Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemungkinan Petani Melakukan

6.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemungkinan Petani Melakukan

Usahatani Padi Organik Hasil analisis terhadap fungsi probabilitas petani dalam melakukan usahatani padi organik disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Hasil Estimasi Fungsi Probabilitas Petani Menerapkan Usahatani Padi Organik atau Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 Dari hasil analisa fungsi probabilitas pada Tabel 22 menunjukkan bahwa umur petani berpengaruh negatif terhadap kemungkinan petani melakukan usahatani padi organik. Semakin tinggi usia petani, akan semakin mengurangi kemungkinan petani menjalankan usahatani padi organik. Dapat dijelaskan bahwa semakin tua umur maka kekuatan fisik akan semakin menurun. Kondisi tersebut tidak mendukung usahatani padi organik yang bersifat labour intensive atau memerlukan curahan tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan usahatani padi non organik yang bersifat capital intensive. Dari data keragaman umur petani pada Tabel 5 pada Bab V menunjukkan bahwa petani padi berada pada kisaran umur 30 sampai 70 tahun, 62 petani berumur diatas 50 sampai 75 tahun dan mayoritas kegiatan yang berkenaan dengan proses produksi dilakukan sendiri oleh petani. Petani menggunakan tenaga kerja luar keluarga hanya pada saat proses pengolahan tanah dan panen. Jadi pada saat mengolah pupuk, mengaplikasikan pupuk organik kandang atau kompos dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan sendiri oleh petani. Sehingga kekuatan fisik sangat diperlukan dalam pengelolaan usahatani padi oganik. Disamping itu umur Variabel Koefisien Std. Error Prob Chi Sq Konstanta 2.082 1.750 0.234 Umur -0.060 0.041 0.141 Pendidikan -0.003 0.006 0.615 Income Lain 0.455 0.414 0.271 Luas Lahan -0.401 0.482 0.406 Status Lahan 0.603 0.586 0.304 Pengalaman Usahatani Padi 0.042 0.031 0.171 Preferensi Risiko -0.150 0.073 0.040 juga mempengaruhi tentang kecakapan dan keterbukaan petani dalam mengaplikasikan suatu teknologi baru. Petani muda akan lebih tanggap terhadap suatu teknologi baru dibandingkan dengan petani yang sudah tua. Lawal dan Oluyole 2008 dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa umur petani berhubungan dengan kemampuan dalam mengaplikasikan teknik-teknik usahatani yang baru. Petani muda lebih menerima suatu teknologi yang baru dibandingkan dengan petani yang sudah tua. Sejalan dengan hasil penelitian Sauer dan Zilberman 2009 terhadap peternak di Denmark menyebutkan bahwa umur petani berpengaruh negatif terhadap adopsi teknologi. Variabel income di luar usahatani padi berpengaruh positif terhadap probabilitas petani melakukan usahatani padi organik. Hal ini dapat dijelaskan pula dari hasil analisis preferensi risiko terhadap aspek sosial ekonomi pada Tabel 19, menunjukkan bahwa petani akan lebih bersifat risk taker apabila memiliki penghasilan lain di luar usahatani padi. Dengan memiliki penghasilan yang berasal dari luar usahatani, misalnya dengan berdagang, warung, guru atau sebagai perangkat desa, maka petani akan tetap bisa memenuhi kebutuhan finansial keluarga apabila mengalami kerugian karena gagal panen dalam usahataninya. Mayoritas petani di Kabupaten Sragen tidak memiliki penghasilan sampingan. Data Tabel 10 pada Bab V menunjukkan 65 petani padi tidak mempunyai penghasilan sampingan. Sehingga hal ini mampu menjawab mengapa usahatani padi organik mendapatkan respon yang lambat dari petani, karena sebagian petani padi di Kabupaten Sragen tidak mempunyai pekerjaan sampingan atau penghasilan lain selain sebagai petani padi. Hasil analisis ini berlawanan dengan hasil penelitian Sauer dan Zilberman 2009 menyatakan bahwa off-farm income mempunyai pengaruh negatif terhadap kemungkinan petani mengadopsi teknologi, tetapi dari sisi lain ditunjukkan bahwa besarnya konsumsi keluarga petani mempunyai pengaruh positif terhadap kemungkinan petani mengadopsi suatu teknologi. Status lahan petani berpengaruh terhadap kemungkinan petani melakukan usahatani padi organik pada taraf α = 30. Usahatani padi organik merupakan usahatani yang mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani non organik. Disamping itu petani dengan lahan sewa atau bagi hasil tidak akan begitu memperhatikan