dengan areal produksi sebesar 80 204 hektar, kemudian disusul dengan jagung dengan luas areal sebesar 11 533 hektar dan kedelai sebesar 2 573 hektar. Disamping itu hasil
pertanian hortikultura yang dihasilkan adalah cabai dihasilkan di Kecamatan Sidoharjo, Plupuh, Tanon, Kedawung dan Gesi. Buah semangka dan melon dihasilkan
di Kecamatan Sambungmacan, Tanon, Gondang dan Masaran. Buah durian dan rambutan dihasilkan di Kecamatan Sambirejo Dinas Pertanian Kabupaten Sragen,
2009. Beberapa petani di Kabupaten Sragen mempunyai usaha sampingan sebagai
produsen pestisida organik. Jenis pestisida organik yang diproduksi untuk digunakan dalam kelompok tani atau dipasarkan baik di dalam maupun ke luar wilayah
Kabupaten Sragen. Jenis pestisida organik yang diusahakan tersebut antara lain urinsa dengan bahan dasar urine sapi dan mimba dengan bahan utama daun
mimbaAzadirachta indica. Usaha sampingan petani selain melakukan usahatani padi adalah memelihara hewan ternak. Usaha peternakan yang potensial adalah sapi
potong, kerbau, kambing, domba, ayam rasburas dan itik yang umumnya diusahakan dalam sekala kecil di rumah tangga.
Kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Sragen pada pembangunan sektor pertanian mencakup pengembangan sarana dan prasarana pertanian untuk optimalisasi
manfaat sumberdaya alam, antara lain pengembangan untuk pembuatan pupuk organik dan pemanfaatan lahan pekarangan dengan tanaman hortikultura,
meningkatkan produksi dan produktivitas dengan memberikan dukungan sarana produksi, teknologi dan kelembagaan penyuluhan BPP Kecamatan Gondang, 2010.
5.2. Karakteristik Petani Sampel
Karakteristik petani sampel yang akan diuraikan dalam Sub Bab ini meliputi data : a umur petani, b pendidikan petani, c pengalaman usahatani, d luas lahan
garapan, e status lahan garapan, dan f data petani yang memiliki pendapatan di luar usahatani padi. Dari hasil wawancara terhadap 30 sampel petani padi organik dan
30 sampel petani non organik, diperoleh karakteristik petani sampel di Kabupaten Sragen yang menggambarkan kondisi sosial ekonomi petani. Data keragaman umur
sampel petani yang terdiri dari petani padi organik dan non organik selengkapnya disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Keragaman Umur Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010
Tabel 5 dapat diketahui bahwa bahwa 60 petani padi di Kabupaten Sragen berumur lebih dari 50 tahun, merupakan masa menjelang umur non produktif.
Kekuatan fisik dan produktivitas kerja akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya umur. Jika ditinjau dari masing-masing kelompok petani, 53.3
sampel petani padi organik berumur lebih dari 50 tahun dan 66.7 sampel petani non organik berumur lebih dari 50 tahun. Petani padi organik banyak diusahakan petani
dengan rata-rata umur lebih muda dibandingkan dengan petani non organik. Sifat usahatani padi organik yang lebih banyak memerlukan curahan tenaga kerja
dibandingkan dengan usahatani non organik, merupakan salah satu penyebab jumlah petani organik lebih banyak diusahakan oleh kelompok umur di bawah 50 tahun.
Umur Petani Tahun
Jumlah Persentase
Jumlah Persentase
Orang Orang
30 0.0
1 3.3
31 - 40 4
13.3 3
10.0 41 - 50
10 33.3
6 20.0
51 - 60 7
23.3 11
36.7 61 - 70
7 23.3
5 16.7
70 2
6.7 4
13.3 Petani Padi Organik
Petani Padi Non Organik
Umur seseorabg berpengaruh pada pola pikir yang lebih terbuka dan bisa menerima sesuatu yang baru. Petani muda akan lebih bersifat lebih suka pada sesuatu
tantangan baru yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan melakukan usahatani yang sama sepanjang tahun. Lawal dan Oluyole 2008 mengatakan bahwa umur
petani dapat dihubungkan dengan kemampuan dalam mengaplikasikan teknik-teknik usahatani yang baru. Petani muda lebih bisa menerima sesuatu yang baru
dibandingkan dengan petani yang sudah tua. Gambaran tingkat pendidikan petani dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Pendidikan Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010
Usahatani padi di Kabupaten Sragen 63.3 dilakukan oleh petani dengan tingkat pendidikan maksimum SD. Data ini menunjukkan bahwa mayoritas petani
padi di Kabupaten Sragen rata-rata memiliki pendidikan formal yang masih rendah. Tingkat pendidikan berpengaruh dalam pengelolaan usahatani, terutama dalam
menentukan pilihan dan pengambilan keputusan dari berbagai alternatif pilihan teknologi yang dihadapi. Ogada et al. 2010 menyatakan bahwa peningkatan tingkat
pendidikan akan mempengaruhi meningkatnya kemungkinan petani dalam mengadopsi suatu teknologi. Petani dengan pendidikan lebih tinggi akan lebih cakap
Pendidikan Jumlah
Persentase Jumlah
Persentase Orang
Orang Tidak tamat SD
3 10.0
5 16.7
SD 16
53.3 14
46.7 SLTP
9 30.0
5 16.7
SLTA 1
3.3 2
6.7 D3
1 3.3
2 6.7
S1 0.0
2 6.7
Petani Padi Organik Petani Padi Non Organik
atau lebih mampu dalam mencari dan mengolah akses informasi dan teknologi. Gambaran pengalaman usahatani padi yang dimiliki petani, disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Keragaman Pengalaman Petani dalam Melakukan Usahatani Padi di Kabupaten Sragen Tahun 2010
Pengalaman dalam berusahatani padi sawah pada daerah penelitian sangat beragam. Tabel 7 menunjukkan bahwa dari keseluruhan sampel petani padi, 71.7
petani padi memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun. Mayoritas petani padi organik dan non organik mempunyai pengalaman usahatani padi di atas 20 tahun. Pengalaman
dalam melakukan usahatani akan mempengaruhi pada keterampilan dan kecakapan petani dalam mengatasi permasalahan. Semakin lama pengalaman usahatani akan
semakin banyak ilmu usahatani padi praktis yang dimiliki, karena sesama petani akan terjadi pertukaran informasi, pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan yang
dimiliki. Petani juga mendapatkan penyuluhan secara berkala dari Petugas Penyuluh Lapangan. Menurut Sauer dan Zilberman 2009, pengalaman petani berpengaruh
positif terhadap adopsi suatu teknologi. Pada tahap awal, petani akan melihat dan pada tahap berikutnya sedikit demi sedikit petani akan mencoba sambil terus
mempelajari teknologi yang baru tersebut. Data keragaman luas lahan garapan disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8. Sebaran Luas Lahan Garapan Petani Padi Organik dan Non Organik di
Kabupaten Sragen Tahun 2010
Pengalaman Usahatani Padi
Jumlah Persentase
Jumlah Persentase
Tahun Orang
Orang 0 - 10
3 10.0
3 10.0
11 - 20. 7
23.3 4
13.3 21 - 30
5 16.7
7 23.3
31 - 40 4
13.3 8
26.7 40
11 36.7
8 26.7
Petani Padi Organik Petani Padi Non Organik
Data luas lahan garapan di Tabel 8 menunjukkan bahwa mayoritas petani padi merupakan petani kecil dengan luas lahan garapan kurang dari 0.5 hektar. Luas lahan
yang dikuasai menggambarkan kemampuan modal finansial petani dalam melakukan usahatani. Lahan besar akan memberikan penerimaan yang besar pula dan luas lahan
yang diusahakan dapat digunakan sebagai cermin tingkat kesejahteraan petani. Tetapi petani lahan sempit akan lebih intensif dalam mengelola usahataninya dibandingkan
dengan petani dengan lahan luas. Ada beberapa peneliti yang menyatakan bahwa ada hubungan terbalik antara ukuran luas usahatani dengan produktivitas yang dicapai.
Penelitian yang dilakukan Carter 1984 disimpulkan bahwa pada usahatani dengan lahan kecil menggunakan lebih banyak input per hektar dibandingkan dengan
usahatani skala besar. Tenaga kerja per hektar yang digunakan pada petani kecil 36 diatas tingkat optimum penggunaan tenaga kerja pada kondisi maksimum keuntungan.
Ellis 2008 menjelaskan bahwa pemakaian tenaga kerja yang lebih banyak pada petani berlahan sempit disebabkan karena petani lahan sempit umumnya melakukan
usaha tumpang sari melakukan usahatani lebih dari satu macam komoditi. Untuk data status lahan garapan petani disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Sebaran Status Lahan Garapan Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010
Luas Lahan Garapan
Jumlah Persentase
Jumlah Persentase
Hektar Orang
Orang 0.25
12 40.0
3 10.0
0.25 - 0.50 9
30.0 9
30.0 0.51 - 0.75
3 10.0
6 20.0
0.76 - 1.00 4
13.3 6
20.0 1
2 6.7
6 20.0
Petani Padi Organik Petani Padi Non Organik
Tabel 9 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, 83 petani di Kabupaten Sragen merupakan petani pemilik penggarap. Status kepemilikan lahan akan
berpengaruh pada usaha konservasi lahan dalam jangka panjang. Petani dengan status lahan sewa atau bagi hasil cenderung tidak mau melakukan usaha-usaha yang
berhubungan dengan konservasi lahan dalam jangka panjang, misalnya usaha pemakaian tambahan pupuk organik untuk pengembalian kesuburan tanah. Petani
bukan pemilik lahan akan fokus pada pencapaian hasil produksi dalam jangka pendek. Petani dengan status pemilik penggarap akan memperhitungkan faktor kesuburan
tanah dalam jangka panjang. Hasil studi yang dilakukan Ogada et al. 2010 menyebutkan bahwa status kepemilikan lahan berpengaruh pada adopsi teknologi
yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan dalam jangka panjang. Informasi mengenai data petani yang mempunyai penghasilan dari luar usahatani padi
disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10. Data Petani yang Mempunyai Penghasilan dari Luar Usahatani Padi
di Kabupaten Sragen Tahun 2010
Tabel 10 menunjukkan bahwa 65 petani padi di Kabupaten Sragen tidak mempunyai penghasilan dari luar usahatani padi. Hal ini berarti 65 petani padi
hanya mengandalkan hasil usahatani padi untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Status Kepemilikan Lahan
Jumlah Persentase
Jumlah Persentase
Orang Orang
Milik Sendiri 28
93.3 22
73.3 Sewa
1 3.3
5 16.7
Bagi Hasil 1
3.3 3
10.0 Petani Padi Organik
Petani Padi Non Organik
Penghasilan dari Luar Usahatani Padi
Jumlah Persentase
Jumlah Persentase
Orang Orang
Mempunyai 12
40 9
30 Tidak Mempunyai
18 60
21 70
Petani Padi Organik Petani Padi Non Organik
Kondisi ketergantungan terhadap hasil usahatani padi mempengaruhi sikap petani akan berusaha menghindari gagal panen atau penurunan hasil yang tinggi. Karena
apabila mengalami penurunan produksi ataupun gagal panen, tidak ada lagi sumber penghasilan yang bisa digunakan untuk biaya modal usahatani musim tanam
berikutnya dan biaya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sehingga sumber penghasilan di luar usahatani padi akan mempengaruhi sikap keberanian petani dalam
mengambil risiko.
5.3. Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen