mereka yang menjadi korban ketidakadilan dan ketidak berprikemanusiaan di setiap zaman.
12
Seorang seniman harus memperoleh kebenaran dan keindahan, apabila keduanya sudah didapat maka tidak ada lagi tempat
ketidakadilan dan kesewenangan yang bermuka buruk, keji, ganas, rakus, dan menjijikkan.
13
Ramdhan KH menilai bahwa “Mochtar Lubis adalah manusia Indonesia yang keluar dari kancah revolusi bangsanya. Tetapi ia tidak sinis
terhadap revolusi, sebab ia salah satu pelakunya.”
14
Mochtar Lubis sangat memprioritaskan kebebasan manusia, hak-hak asasi, hak-hak demokrasi yang dijadikan operasional dalam menyemarakkan
dunia kreativitas,
15
sehingga dapat dilihat pada tiap-tiap tulisannya yang begitu transparan, tidak pernah mau mempergunakan kata-kata yang samar-
samar, atau tidak mau bicara atau menulis di balik tirai.
16
Semua diungkapkan dengan apa adanya.
C. Karya-karya Mochtar Lubis
Selain sebagai wartawan, Mochtar Lubis juga dikenal sebagai sastrawan. Cerita pendeknya dikumpulkan dalam buku Si Jamal 1950 dan Perempuan
1956. Kemudian romannya yang telah terbit Tidak Ada Esok 1950, Jalan Tak Ada Ujung 1952 yang mendapat hadiah sastra BMKN. Karya
selanjutnya yaitu Senja di Jakarta, mula-mula terbit dalam bahasa Inggris dengan judul Twilight in Jakarta 1963 dan terbit dalam bahasa melayu pada
tahun 1964. Romannya yang berjudul Harimau Harimau 1975 mendapat sambutan luas dan memperoleh hadiah dari Yayasan Buku Utama sebagai
buku terbaik di tahun 1975. Sementara karyanya Maut dan Cinta juga memperoleh hadiah dari Yayasan Jaya Raya. Selain menulis karya fiksi ia
juga seringkali menulis esai dengan nama samaran yaitu “Savitri”, serta menerjemahkan beberapa karya sastra asing seperti Tiga Cerita dari Negeri
12
Ibid.
13
Ibid. h. 2.
14
Ibid.
15
Bowo, “Mochtar Lubis Kreativitas Dimampatkan”, dalam Majalah Vista, nomor 01, Selasa, 14 Januari 1992. h. 80.
16
Mochtar Lubis, Op. Cit., h. xxii.
Dollar 1950, Kisah-kisah dari Eropa 1952. Dan pada tahun 1950, Mochtar Lubis pernah memperoleh hadiah atas laporannya tentang perang Korea, lalu
pada tahun 1966 ia kembali memperoleh hadiah Magsaysay untuk karya-karya jurnalistiknya.
17
D. Latar Belakang Terciptanya Kumpulan Cerpen Perempuan karya
Mochtar Lubis
Dilihat dari sepenggal perjalanan hidupnya, Mochtar Lubis memiliki banyak pengalaman, mulai dari masa kecilnya sebagai putra demang hingga
lebih khusus lagi saat ia menjadi wartawan. Pengalamannya bertemu dengan banyak orang baik di dalam maupun di luar negeri memberinya isnpirasi yang
kemudian dituangkan ke dalam karya-karyanya. Salah satu karya Mochtar Lubis yang tidak kalah lugas dari karya-karya lainnya adalah kumpulan cerpen
Perempuan. Kisah-kisah yang terdapat di dalam kumpulan cerpen tersebut merupakan hasil pengalaman Mochtar Lubis sendiri dan juga hasil dari
pengalaman orang-orang sekitar yang diceritakan padanya. Sebagaimana dikutip dari Riris K. Toha Surampaet dalam kata pengantar pada kumpulan
cerpen Perempuan: Inti cerita ini juga dapat dirujuk pada pengalaman hidup pengarang
seperti dapat kita saksikan pada “kampung kami di Sumatera, “kebun karet ayah di Kerinci”, “ketika ayahku dahulu menjabat demang di
Kerinci itu” “Lotre Haji Zakaria” yang menunjuk dan merujuk pada kehidupan pribadi pengarangnya.” Mochtar Lubis dikenal datang dari
keluarga berada dan ayahnya adalah seorang demang di Sumatera.
