sedikit petani meninggalkan teknologi yang dianjurkan, dan kembali menggunakan teknologi yang telah mereka gunakan sebelumnya. Sauer dan Zilberman 2009 yang
mengadakan penelitian perilaku persepsi risiko petani terhadap penerapan teknologi baru menyatakan bahwa persepsi risiko petani terhadap rendahnya hasil yang dicapai
menyebabkan menurunnya penggunaan teknologi tersebut. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sikap petani sangat berpengaruh pada penerapan suatu teknologi
baru. Villano et al. 2005 juga menyatakan bahwa preferensi risiko petani mempunyai pengaruh penting pada keputusan petani dalam mengalokasikan input
usahataninya. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa preferensi risiko petani dalam
menghadapi perubahan teknologi input yang berbeda, akan sangat menentukan keberhasilan penerapan teknologi tersebut. Sehingga perlu dilakukan penelitian
tentang bagaimana pengaruh preferensi risiko petani terhadap penerapan suatu teknologi baru.
1.2. Rumusan Masalah
Pertanian padi organik di Indonesia belum dapat diterapkan secara murni mengingat terdapat cukup banyak kendala yang dihadapi. Pada tahap awal penerapan
usahatani padi organik, masih perlu dilengkapi dengan penggunaan pupuk kimia, terutama pada kondisi tanah yang miskin unsur hara. Secara berangsur penggunaan
pupuk kimia dikurangi penggunaannya sejalan dengan pemulihan kembali tingkat kesuburan tanah dan digantikan dengan penggunaan pupuk organik. Seperti yang
dilakukan petani di Kabupaten Sragen, bahwa pada saat pertama kali petani mencoba melakukan usahatani padi organik, pada tahap awal penerapannya masih perlu
tambahan pupuk kimia. Produktivitas rata-rata yang dicapai pada saat pertama kali
melakukan usahatani padi organik adalah 54 kuintal per hektar, setelah melewati masa tanam tahun ketiga produktivitasnya akan terus meningkat hingga rata-rata mencapai
64.8 kuintal per hektar Bappeluh Kabupaten Sragen, 2009. Dalam melakukan usahatani padi organik, variasi hasil yang dicapai petani
organik diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah penggunaan input pestisida organik. Pestisida organik yang digunakan adalah pestisida hewani
pestisida berbahan dasar urine sapi atau pestisida nabati berasal dari bahan nabati yang ada lingkungan petani, misalnya daun mimba Azadirachta indica.
Pengendalian hama secara organik ini mempunyai efek mematikanmengusir lebih lambat dibandingkan dengan penggunaan pestisida kimia. Keberhasilan petani
organik dalam mengendalikan serangan hama dan penyakit akan sangat mempengaruhi produktivitas yang dicapai. Seperti dinyatakan oleh Robison dan Barry
1987, bahwa input pestisida merupakan input yang bersifat pengurang risiko, sehingga keberhasilan pengendalian hama dan penyakit akan berpengaruh terhadap
penurunan risiko produksi. Jumlah dan jenis input yang digunakan petani akan mempengaruhi risiko
produksi yang dihadapi oleh petani, karena input usahatani bisa bersifat pengurang risiko atau memperbesar risiko produksi. Input yang bersifat pengurang risiko
diantaranya : pestisida, pupuk dan sarana irigasi. Menurut Villano et al. 2005 risiko produksi timbul sebagai akibat dari keputusan dalam mengalokasikan input.
Fariyanti et al.2007 dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa input luas lahan, benih dan obat-obatan merupakan input yang bersifat mengurangi risiko produksi,
sedangkan input pupuk urea, TSP, KCl dan tenaga kerja merupakan input yang menimbulkan risiko produksi pada usahatani kentang di Pengalengan. Guan dan Wu
2009 juga menyatakan bahwa input lahan bersifat meningkatkan risiko produksi dan
input pupuk dapat mengurangi risiko produksi. Dari uraian tersebut maka perlu untuk dikaji apakah input yang digunakan pada usahatani padi organik berpengaruh pada
risiko produksi yang dihadapi oleh petani padi organik ? Dan bagaimanakah pengaruh masing-masing input terhadap risiko produksi tersebut ?
Kumbhakar 2002 menyatakan bahwa keputusan alokasi input usahatani berada dibawah kontrol petani dan dipengaruhi oleh sikap petani terhadap
risikopreferensi risiko. Sedangkan preferensi risiko petani dipengaruhi oleh faktor- faktor sosial ekonomi yang melekat pada diri petani. Seperti yang diungkapkan Guan
dan Wu 2009 dalam hasil uji hubungan antara preferensi risiko dengan faktor sosial ekonomi petani menunjukkan bahwa umur dan pendidikan petani tidak berpengaruh
pada preferensi risiko petani, sedangkan jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam usahatani dan besarnya subsidi berpengaruh pada preferensi risiko petani. Sehingga
masalah yang akan dikaji berikutnya adalah faktor-faktor sosial ekonomi apa saja yang mempengaruhi preferensi risiko petani ?
Dari data variasi produktivitas usahatani menunjukkan bahwa usahatani padi organik diduga mempunyai risiko produksi lebih besar dibandingkan dengan
usahatani padi non organik. Keberhasilan penerapan usahatani padi organik akan berhubungan dengan preferensi risiko petani. Keputusan petani untuk melakukan
usahatani padi organik yang mempunyai risiko produksi lebih tinggi atau memutuskan untuk melakukan usahatani padi non organik dengan risiko yang lebih rendah, akan
dipengaruhi oleh preferensi risiko petani. Sebagaimana hasil penelitian Frisvold et al. 2009 menyimpulkan bahwa pada penerapan terhadap sepuluh langkah manajemen
pengelolaan usahatani Best Management Practices BMPs dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, pendidikan, hasil yang diharapkan dan risiko hasil. Dari uraian di
atas, maka permasalahan yang akan dikaji selanjutnya adalah apakah preferensi risiko
petani berpengaruh terhadap keputusan melakukan usahatani padi organik ? Bagaimanakah pengaruhnya terhadap penerapan usahatani organik tersebut ? Apakah
ada faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap penerapan usahatani padi organik ?
1.3. Tujuan Penelitian