36
BAB III PENGARANG DAN KARYANYA
A. Biografi Mochtar Lubis
Mochtar Lubis adalah salah satu tokoh besar Indonesia yang pernah ada. Sosoknya yang tegas, kritis, dan apa adanya membuat dirinya begitu disegani.
Mochtar Lubis lahir di Padang pada 07 Maret 1922. Ayahnya, Raja Pandapotan Lubis adalah seorang bangsawan Mandailing yang menjabat
sebagai asisten demang Demang adalah kepala distrik, atau wedana, atau wedono. Asisten demang adalah asisten wedana atau sekarang disebut camat
di Padang antara tahun 1915 dan 1929. Mereka tinggal di kota kecil sungai Penuh. sementara Ibunya bernama Siti Madinah Nasution, yang juga
keturunan bangsawan Mandailing. Ia adalah anak kepala kuria, atau induk kampung distrik di daerah Batak, bergelar Mangaraja Sorik Merapi. Mochtar
Lubis adalah anak ke enam, atau anak lelaki ke tiga. Mereka seluruhnya adalah: Nurhalijah, Nurleila, Amzar, Bachtiar, Nurjani, Mochtar, Achmad,
Rosniah, Asniah, dan Firman.
1
Mochtar Lubis biasa menggambarkan Ayahnya adalah seorang yang berwatak keras, pekerja keras, dan berdisiplin, sementara ibunya
dilukiskannya sebagai seorang wanita yang lembut, periang, dan seorang Ibu yang gemar mendongeng. Ia mengaku bahwa ayahnya feodal garis
keturunannya tetapi tidak suka pada sikap feodal. Sebagai anak keluarga ningrat, hidup Mochtar berkecukupan, bahkan Ayahnya mempunyai sebuah
mobil.
2
Di Sungai Penuh, Mochtar Lubis mengikuti pendidikan di Sekolah Rakyat hanya selama setahun, setelah itu ia pindah ke Hollandsch Inlandsche
School HIS. Setelah lulus sekolah dasar 1935 Ayahnya menganjurkan
1
Atmakusumah, “Mochtar Lubis Wartawan Jihad,” Jakarta: Harian Kompas, 1992, h. 48.
2
Ibid., h. 48-49.
Mochtar untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Ekonomi di Kayutanam, Sumatera Barat. Sekolah ini mengembangkan semangat gerakan nasionalis.
Kemudian setelah lulus pada tahun 1939, ia menjadi guru di HIS Teluk Dalam di Pulau Nias namun tidak lama, karena ia memutuskan untuk merantau lebih
jauh yaitu ke Batavia. Mula-mula ia bekerja di perusahaan farmasi, kemudian pindah ke Bank Factorij, sebuah bank swastra terbesar di Hindia Belanda yang
membiayai pabrik gula.
3
Setelah itu, tentara Jepang pun menduduki negeri ini pada Maret 1942. Selama pendudukan militer Jepang itulah Mochtar Lubis
mulai mengenal dunia pers. Sebelum benar-benar menggeluti dunia pers, ia bekerja sebagai anggota staf dinas monitoring siaran rado luar negeri, bagian
dari Komando Tinggi Militer Jepang di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Dinas itu memantau siaran radio negara-negara sekutu seperti yang dipancarkan oleh
Voice of America VOA, Radio Australia, dan BBC London. Laporan dari hasil pemantauan itu kemudian dipelajari oleh staf Jepang.
4
Pada masa pendudukan Jepang itu juga, Mochtar Lubis bertemu dengan seorang
perempuan bernama Siti Halimah Kartawidjaja Hally yang waktu itu menjadi pegawai Asia Raya.
Mochtar Lubis mulai sungguh-sungguh terjun dalam profesi jurnalistik, pers, wartawan, setelah Perang Dunia Kedua berakhir. Ia menjadi pegawai
harian Merdeka.
