dinding lambung yang terjadi beberapa saat setalah minum-minuman beralkohol. Banyaknya luka kecil akibat minum-minuman beralkohol akan
menyebabkan perdarahan. Hal ini dapat menyebabkan tubuh kehilangan kalsium karena kalsium banyak terdapat dalam darah Wirakusumah, 2009.
Mengkonsumsi alkohol secara berlebihan, akan meningkatkan terjadinya resiko patah tulang. Hal ini disebabkan alkohol dapat mengurangi
massa tulang, mengganggu metabolisme vitamin D dan menghambat penyerapan kalsium. Sehingga terjadinya osteoporosis pun lebih besar pada
orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak daripada orang yang tidak mengkonsumsi alkohol Agustin, 2009.
B. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepadatan Tulang
1. Jenis Kelamin
Hasil uji statistic dengan menggunakan Uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,273. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara jenis kelamin dengan kepadatan tulang. Pada tabel 5.1 diketahui bahwa responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu 98 orang
89.1 dibandingkan dengan responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 12 orang 10.9. Selain itu juga dalam penelitian ini ternyata kejadian
kepadatan tulang tidak normal terjadi lebih banyak dialami laki-laki 100 daripada perempuan 90.8. Sehingga lebih beresiko mengalami kepadatan
tulang tidak normal.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penenlitian Agustin 2009 yang memperoleh nilai uji statistic dengan uji chi-square dengan nilai p=0.118,
sehingga tidak terdapat adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian osteoporosis dan osteopenia. Pada kasus persentase laki-laki
yang mengalami kepadatan tulang tidak normal lebih banyak dibandingkan dengan perempuan Agustin, 2009. Jumlah responden perempuan 84 orang
lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki 31 orang. Penelitian tersebut didukung dengan adanya pernyataan Nuhonni 2000 yang mengatakan
terjadinya osteoporosis pada laki-laki disebabkan oleh usia yang sudah lanjut karena berhubungan dengan massa tulang yang rendah. Menurut
Wijayakusumah 2009 massa tulang menurun mulai usia sekitar 40 tahun, baik pada pria maupun wanita. Pengurangan massa tulang ini akan
berlangsung terus sepanjang sisa hidup. Berbeda dengan hasil penelitian Permatasari 2011, yang menyatakan
ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kepadatan tulang tidak normal. Perempuan memiliki risiko lebih tinggi mengalami osteoporosis
dibandingkan laki-laki yaitu sebesar 12,083 kali. Massa tulang perempuan umumnya 4 kali lebih kecil dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan laki-
laki memiliki peak bone mass lebih tinggi dari perempuan. Sementara perempuan juga mengalami penurunan massa tulang lebih cepat dibandingkan
laki-laki terutama berkaitan dengan kadar estrogen pada perempuan Permatasari, 2011. Menurut Purwoastuti, massa tulang pada wanita lebih
cepat berkurang daripada laki-laki. Karena pada wanita mengalami
menopause, sehingga terjadi penurunan hormon estrogen yang menyebabkan aktivitas sel osteoblast menurun sedangkan osteoklas meningkat Purwoastuti,
2008. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Agustin 2009 yaitu sama-
sama jumlah responden perempuan memiliki proporsi yang jauh berbeda dibandingkan dengan responden laki-laki. Perbedaanya dengan penelitian
Permatasari 2011 jumlah responden perempuan dan laki-laki proporsinya hampir sama yaitu 91 dan 79. Jumlah responden perempuan dan laki-laki
yang tidak proporsional ini sehingga dapat mempengaruhi pengolahan uji statistiknya.
2. Status Menopause