Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Non Organik

serangan hama. Berbeda dengan cara pemupukan dan penanggulangan hama yang dilakukan oleh petani non organik. Petani padi non organik melakukan pemupukan dengan disebarkan pada lahan sawah rata-rata 600 kg per hektar pupuk yang umumnya terdiri dari pupuk Urea, SP36, NPK atau Phonska dan KCl. Sehingga tenaga kerja yang digunakan pada kegiatan pemupukan dengan pupuk kimia tidak sebesar jika menggunakan pupuk organik. Penggunaan pupuk pada usahatani padi organik menunjukkan bahwa rata-rata petani mengaplikasikan 6.79 ton pupuk organik untuk setiap hektar sawah. Penggunaan input pupuk ini melebihi takaran yang dianjurkan yaitu sebesar 5 ton per hektar. Demikian juga dengan penggunaan input benih dan pupuk kimia yang dilakukan oleh petani padi non organik, telah jauh melebihi anjuran dinas pertanian yaitu untuk setiap 1 hektar lahan sawah memerlukan100 kg pupuk urea, 150 kg pupuk phonska atau NPK dan 1.5 ton pupuk kompos atau kandang BPP Kecamatan Gondang, 2010.

5.5. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Non Organik

Petani padi di Kabupaten Sragen pada umumnya merupakan petani kecil. Hal ini dapat dilihat dari ciri utamanya yaitu kecilnya kepemilikan dan penguasaan sumber daya serta kecilnya pendapatan yang diterima dalam usahataninya. Analisis pendapatan usahatani padi organik dan usahatani padi non organik disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12. Analisis Pendapatan Rata-Rata Usahatani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 Rata-Rata Organik Non Organik Penerimaan 14 370 738 17 043 626 Biaya 4 532 909 5 728 550 Pendapatan 9 837 828 11 315 075 Usahatani Rp Dalam menganalisis pendapatan usahatani, tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan. Hanya biaya tenaga kerja yang dibayarkan oleh petani yang dimasukkan dalam komponen biaya produksi. Hal ini dilakukan dengan alasan apabila tenaga kerja keluarga diperhitungkan dalam komponen biaya, maka keuntungan usahatani banyak yang bernilai negatif. Hasil uji statistik untuk melihat perbedaan pendapatan antara usahatani organik dan non organik ditampilkan dalam Tabel 13. Tabel 13 menggambarkan bahwa rata-rata pendapatan yang diperoleh pada usahatani padi organik lebih kecil dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Hasil analisis pendapatan usahatani ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Rubinos et al. 2007, menyatakan bahwa pendapatan per hektar usahatani padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi non organik karena biaya produksi yang dikeluarkan pada usahatani padi organik lebih rendah dibandingkan dengan biaya pada usahatani padi non organik. Tabel 13 juga menunjukkan bahwa dari keseluruhan usahatani padi, pendapatan tertinggi yaitu Rp 21 704 000 per hektar per musim tanam dicapai oleh petani padi organik dam pendapatan terendah adalah Rp 1 819 000 per musim tanam per hektar dicapai oleh petani padi non organik. Petani padi non organik yang mempunyai pendapatan paling rendah adalah petani dengan status lahan sewa, sehingga petani mengeluarkan biaya bagi hasil yang dibayarkan kepada pemilik lahan. Pendapatan Usahatani terendah pada usahatani organik, disebabkan karena petani mengalami gagal panen karena serangan hama. Tabel 13. Perbandingan Pendapatan Rata-Rata per Hektar Usahatani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan uaha padi non organik lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi organik. Variasi pendapatan usahatani organik juga lebih tinggi dibandingkan dengan variasi pendapatan usahatani non organik. Besarnya variasi pendapatan yang dialami oleh petani padi organik merupakan salah satu jawaban mengapa penerapan usahatani padi organik sangat lambat mendapatkan respon dari petani. Ada kemungkinan petani organik mendapatkan pendapatan yang sangat tinggi, tetapi tidak menutup kemungkinan petani organik mengalami penurunan pendapatan dan mempunyai rata- rata pendapatan tiap bulan yang lebih rendah dibanding petani non organik. VI. PREFERENSI RISIKO PETANI PADA PENERAPAN USAHATANI PADI ORGANIK Ada dua pokok bahasan yang akan dibahas dalam Bab ini, yaitu : 1 bahasan mengenai risiko produksi yang ada pada usahatani padi organik, 2 bahasan mengenai preferensi risiko petani yang berhubungan dengan penerapan usahatani padi organik. Pokok bahasan pertama dijelaskan dari hasil estimasi fungsi produksi dan fungsi risiko pada usahatani padi organik dan non organik. Risiko produksi yang dihadapi petani disebabkan karena penggunaan input usahatani dapat diketahui sifat- sifat input yang digunakan dalam usahatani, termasuk input yang bersifat risk increasing atau risk reducingrisk decreasing. Pokok bahasan kedua dijelaskan dari Pendapatan Rp Organik Non Organik Rata-Rata 9 837 828 11 315 075 Maksimum 21 704 166 17 150 000 Minimum 2 340 000 1 819 000 Std. Deviasi 4 510 126 4 352 411 Koef. Variasi 45.48 38.46 t-Hitung Pr |t| -1.3100 0.2002 Usahatani hasil estimasi preferensi risiko masing-masing petani dan faktor-faktor sosial ekonomi petani yang mempengaruhi sikap petani dalam menghadapi suatu risiko tersebut. Setelah diketahui preferensi risiko petani dan faktor sosial ekonomi yang mempengaruhinya, selanjutnya dibahas mengenai pengaruh preferensi risiko petani terhadap penerapan usahatani padi organik berdasar hasil estimasi fungsi probabilitas.

6.1. Pengaruh Penggunaan Input terhadap Produktivitas dan Risiko Produksi