organik. Sehingga semakin tinggi nilai absolute risk averse, berarti petani lebih cenderung menghindari dari risiko, akan makin kecil kemungkinan petani melakukan
usahatani padi organik dibandingkan dengan non organik. Sejalan dengan hasil penelitian Sauer dan Zilberman 2009 yang menyatakan bahwa sikap petani terhadap
risiko berpengaruh terhadap adopsi suatu teknologi. Ellis 1988 juga menjelaskan bahwa sikap risk averse petani menghambat proses difusi dan adopsi inovasi untuk
meningkatkan hasil dan income petani. Hasil analisis hubungan antara nilai absolute risk aversion dengan
kemungkinan petani melakukan usahatani padi organik juga menunjukkan bahwa mayoritas petani padi di Kabupaten Sragen bersifat risk averse. Hal ini dapat
disimpulkan dari jumlah petani yang berani melakukan usahatani padi organik hanya sebagian kecil dari total petani padi yang ada di Kabupaten Sragen.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Setelah melakukan analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan :
1. Hasil analisis fungsi risiko pada usahatani padi organik dan non organik
menunjukkan bahwa usahatani padi organik relatif lebih berisiko dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Faktor penentu risiko produksi pada
usahatani padi organik adalah input benih, pupuk orgaik, pestisida organik dan tenaga kerja. Input benih dan pupuk organik bersifat risk increasing, sedangkan
input pestisida organik dan tenaga kerja bersifat risk decreasing. Keputusan petani dalam menggunakan input pupuk organik mengakibatkan risiko produksi
lebih besar. Input pupuk organik merupakan salah satu input pembeda antara teknologi usahatani padi organik dan non organik, ternyata merupakan salah satu
input yang menyebabkan timbulnya risiko produksi. Hal ini terjadi karena dosis penggunaan input pupuk organik yang belum dikuasai dengan baik.
2. Input tenaga kerja pada usahatani padi organik bersifat risk reducingpengurang
risiko. Semakin intensif pengelolaan yang dilakukan akan menurunkan tingkat risiko yang dihadapi oleh petani padi organik.
3. Preferensi petani di Kabupaten Sragen dalam menghadapi risiko, mayoritas
bersifat risk averse. Faktor-faktor yang menentukan preferensi risiko petani adalah status kepemilikan lahan dan off-farm income . Petani yang memiliki
pendapatan dari luar usahatani padi akan bersifat risk taker dan petani dengan status lahan milik sendiri akan lebih berani dalam menghadapi risiko produksi.
4. Preferensi risiko petani mempengaruhi keputusan petani melakukan usahatani
padi organik. Semakin besar tingkat risk taker petani, semakin besar kemungkinan petani memutuskan untuk melakukan usahatani organik. Disamping faktor
preferensi risiko petani, faktor lain yang menentukan penerapan usahatani padi
organik yaitu umur petani, pendapatan di luar usahatani padi, luas lahan garapan, status lahan, dan pengalaman petani dalam usahatani padi.
7.2. Saran