P2TP2A merujuk ke Dinas Sosial karena P2TP2A tidak mempunyai sarana untuk menampung orang yang terlantar dalam
jangka panjang atau waktu yang lama, karena rumah aman shelter di P2TP2A sesuai dengan peraturan hanya boleh dipergunakan maksimal
3 hari 2 malam.
B. Proses Pelayanan Sosial P2TP2A bagi Perempuan Korban KDRT
Dalam hal pelayanan pengaduan, berdasarkan hasil observasi dan wawancara, klien melapor ke P2TP2A ada yang datang secara langsung,
ada yang lewat telepon, dan ada juga rujukan dari lembaga lain. Sebagaimana dikatakan Bu Dini Staf Penerima Pengaduan sebagai berikut:
“Biasanya kalau klien itu mengetahuinya bisa dari facebook, kita kan punya facebook yaa.. trus bisa juga dari info website, tapi
kita belum punya website yaah tapi ada website dari P2TP2A lain, biasanya juga dapat rujukan, rujukan bisa dari Komnas Perempuan,
KPAI, P2TP2A di kota atau provinsi lain, terus bisa juga dari PPT, Satgas, atau relawan-relawan yang pernah mengikuti sosialisasi
P2TP2A.
”
25
Untuk nama facebook-nya yaitu P2TP2A Provinsi Banten dengan jumlah like-nya yaitu 47 orang yang menyukai. Selain mewawancarai Staf
Penerima Pengaduan, untuk memperkuat data, peneliti juga mewawancarai Bu Listya Wakil Ketua II. Hasil wawancaranya yaitu :
“Jadi untuk pengaduan ini bisa beberapa macam, bisa mereka datang langsung, mereka bisa melalui telfon, atau mereka bisa
bersurat, dan satu lagi ya rujukan.”
26
25
Wawancara Pribadi dengan Dini Kurnia, S.Si, Tangerang Selatan, 18 Maret 2015, lihat lampiran II.
26
Wawancara Pribadi dengan Hj. Listya Windyarti, S.Sos, MKM, Tangerang Selatan, 07 April 2015, lihat lampiran VI.
Jadi dalam menerima pelayanan pengaduan, P2TP2A menerima klien yaitu datang langsung, melalui telepon, dan dapat juga rujukan dari
lembaga atau pihak lain.
1. Pelapor Melapor secara Langsung
Sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan Bu Dini Staf Penerima Pengaduan, bahwa korban yang datang melapor langsung
mengisi formulir pengaduan. Hasil wawancaranya sebagai berikut: “Tahap berikutnya yaitu mengisi administrasi yang ada di
P2TP2A baru kita tuntun untuk mengisi formulir. Karena itu kan utama juga untuk mengisi formulir pengaduan, karena itu bukti
bahwa klien ini memang melapor ke P2TP2A dan memberikan kuasa kepada P2TP2A untuk menindaklanjuti kasusnya.”
27
Untuk memperkuat data, peneliti juga mewawancarai Bu Listya Wakil Ketua II P2TP2A, bahwa klienkorban yang datang membuat
pengaduan tertulis setelah itu ditandatangani oleh pelapor. Berikut hasil wawancaranya:
“Setelah mereka mengadu, mengadunya tadi yaa macem- macem caranya, mereka diterima oleh P2TP2A, kalo yang
langsung mereka langsung membuat pengaduan secara tertulis dan
ditandatangani oleh
mereka, karna
kalo tidak
ditandatangani, kita menjaga untuk tidak terjadi tanggung gugat, bukan tanggungjawab saja, karna ini biasanya berkaitan dengan
hukum, kalo kita tidak sesuai dengan aturan juga nanti kita yang kena malah. Oleh karna itu, kita kalo mereka datang, mereka
langsung bikin pengaduan yang ditandatangani oleh pengadu. Yang mengadu bisa kliennya, bisa keluarga korban ataupun bisa
pendampi
ng yang lain. Jadi tidak selalu harus korban.”
28
27
Wawancara Pribadi dengan Dini Kurnia, S.Si, Tangerang Selatan, 18 Maret 2015, lihat lampiran II.
28
Wawancara Pribadi dengan Hj. Listya Windyarti, S.Sos, MKM, Tangerang Selatan, 07 April 2015, lihat lampiran VI.