18
Pada kumpulan cerpen ini juga dapat kita periksa kejadiannya dalam catatan sejarah Indonesia, misalnya peristiwa serangan gerombolan dalam
cerpen ‘Sepotong Rokok Kretek’. Sebagaimana yang dikatakan L.R Baskoro dan Ign Haryanto bahwa Mochtar Lubis pernah mengalami pengalaman pahit
saat bekerja di Antara. Ia pernah menulis soal gerombolan perampok rakyat di tengah masa revolusi. Tulisan tersebut berdasarkan cerita dari mertuanya
17
Mochtar Lubis, Op.Cit., h. 197-198.
18
Ibid., h. viii.
sendiri, ketika berita itu dimuat, beberapa anggota gerombolan yang bersenjatakan golok mendatangi Mochtar Lubis hingga ia pucat pasi.
19
Tugas kewartawanan dan kepemimpinannya dalam berbagai lembaga juga turut memengaruhi latar belakang terciptanya cerpen-cerpen dalam
kumpulan cerpen Perempuan ini, misalnya pada kutipan “kami datang sebagai anggota delegasi konferensi serikat dagang-dagang” dalam ‘Untuk Peri
Kemanusiaan’, lalu pada kutipan “ketika berkunjung ke Manila dalam bulan Mei 1950. Aku dan Benigno seorang wartawan dari sebuah surat kabar di
Manila...” dalam ‘Sepucuk Surat.’
20
Mochtar Lubis memang pernah berkenalan dengan seorang wartawan bernama Ninoy Aquino Benigno saat
meliput perang di Korea, seperti dalam kutipan berikut: “Dari perjalanan itu pula ia membawa pulang kenang-kenangan yang tetap diingatnya sampai
sekarang: perkenalan dan persahabatannya dengan Benigno Ninoy Simeon Aquino, Jr., reporter muda The Manila Times.”
21
Pengalamannya saat meliput perang Korea juga dituangkan dalam ‘Kebun Pohon Kastanye’. Saat itu ia
sedang berkemah bersama satu batalyon tentara dari Philipina. Ada seorang pemilik kebun kastanye yang bengis dan kikir, ia berlaku kasar bahkan
terhadap anak kecil sekalipun. Kejadian itu menusuk perasaan Mochtar Lubis sehingga ia menuangkannya dalam cerpen tersebut.
22
Kemudian pengalamannya sebagai anggota delegasi Indonesia dalam Konferensi Inter
Asia di New Delhi ia tuangkan dalam cerpen “Cerita dari Singapura”. Uraian tersebut hanya sebagai contoh kecil saja karena pada intinya sikap kritis
Mochtar Lubis yang bercampur dengan kekecewaan, dan pembelaan, menjadi dasar atas kisah-kisah yang dituangkan dalam kumpulan cerpen ini, agar
masyarakat dapat menyadari bahwa semua masalah yang diangkat adalah masalah kita semua.
19
L.R Baskoro, dan ign Haryanto, “Mochtar Lubis: Surga Si Kepala Granit”, dalam Majalah Forum Keadilan, Edisi Khusus Lima Puluh Tahun Indonesia Merdeka, Agustus 1995, h.
79.
20
Mochtar Lubis, Op. Cit., h. ix.
21
Atmakusumah, Op. Cit., h. 46.
22
Anonim, “Cerita Tentang Ilham” dalam Waspada, Tahun XXXIV no 12323, Rabu, 23 April 1980. h. 8.