kondisi ekonomi, dan bentuk kekerasan sebagai kebiasaan penyelesaian masalah.
44
Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga marital violence sebagai berikut:
45
1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki. Laki-laki dianggap sebagai
superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
2. Diskriminasi dan pembatasan di bidang ekonomi. Diskriminasi dan
pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita istri ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami
kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan. 3.
Beban pengasuhan anak. Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak
diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalahkan istri sehingga terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
4. Wanita sebagai anak-anak. Konsep wanita sebagai hak milik bagi
laki-laki menurut hukum, mengakibatkan keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita.
44
Nurhayati, Bimbingan, Konseling Psikoterapi Inovatif, h. 136.
45
M. Thoriq Nurmadiansyah, “Membina Keluarga Bahagia Sebagai Upaya Penurunan Kekerasan Dalam Rumah Tangga KDRT dalam Perspektif Agama Islam dan Undang-undang
,” Musawa, Vol. 10, no. 2 Juli 2011: h. 221.
Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
6. Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga
Biasanya akibat dari perlakuan kekerasan dalam rumah tangga dapat menyebabkan trauma. Korban kekerasan dalam rumah tangga dapat
mengalami trauma fisik, psikologis mental dan psikososial antara lain:
46
1. Fisik
Luka fisik, kerusakan syaraf, pingsan, cacat permanen, gugur kandungan, kehamilan, gangguan organ reproduksi infeksi, penyakit
kelamin dan kematian. 2.
PsikologisMental Kehilangan nafsu makan, gangguan tidur insomnia, mimpi buruk,
cemas, takut, tidak percaya diri, hilang inisiatiftidak berdaya, tidak percaya pada apa yang terjadi, mudah curigaparanoid, kehilangan akal
sehat, depresi berat.
Seringkali akibat dari tindak kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya menimpa korban secara langsung, tetapi juga anggota lain dalam
rumah tangga secara tidak langsung. Tindak kekerasan seorang suami terhadap istri atau sebaliknya, misalnya, dapat meninggalkan kesan negatif
46
Hawari, Penyiksaan Fisik dan Mental dalam Rumah Tangga Domestic Violence, h. 104.
yang mendalam di hati mereka, anak-anak dan anggota keluarga yang lain. Kesan negatif ini pada akhirnya dapat pula menimbulkan kebencian dan
malah benih-benih dendam yang tak berkesudahan terhadap pelaku. Bukan itu saja, rumah tangga yang dibangun untuk kepentingan bersama akan
berantakan. Dalam pada itu, tidak jarang sang pelaku turut menderita karena depresi dan tekanan mental berlebihan yang dialaminya akibat penyesalan
yang tiada lagi berguna.
47
47
Mohammad „Azzam Manan, “Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Perspektif Sosiologis,
” Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 5, no. 3 September 2008: h. 18.
47
BAB III GAMBARAN UMUM
PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK P2TP2A KOTA TANGERANG SELATAN
A. SEJARAH PEMBENTUKAN P2TP2A
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Tangerang Selatan P2TP2A Kota Tangerang Selatan dibentuk pada tahun
2010 dibawah naungan Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana BPMPPKB Kota Tangerang Selatan
dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak KPPPA. Dimana sebenarnya P2TP2A ini adalah program nasional, jadi
setiap kabupatenkota dianjurkan membentuk P2TP2A sebagai tempat yang menangani kasus kekerasan kekerasan pada anak, kekerasan dalam
rumah tangga dan trafficking.
1
Awal pembentukan P2TP2A Kota Tangerang Selatan yaitu dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus tindakan kekerasan yang terjadi
baik di lingkup rumah tangga atau publik terhadap perempuan dan anak di Kota Tangerang Selatan. Karena penanganan kasus kekerasan terhadap
perempuan dan anak ini tidak semudah yang dibayangkan. Banyak kasus- kasus kekerasan yang memang para korban tidak berani melaporkan
khususnya untuk kekerasan yang terjadi di rumah tangga. Oleh karena itu, dibentuklah P2TP2A yang akan menangani kasus-kasus tindakan
kekerasan terhadap perempuan dan anak. Selain juga pembentukan
1
Wawancara Pribadi dengan Herlina Mustikasari, S.Pd, MA, Tangerang Selatan, 17 April 2015, lihat lampiran IX.
P2TP2A ini merupakan amanah dari kementerian dan undang-undang, yang memang diharapkan setiap kabupatenkota dapat membentuk tempat
perlindungan perempuan dan anak. Di dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk
kekerasan dan bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara
danatau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat
dan martabat kemanusiaan.
2
Selain itu di dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak
asasi manusia.
3
Dasar Hukum pembentukan P2TP2A Kota Tangerang Selatan yaitu Surat Keputusan Walikota Tangerang Selatan Nomor : 147.141Kep. 402-
Huk2010 tentang Pembentukan Pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak P2TP2A Kota Tangerang Selatan.
4
Pada pembentukan pengurus tahun 2010, banyak sekali yang menjadi pengurus yaitu dari semua sektor dilibatkan baik itu dari
2
Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
3
Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
4
Brosur P2TP2A Kota Tangerang Selatan.