Definisi Operasional Preferensi risiko petani pada usahatani padi organic di Kabupaten Sragen

produksi, karena kedua input tersebut belum ada kepastian kandungan hara dan belum ada standar dalam pemakaian seperti yang terdapat dalam pupuk dan pestisida kimia. Pestisida organik mempunyai daya mengendalikan hama yang kurang efektif dibandingkan dengan pestisida kimia. Disamping itu tidak ada dosis, ukuran pemakaian dan standar penggunaan pestisida organik. Sedangkan tenaga kerja pada usahatani organik bersifat memperkecil risiko produksi, karena semakin intensif penanganan usahatani, akan semakin kecil risiko produksi yang dihadapi petani. Faktor sosial ekonomi petani yang terdiri dari aset petani, pendapatan di luar usahatani padi, pengalaman petani dalam melakukan usahatani padi dan status lahan garapan berpengaruh positif pada nilai preferensi risiko petani. Hipotesis kedua ini didasarkan pada studi empiris yang dilakukan oleh Sauer dan Zilberman 2009, Guan dan Wu 2009, dan Ogada et al. 2010. Penerapan usahatani padi organik mendapat respon sangat lambat dari petani, menunjukkan bahwa sebagian besar petani padi di lokasi penelitian bersifat menghindari risiko produksi yang lebih besar. Kondisi di daerah penelitian ini menjadi dasar hipotesis ketiga, bahwa mayoritas petani di Kabupaten Sragen bersifat risk averse.

4.6. Definisi Operasional

1. Usahatani padi organik adalah usahatani pertanian padi dengan menggunakan pestisida organik baik yang berasal dari hewani ataupun nabati dan menggunakan pupuk dasar organik yang berasal dari kotoran hewan, kompos atau pupuk organik buatan pabrik, tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia. 2. Usahatani padi non organik adalah usahatani padi dengan menggunakan pupuk kimia sebagai pupuk utama dan menggunakan pestisida kimia sebagai pengendali hama dan penyakit tanaman. 3. Data produktivitas yang dicapai dalam usahatani padi dalam satuan kuintal gabah kering panen per hektar. 4. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani padi berasal dari tiga sumber tenaga kerja yaitu tenaga kerja pria dalam satuan jam kerja pria JKP, tenaga kerja wanita dalam satuan jam kerja wanita dan tenaga kerja traktor dalam satuan jam kerja traktor. Dari ketiga jenis tenaga kerja tersebut dikonfersikan menjadi JKP dengan nilai konfersi : a. 1 Jam kerja wanita = 0.8 jam kerja pria. b. 1 Jam kerja traktor = 19 jam kerja pria. 5. Pendidikan petani diukur dari lamamya petani menjalani pendidikan formal dan pendidikan non formal. Pendidikan non formal dapat berupa kursus-kursus pertanian baik, pelatihan yang diberikan oleh penyuluh pertanian setempat atau pelatihan-pelatihan yang diadakan dalam kelompok tani. Diukur dalam satuan bulan. 6. Pendapatan dari luar usahatani padi merupakan variabel dummy, nilai 1 diberikan untuk petani yang memiliki sumber pendapatan lain berasal dari luar usahatani padi dan nilai 0 jika petani tidak mempunyai sumber pendapatan lain selain usahatani padi. 7. Status kepemilikan lahan merupakan variabel dummy, nilai 1 diberikan untuk petani yang melakukan usahatani padi di lahan milik sendiri dan nilai 0 untuk petani yang melakukan usahatani padi di lahan bukan milik sendiri, yaitu dengan sistim sewa atau bagi hasil. 8. Pengalaman usahatani padi adalah lamanya petani melakukan usahatani padi dari pertama kali petani mengelola usahatani padi sampai saat dilakukan wawancara. 9. Preferensi risiko petani adalah nilai preferensi risiko masing-masing petani yang diperoleh dari analisis nilai AR absolute risk averse. 10. Probabilitas petani melakukan usahatani padi organik adalah kemungkinan petani melakukanmenerapkan usahatani padi organik. Nilai 0 diberikan untuk petani yang melakukan usahatani padi organik dan nilai 1 diberikan untuk petani yang melakukan usahatani padi non organik. V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Kabupaten Sragen