pada kelestarian dan kesuburan tanah dalam jangka panjang karena tidak akan memiliki sense of belongings terhadap lahan yang sedang digarap. Fokus dari usahatani yang dilakukan oleh petani dengan status lahan sewa atau bagi hasil adalah keuntungan yang diperoleh dalam jangka pendek, selama waktu sewa atau bagi hasil berlangsung. Ogada et al. 2010 juga menyatakan bahwa status kepemilikan lahan berpengaruh positif terhadap petani mengadopsi suatu teknologi baru berupa pembuatan terasering pada lahan miring, karena pembuatan terasering memerlukan investasi yang tinggi dan mempunyai pengaruh terhadap produktivitas lahan dalam jangka waktu yang sangat panjang. Sehingga hanya petani dengan status lahan milik sendiri yang melakukan terasering. Untuk variabel luas lahan mempunyai pengaruh negatif terhadap kemungkinan petani melakukan usahatani organik dengan tingkat kepercayaan α = 40. Ini berarti semakin luas lahan yang digarap oleh petani, akan memperkecil probabilitas petani dalam menjalankan usahatani padi organik. Semakin luas lahan usahatani, akan semakin sulit dalam pengelolaan lahan tersebut. Dengan kondisi usahatani mengandalkan tenaga kerja dari dalam rumah tangga, maka semakin luas lahan yang dimiliki petani akan semakin besar tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pengelolaan usahatani padi organik dibandingkan dengan tenaga kerja yang dikeluarkan pada usahatani padi non organik. Hal ini didukung dengan data rata-rata luas lahan untuk usahatani padi organik adalah 0.53 hektar, lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani padi non organik yaitu 0.79 hektar. Semakin besar lahan akan semakin besar curahan tenaga kerja yang diperlukan dalam proses produksi usahatani padi organik. Dengan hanya mengandalkan tenaga kerja keluarga, petani berlahan luas akan mengalami hambatan dalam mengelola usahatani padi organik yang lebih bersifat labour intensif. Hasil analisis ini didukung oleh penelitian Edhera et al. 2009 yang menyatakan bahwa daya tarik petani di Kecamatan Gadingrejo, Jogjakarta dalam melakukan usahatani padi organik dipengaruhi oleh luas lahan yang usahakan oleh petani. Variabel pengalaman dalam melakukan usahatani padi berpengaruh positif terhadap probabilitas petani dalam menjalankan usahatani padi organik. Seperti yang dikemukakan Sauer dan Zilberman 2009, bahwa semakin lama atau semakin banyak pengalaman dalam usahatani padi akan semakin besar kemungkinan petani menerapkan usahatani padi organik. Petani pada awalnya akan melihat, kemudian sedikit demi sedikit akan mencoba untuk mengurangi penggunaan pestisida atau pupuk kimia dengan menggantikannya dengan pupuk dan pestisida organik, dan ahirnya memutuskan melakukan usahatani padi organik. Jadi pengalaman melakukan usahatani padi merupakan faktor yang juga berpengaruh terhadap petani melakukan usahatani padi organik. Sesuai dengan hasil analisis fungsi AR terhadap faktor sosial ekonomi pada Tabel 19, bahwa semakin lama petani berpengalaman dalam usahatani akan semakin bersifat risk taker. Dalam proses penerapan suatu teknologi, keberanian petani dalam mengambil risiko merupakan faktor pendorong terhadap keberhasilan penerapan suatu teknologi baru. Dari hasil analisis fungsi probabilitas menunjukkan bahwa nilai AR petani berpengaruh negatif terhadap kemungkinan petani dalam melakukan usahatani padi organik. Sehingga semakin tinggi nilai absolute risk averse, berarti petani lebih cenderung menghindari dari risiko, akan makin kecil kemungkinan petani melakukan usahatani padi organik dibandingkan dengan non organik. Sejalan dengan hasil penelitian Sauer dan Zilberman 2009 yang menyatakan bahwa sikap petani terhadap risiko berpengaruh terhadap adopsi suatu teknologi. Ellis 1988 juga menjelaskan bahwa sikap risk averse petani menghambat proses difusi dan adopsi inovasi untuk meningkatkan hasil dan income petani. Hasil analisis hubungan antara nilai absolute risk aversion dengan kemungkinan petani melakukan usahatani padi organik juga menunjukkan bahwa mayoritas petani padi di Kabupaten Sragen bersifat risk averse. Hal ini dapat disimpulkan dari jumlah petani yang berani melakukan usahatani padi organik hanya sebagian kecil dari total petani padi yang ada di Kabupaten Sragen. VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan