ruang gerak, membatasi keterlibatan di masyarakat.
5. Kekerasan  seksual,  seperti:  memaksa  untuk  melaksanakan  tindakan
seksual  yang  tidak  dikehendaki,  menyeleweng,  melakukan  hubungan sodomi  dengan  kekerasan,  menuduh  menyeleweng,  menghina  cara
mencapai kepuasan seks, tidak memberi kasih sayang.
6. Mengerdilkanmenyepelekan,  seperti:  mudah  melakukan  kekerasan,
menuduh  keras  yang  tidak  terjadi,  membalas  dengan  kekerasan,
menyalahkan melakukan kekerasan.
7. Mengintimidasi,  seperti:  menunjukkan  perangai  yang  menakutkan,
menghancurkan barang
milik, melukai
binatang kesayangan,
mengancam  dengan  senjata,  mengancam  untuk  meninggalkan, mengambil  anak-anak,  mengancam  bunuh  diri,  mengancam  untuk
mengungkapkan homoseksualitas ke masyarakat, para pekerja, keluarga,
atau mantan pasangan.
5. Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga
Kekerasan  dalam  rumah  tangga  lahir  dipengaruhi  oleh  banyak variabel  kebudayaan,  hukum,  politik,  ekonomi  dan  agama  yang  akar
masalahnya adalah sebagai berikut:
41
1. Masyarakat  memposisikan  lembaga  perkawinan  sebagai  sesuatu  yang
bersifat  private  affair  urusan  pribadi  dan  oleh  karenanya  orang  lain
41
Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, h. 9.
tidak boleh ikut campur  dalam persoalan rumah tangga.  Implikasi dari persepsi ini mengakibatkan lahirnya persepsi bahwa apapun yang terjadi
dalam  lingkup  rumah  tangga  termasuk  tindak  kekerasan  terhadap anggota keluarga yang dilakukan oleh anggota keluarga yang lain, orang
lain tidak boleh ikut campur. 2.
Relasi suami istri bersifat struktural yang menempatkan suami sebagai kepala rumah tangga yang mempunyai otoritas penuh terhadap anggota
keluarganya. Pada posisi ini suami mempunyai hak mengendalikan dan mengontrol secara penuh anggota keluarganya.
3. Praktek  kekerasan  dalam  rumah  tangga  lahir  dipengaruhi  oleh
dominannya budaya patriarki dan legitimasi tafsir keagamaan yang pada umumnya bias gender.
Budaya patriarki memiliki imbas negatif dalam kehidupan keluarga yang berlanjut kepada marginalisasi perempuan, aturanlarangansanksi dalam
keluarga,  ketidaksetaraan  gender  dan  penyembunyian  kasus  kekerasan hidden  phenomena.  Hal  ini  ikut  mendorong  timbulnya  krisis  dalam
keluarga dan melahirkan kekerasan suami kepada istri KESTI.
42
4. Secara substantif, ketentuan-ketentuan hukum yang ada dalam ketentuan
UU  PKDRT  banyak  yang  tidak  jelas  clearness,  disamping  belum adanya  kesadaran  masyarakat  tentang  konsep  kesetaraan  gender,
42
Erna  Surjadi,  Bagaimana  Mencegah  KDRT  Kekerasan  dalam  Rumah  Tangga  Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2011, h. 106.
sehingga  masyarakat  belum  mengetahui  hak  dan  kewajibannya dihadapan hukum.
Penyebab  kekerasan  dalam  rumah  tangga  secara  umum  adalah kompleks. Wolley menemukan empat kategori penyebab terjadi kekerasan
terhadap istri, antara lain:
43
1. Amukan dan frustasi oleh masalah yang tidak terselesaikan dari pelbagai
sumber. 2.
Penggunaan alkohol. Meskipun keadaan mabuk sering menjadi alasan, tetapi bukan alasan untuk melakukan kekerasan.
3. Perbedaan  dalam  status,  seperti  suami  mempunyai  pendidikan  dan
pendapatan lebih rendah daripada istrinya. 4.
Ketakutan  istri  tergantung  pada  suami,  padahal  suami  tidak  mampu menanggung.
Penyebab  terjadinya  tindak  kekerasan  terhadap  istri  menurut  R. Langley  dan  C.  Levy  adalah  karena  suami  sakit  mental,  pecandu  alkohol
dan  obat  bius,  pandangan  masyarakat  seperti  melegalkan  tindakan kekerasan  suami  terhadap  istrinya,  komunikasi  suami  istri  yang  tidak
harmonis,  persoalan  seks  seperti:  disfungsi  seks,  penyelewengan, ketidakpuasan  seks,  citra  diri  rendah,  frustasi,  perubahan  situasi  dan
43
Nurhayati, Bimbingan, Konseling  Psikoterapi Inovatif, h. 135.
kondisi  ekonomi,  dan  bentuk  kekerasan  sebagai  kebiasaan  penyelesaian masalah.
44
Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur  masyarakat  dan  keluarga,  yang  memungkinkan  terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga marital violence sebagai berikut:
45
1. Pembelaan  atas  kekuasaan  laki-laki.  Laki-laki  dianggap  sebagai
superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
2. Diskriminasi  dan  pembatasan  di  bidang  ekonomi.  Diskriminasi  dan
pembatasan  kesempatan  bagi  wanita  untuk  bekerja  mengakibatkan wanita  istri  ketergantungan  terhadap  suami,  dan  ketika  suami
kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan. 3.
Beban  pengasuhan  anak.  Istri  yang  tidak  bekerja,  menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak
diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalahkan istri sehingga terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
4. Wanita  sebagai  anak-anak.  Konsep  wanita  sebagai  hak  milik  bagi
laki-laki  menurut  hukum,  mengakibatkan  keleluasaan  laki-laki  untuk mengatur  dan  mengendalikan  segala  hak  dan  kewajiban  wanita.
44
Nurhayati, Bimbingan, Konseling  Psikoterapi Inovatif, h. 136.
45
M.  Thoriq  Nurmadiansyah,  “Membina  Keluarga  Bahagia  Sebagai  Upaya  Penurunan Kekerasan  Dalam  Rumah  Tangga  KDRT  dalam  Perspektif  Agama  Islam  dan  Undang-undang
,” Musawa, Vol. 10, no. 2 Juli 2011: h. 221.