Kondisi ketergantungan terhadap hasil usahatani padi mempengaruhi sikap petani akan berusaha menghindari gagal panen atau penurunan hasil yang tinggi. Karena
apabila mengalami penurunan produksi ataupun gagal panen, tidak ada lagi sumber penghasilan yang bisa digunakan untuk biaya modal usahatani musim tanam
berikutnya dan biaya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sehingga sumber penghasilan di luar usahatani padi akan mempengaruhi sikap keberanian petani dalam
mengambil risiko.
5.3. Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen
Berdasarkan penggunaan input organik, ada tiga macam cara pengelolaan usahatani padi di Kabupaten Sragen, yaitu : 1 usahatani padi non organik, 2
usahatani semi organik, dan 3 usahatani organik. Petani dikatakan melakukan usahatani padi non organik apabila semua input pupuk dan pestisida berasal dari
bahan kimia non organik. Petani semi organik adalah petani yang menggunakan pupuk dan pestisida organik sebagai tambahan dari input pupuk dan pestisida kimia.
Petani organik adalah petani yang hanya menggunakan pupuk organik dan pestisida organik.
Luas tanam usahatani padi semi organik yang ada di Kabupaten Sragen terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 luas tanam padi semi organik di
Kabupaten Sragen seluas 675 hektar dan terus meningkat sampai dengan tahun 2009 mencapai 8 007 hektar dengan luas yang berhasil dipanen tahun 2009 adalah 7 413
hektar. Produktivitas usahatani padi semi organik di Kabupaten Sragen juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 produktivitas rata-rata
yang dicapai petani adalah 54.11 kuintal per hektar dengan dengan peningkatan produktivitas per tahun sekitar 2.7 hingga pada tahun 2009 produktivitas padi rata-
rata sebesar 64.88 kuintal per hektar Bappeluh Kabupaten Sragen, 2009.
Usahatani padi organik di Kabupaten Sragen telah dilakukan di Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Sambirejo yang telah memperoleh sertifikat organik dari
lembaga sertifikasi organik independen Inofice Indonesia Organic Farming Infection and Certification. Dalam menjalankan usahataninya, pada umumnya petani
padi organik menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk utamanya. Pupuk kandang berasal dari ternak yang dimiliki oleh petani. Limbah pertanian padi yang berupa
jerami dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Petani juga memanfaatkan daerah pematang sawah sebagai lahan untuk menanam rumput yang digunakan sebagai pakan
ternak. Disamping menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk utama, beberapa petani padi organik juga sedang mengembangkan pupuk hayati berupa tanaman
Azolla yang mampu mengikat unsur Nitrogen dari udara. Azolla merupakan tumbuhan air yang banyak tumbuh pada lahan sawah yang tergenang, dan relatif
mudah untuk dikembangkan bersama-sama dengan tanaman padi tanpa memerlukan perlakuan tertentu. Menurut Sutanto 2002 Azolla sebanyak 5 ton per hektar setara
dengan 30 kg unsur Nitrogen per hektar. Sehingga kebutuhan unsur Nitrogen tanaman padi sebagian dapat diperoleh dengan memanfaatkan tanaman Azolla.
Perbedaan utama antara usahatani organik dan non organik terdapat pada perlakuan pada pemupukan dan pemberantasan hama. Pada usahatani padi organik,
pupuk yang digunakan merupakan pupuk yang berasal dari bahan-bahan organik yang berasal dari lungkungan sekitar usahatani, yaitu pupuk kandang ataupun pupuk
kompos. Pestisida yang digunakan berasal dari bahan-bahan alami hewani dan nabati. Sedangkan pada usahatani padi non organik di Kabupaten Sragen, petani
menggunakan pupuk kimia sebagai pupuk utama, ada yang menggunakan pupuk organik sebagai tambahan. Pestisida yang digunakan adalah pestisida kimia. Untuk
kegiatan perawatan tanaman, seperti penyulaman dan penyiangan, tidak ada perbedaan perlakuan antara usahatani padi organik dan non organik.
Pestisida organik dan obat-obatan organik yang digunakan petani bervariasi, tergantung pada jenis hama atau penyakit yang menyerang dan juga tergantung pada
ketersediaan bahan baku. Ada dua jenis pestisida organik yang digunakan, yaitu pestisida nabati yang berasal dari tumbuhan dan pestisida hewani yang berasal dari
hewan. Tumbuhan yang bisa dimanfaatkan sebagai pestisida antara lain daun mimba Azadirachta indica, daun mindi Melia azedarach, daun sirsak Anona muricata,
tembakau Nicotiana tabacum, sere Cymbopogon nardus dan kunyit Curcuma domestica. Sedangkan bahan pestisida yang berasal dari hewan antara lain urine sapi
yang digunakan untuk mengatasi penyakit yang disebabkan karena virus dan jamur. Pestisida nabati yang digunakan petani organik beragam, misalnya penggunaan
pestisida yang terbuat dari 1 kg tembakau yang sudah rusak, sehingga harganya lebih murah, direndam dalam 2 liter air, kemudian dibiarkan selama 1 hari. Pada umumnya
larutan ini digunakan untuk mengatasi apabila terjadi serangan hama wereng atau hama penggerek batang. Setiap 250 mili liter larutan tembakau yang diencerkan
dengan 12 liter air bisa digunakan dalam areal sawah seluas 1 hektar. Untuk ZPT organik, beberapa petani melakukan penyemprotan campuran yang terdiri dari madu,
susu kental manis, gula, telur dan buah-buahan yang sudah rusak atau busuk, seperti : buah mangga, pisang atau rambutan, kemudian dihaluskan dan difermentasikan.
