimana :
U π = fungsi utilitas dari individu
π = penghasilanpendapatan individu
Pengambil keputusan dikatakan bersifat : a risk averse apabila nilai Ry 0, b risk neutral apabila Ry = 0, dan c risk taker apabila Ry 0.
Preferensi risiko akan berubah seiring dengan perubahan penghasilan seseorang. Apabila :
Ry 0 pengambil keputusan dikatakan sebagai decreasing absolute
risk aversion DARA, preferensi risiko seseorang akan lebih bersifat risk taker dengan meningkatnya penghasilan atau
kesejahteraan. Ry = 0
pengambil keputusan dikatakan sebagai constant absolute risk aversion CARA, artinya preferensi risiko seseorang yang
tidak berubah apabila terjadi perubahan kesejahteraan. Ry 0
pengambil keputusan dikatakan sebagai increasing absolute risk aversion IARA, berarti preferensi risiko seseorang yang
semakin bersifat risk averse apabila penghasilannya atau kesejahteraannya semakin meningkat.
Dalam menghadapi berbagai risiko yang timbul pada saat mengelola usahatani, petani mempunyai beberapa strategi yang dilakukan untuk meminimalkan
kerugian yang ditimbulkan dari risiko tersebut. Setiap strategi tersebut akan mengurangi kerugian yang ditimbulkan pada saat kondisi alam tidak menguntungkan
atau kondisi pasar yang tidak berpihak kepada petani. Tetapi strategi yang dilakukan petani tersebut juga bisa menurunkan potensial keuntungan apabila kondisi alam
ataupun pasar berada pada posisi yang menguntungkan bagi petani. Beberapa strategi yang dilakukan petani dalam menghadapi risiko dan ketidakpastian, menurut
Debertin 1986 : 1. Asuransi
Asuransi biasanya digunakan petani pada situasi dimana kemungkinan peluang kejadiannya rendah dan menimbulkan potensi kerugian yang besar.
2. Kontrak penjualan Kontrak penjualan dilakukan terhadap komoditi yang telah ditentukan, pada tingkat
harga tertentu dan jangka waktu pengiriman yang telah ditentukan pada awal kontrak. Sehingga terbentuk future market yang merupakan mekanisme untuk
mengatasi risiko ketidakpastian harga dengan menentukan harga yang disepakati antara petani dan pembeli, dimana pembayarannya dilakukan setelah panen.
Namun kontrak ini juga akan membatasi keuntungan potensial bagi petani apabila harga pasar berpihak pada petani.
3. Peralatan dan fasilitas yang fleksibel Dalam kondisi fluktuasi harga yang tajam, akan lebih baik apabila petani memilih
untuk menggunakan peralatan yang fleksibel . Sedangkan bagi petani yang menghadapi kondisi dimana fluktuasi harga tidak begitu besar, maka akan lebih
baik jika menggunakan peralatan atau fasilitas yang spesifik.
4. Diversifikasi Merupakan strategi yang digunakan petani dalam menghadapi ketidakpastian harga
dan ketidakpastian hasil yang dicapai. Agar lebih efektif, dalam menghadapi fluktuasi harga dan income, maka usaha diversifikasi yang dilakukan harus
mempunyai harga dan hasil yang saling berlawanan antara usaha yang satu dengan yang lainnya.
5. Kebijakan pemerintah Kebijakan pemerintah pada umumnya bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian
harga pasar dibanding dengan ketidakpastian hasil yang dicapai. Kebijakan harga dasar dari pemerintah terhadap komoditi tertentu biasanya mempunyai tujuan
untuk meningkatkan pendapatan petani. Kebijakan dari pemerintah yang lain misalnya adanya subsidi yang diberikan kepada petani.
3.3. Faktor Penentu Penerapan Usahatani Padi Organik