dijual pada pedagang pengumpul atau tengkulak, akan dihargai dengan harga yang sama dengan harga gabah non organik.
5.4. Produktivitas dan Penggunaan Input Usahatani
Analisis penggunaan input usahatani dan produktivitas yang dicapai oleh dua kelompok usahatani yaitu usahatani padi organik dan usahatani padi non organik
disajikan dalam Tabel 11. Untuk membandingkan tingkat produktivitas dan penggunaan input produksi antara usahatani padi organik dan non organik dilakukan
uji-t. Tabel 11 menunjukkan bahwa standard deviasi dan koefisien variasi
produktivitas usahatani padi organik lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Data ini menunjukkan bahwa pada usahatani padi organik mempunyai
tingkat variasi nilai produktivitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan usahatani non organik. Hal ini berarti pada usahatani padi organik lebih besar
risikonya dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Tabel 11. Produktivitas dan Penggunaan Input Usahatani Padi Organik dan Non
Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010
Variabel Rata-Rata Std. Deviasi
Coef. Var. Maksimum Minimum
Usahatani Padi Organik Produktivitas kuintalha
54.03 23.37
43.25 125.00
15.00 Lahan ha
0.53 0.42
78.85 2.00
0.12 Benih kgha
46.31 17.55
37.90 88.20
20.00 Pupuk Organik kgha
6792.33 3867.36
56.94 18604.70
2292.30 Pestisida mlha
4934.41 5027.49
101.89 20000.00
0.00 Tenaga Kerja HKPha
171.54 98.92
57.67 517.30
47.30
Usahatani Padi Non Organik Produktivitas kuintalha
68.94 13.06
18.94 92.31
40.00 Lahan ha
0.79 0.48
61.07 2.00
0.07 Benih kgha
42.16 11.48
27.24 76.92
16.22 Pupuk Urea kgha
325.13 120.18
36.96 769.23
150.00 Pupuk NPK kgha
197.07 212.93
108.04 900.00
0.00 Pupuk Kimia lain kgha
253.92 169.26
66.66 608.11
0.00 Pupuk Organik kgha
1160.91 1351.09
116.38 4587.38
0.00 Tenaga Kerja HKPha
126.70 56.27
44.41 341.92
64.70
Produktivitas rata-rata untuk usahatani padi organik sebesar 54.03 kuintal per hektar dan untuk usahatani non organik sebesar 68.94 kuintal per hektar.
Produktivitas paling rendah sebesar 1.5 ton per hektar dialami oleh petani padi organik. Gagal panen yang dialami petani padi organik tersebut disebabkan karena
adanya serangan hama tikus yang tidak bisa diatasi. Diantara beberapa serangan hama yang dihadapi petani di Kabupaten Sragen, hama tikus Rattus argentiventer
merupakan hama yang sulit diberantas. Tikus mempunyai kemampuan berkembang biak yang sangat cepat. Dalam satu tahun, satu pasang tikus mampu berkembang biak
menjadi 1 270 ekor. Tikus juga menyerang tanaman padi mulai masa vegetatif sampai masa masa pembentukan biji Andoko, 2007. Sehingga hama tikus bisa menyerang
tanaman padi mulai masa awal tanam sampai panen. Untuk mengatasi hama tikus, beberapa petani di Kabupaten Sragen melakukan usaha pemberantasan secara manual
atau memberikan umpan racun nabati. Tetapi upaya tersebut tidak mampu mengatasi serangan hama tikus.
Produktivitas tertinggi dicapai petani sebesar 12.5 ton per hektar dicapai oleh petani padi organik yang menguasai lahan seluas 0.12 hektar. Produktivitas yang
tinggi disebabkan karena pengelolaan usahatani yang lebih intensif dilakukan oleh petani berlahan sempit dibandingkan dengan petani yang mengelola pada lahan yang
luas. Hasil penelitian Carter 1984, yang menganalisis mengenai hubungan terbalik antara luas lahan farm size dengan produktivitas menyatakan bahwa pada pada
peningkatan 1 luas lahan pertanian akan mengurangi produktivitas usahatani sebesar 0.4.
Mayoritas petani yang ada di Kabupaten Sragen merupakan petani kecil dengan luas lahan rata-rata 0.5 hektar untuk petani padi organik dan 0.8 ha untuk
petani padi non organik. Dari uji-t terhadap data rata-rata luas lahan kedua kelompok
usahatani tersebut dapat disimpulkan bahwa penguasaan lahan petani padi organik lebih kecil dibandingkan dengan lahan yang dikuasai oleh petani non organik pada
tingkat α 0.1. Hasil uji perbandingan luas lahan petani organik dan non organik dapat dilihat pada Lampiran 24.
Input benih rata-rata yang digunakan pada usahatani padi organik sebesar 46.3 kg per hektar, melebihi perhitungan yang diperkirakan oleh BPP Kabupaten Sragen
yaitu sebesar 30 kg per hektar. Dengan membandingkan pemakaian benih antara usahatani padi organik dan non organik, dapat diketahui bahwa pada usahatani padi
non organik menggunakan input benih lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan benih pada usahatani padi organik. Benih yang digunakan petani padi organik
mayoritas berasal dari hasil pembenihan yang dilakukan sendiri. Dengan kemudahan dalam mendapatkan input benih tersebut, maka petani menggunakan benih secara
berlebihan. Sedangkan untuk petani padi non organik, pada umumnya input benih diperoleh dari koperasi atau toko sarana produksi. Hal ini yang menyebabkan rata-rata
petani padi non organik lebih sedikit menggunakan input benih per hektar lahan sawah didandingkan dengan petani padi organik.
Rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani padi organik 35 lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa usahatani padi organik merupakan usahatani bersifat labour intensive. Curahan tenaga kerja pada usahatani padi organik yang besar terjadi pada
saat pengolahan tanah dan pemupukan dengan menggunakan pupuk organik kompos atau pupuk kandang. Pupuk organik yang diaplikasikan rata-rata sebanyak 6.79 ton
per hektar pada saat pengolahan tanah. Selain itu penanggulangan hama dan penyakit yang dilakukan petani cenderung bersifat pencegahan preventive, sehingga petani
melakukan penyemprotan pestisida organik lebih sering walaupun belum terjadi
serangan hama. Berbeda dengan cara pemupukan dan penanggulangan hama yang dilakukan oleh petani non organik. Petani padi non organik melakukan pemupukan
dengan disebarkan pada lahan sawah rata-rata 600 kg per hektar pupuk yang umumnya terdiri dari pupuk Urea, SP36, NPK atau Phonska dan KCl. Sehingga
tenaga kerja yang digunakan pada kegiatan pemupukan dengan pupuk kimia tidak sebesar jika menggunakan pupuk organik.
Penggunaan pupuk pada usahatani padi organik menunjukkan bahwa rata-rata petani mengaplikasikan 6.79 ton pupuk organik untuk setiap hektar sawah.
Penggunaan input pupuk ini melebihi takaran yang dianjurkan yaitu sebesar 5 ton per hektar. Demikian juga dengan penggunaan input benih dan pupuk kimia yang
dilakukan oleh petani padi non organik, telah jauh melebihi anjuran dinas pertanian yaitu untuk setiap 1 hektar lahan sawah memerlukan100 kg pupuk urea, 150 kg pupuk
phonska atau NPK dan 1.5 ton pupuk kompos atau kandang BPP Kecamatan Gondang, 2010.
5.5. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Non Organik