Larutan hasi fermentasi diencerkan dan disemprotkan pada saat tanaman padi berada pada fase generatif.
Faktor kepemilikan ternak merupakan hal yang menunjang dalam usahatani padi organik. Ternak yang dimaksud adalah ternak besar misalnya : sapi, kerbau, atau
ternak sedang, misalnya : kambing dan domba, berfungsi sebagai pasokan pupuk
organik. Pupuk kandang yang digunakan petani pada umumnya diambil dari kumpulan kotoran ternak yang ditimbun dan diambil sebagai pupuk setiap masa
taman padi dimulai. Sehingga setiap empat bulan, petani melakukan pembongkaran pupuk kandang untuk diaplikasikan di lahan sawah. Tetapi ada beberapa petani yang
melakukan fermentasi terlebih dahulu terhadap kotoran ternaknya dengan menambahkan bonggol pisang, ragi tape, tetes tebu dan gula pasir. Setelah
difermentasi selama dua minggu, pupuk kandang diaplikasikan pada lahan sawah. Bagi petani yang tidak memiliki ternak, biasanya menggunakan limbah pertanian,
jerami atau sekam yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pupuk kompos, ditambahkan cairan EM-4 kemudian ditimbun di dalam tanah selama kurang lebih 20
hari. Gambaran pola tanam yang ada di Kabupaten Sragen dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Pola Tanam dalam Satu Tahun di Kabupaten Sragen Gambar 8 menunjukkan bahwa di Kabupaten Sragen terdapat tiga macam pola
tanam. Pola tanam padi-padi-padi dan padi-padi-palawija diusahakan oleh petani yang berada di daerah selatan Bengawan Solo, karena merupakan kawasan lahan basah.
Untuk daerah yang berada di sebelah utara Bengawan Solo pola tanam yang diterapkan oleh petani adalah padi-padi-palawija dan padi-padi-bera, karena
merupakan lahan kering Dinas Pertanian Kabupaten Sragen, 2010.
Padi Padi
Padi Padi
Padi
Palawija
Padi Palawija
Bera
Pola tanam yang diterapkan oleh petani padi organik adalah padi-padi-padi. Pola tanam ini terkait dengan irigasi yang tersedia sepanjang tahun. Alasan utama
mengapa petani melakukan pola tanam yang sama karena kondisi tanah yang selalu basah, sehingga petani mengalami kesulitan dalam mengeringkan lahan. Alasan lain
dari beberapa petani yang pernah mencoba mengusahakan hortikultura seperti : cabe, kacang panjang atau melon, kendala yang dihadapi adalah keterbatasan modal dan
harga jual hasil panen yang tidak stabil. Petani padi organik memasarkan hasil panen dengan menjual dalam bentuk
gabah kering panen kepada badan usaha penampung hasil padi organik di Kabupaten Sragen pada saat ini diantaranya PB. Padi Mulya yang merupakan badan usaha milik
swasta dan PD. Pelopor Alam Lestari PAL yang merupakan BUMD Kabupaten Sragen. Dengan menjual hasil panen kepada badan usaha tersebut, petani padi organik
akan memperoleh harga jual gabah yang lebih tinggi dibandingkan apabila petani menjual hasil panennya kepada tengkulak. Harga jual gabah kering panen pada saat
penelitian ini dilakukan bervariasi, tergantung pada kualitas dan varietas. Untuk gabah padi non organik pada kisaran Rp 2 200 per kilogram sampai dengan Rp 2 500 per
kilogram gabah kering panen. Sedangkan untuk harga gabah hasil panen usahatani padi organik dihargai pada kisaran Rp 2 900 per kilogram sampai Rp 3 200 per
kilogram gabah kering panen Data Primer, 2010. Beberapa anggota kelompok tani padi organik pernah mencoba memasarkan
hasil panen mereka dalam bentuk kemasan beras organik berlabel sertifikasi, yang dipasok ke pasar swalayan di sekitar daerah Kabupaten Sragen. Tetapi hal ini tidak
berjalan dengan baik karena turn over perputaran barang yang lambat. Sehingga pada saat ini petani padi organik bergantung pada kedua badan usaha tersebut di atas
dalam memasarkan hasil usahataninya, karena apabila hasil panen gabah organik
dijual pada pedagang pengumpul atau tengkulak, akan dihargai dengan harga yang sama dengan harga gabah non organik.
5.4. Produktivitas dan Penggunaan Input Usahatani