5
Ia juga mendirikan Kantor Berita Antara, kemudian mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya, mendirikan majalah
Horizon bersama kawan-kawannya begitu juga pendiri Yayasan Obor Indonesia.
6
Lubis adalah wartawan yang mempunyai komitmen, karena ada perjuangan yang ingin dilaksanakan, seperti perjuangan melawan segala
bentuk kebatilan, menegakkan kemanusiaan dan melawan semua hal yang menekan, merugikan, serta menindas kemanusiaan.
7
Pemimpin redaksi Indonesia Raya itu sempat dipenjara dan menjadi tahanan rumah selama
3
Ibid., h. 52-53.
4
Ibid., h. 53.
5
Ibid., h. 60.
6
Mochtar Lubis, Perempuan Kumpulan Cerita Pendek, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010, h. 197.
7
Atmakusumah, Op. Cit., h. 10.
sembilan tahun hingga ia mendapat anugerah Pena Emas, “La Plume d’Or”, oleh Federasi Internasional Serikat Penerbit Surat Kabar—FIEJ—yang
bermarkas besar di Paris. Anugerah tersebut diberikan kepada wartawan yang gigih memperjuangkan kebebasan pers sampai menderita.
8
Salah satu kesan yang mendalam didapatnya dari pengalaman ditahan ialah bahwa orang baru
benar-benar menghargai kebebasan apabila pernah berkenalan dengan penjara. Penghargaannya kepada kebebasan, yang bagaikan senapas dengan cintanya
kepada Ibu, Istri, Anak-anak, Cucu-cucu, dan juga para menantunya, diungkapkan dalam kedua catatan hariannya yang sudah dibukukan, yaitu
Catatan Subversif dan Kampdagboek.
9
Meski Indonesia Raya terputus penerbitannya, dan tidak lagi menulis di pers dalam negeri secara teratur, Lubis tidak pernah berhenti berjuang dalam
dunia kewartawanan, bahkan ia terlibat aktif dalam pendirian dan pengelolaan Yayasan Pers Asia—Press Foundation of Asia—sebagai pendiri dan terus-
menerus sebagai direktur.
10
B. Pemikiran Mochtar Lubis
Karya-karya Mochtar Lubis dianggap mempunyai ‘ruh’ totalitas yang sangat memperkaya kesusastraan Indonesia. Goresan tinta emasnya mampu
menjabarkan realitas sosial, serta berbagai wawasan tentang manusia Indonesia dengan berbagai dimensi yang cukup tajam, bahkan Ketua Komite
Sastra Dewan Kesenian Jakarta DKJ Isma Sawitri mengatakan bahwa “Ia begitu konsisten mencipta dalam kurun waktu yang cukup panjang, hingga
setiap karyanya merefleksikan gejala dan gejolak zamannya”.
11
Dalam pikiran Mochtar Lubis, seorang sastrawan harus berani mengkritik dengan suara yang terang, kukuh, tegap, dan semangat
kemanusiaan yang besar. Tidak boleh ragu apalagi takut untuk berbicara bagi
8
Ibid.
9
Ibid., h. 50.
10
Ibid.
11
Agus Sularto, “Ibarat Gemuruh Guntur di Siang Bolong”, dalam Media Indonesia, Tahun XXIII nomor 4447, Minggu, 16 Agustus 1992, h. 1.
mereka yang menjadi korban ketidakadilan dan ketidak berprikemanusiaan di setiap zaman.
12
Seorang seniman harus memperoleh kebenaran dan keindahan, apabila keduanya sudah didapat maka tidak ada lagi tempat
ketidakadilan dan kesewenangan yang bermuka buruk, keji, ganas, rakus, dan menjijikkan.
13
Ramdhan KH menilai bahwa “Mochtar Lubis adalah manusia Indonesia yang keluar dari kancah revolusi bangsanya. Tetapi ia tidak sinis
terhadap revolusi, sebab ia salah satu pelakunya.”
14
Mochtar Lubis sangat memprioritaskan kebebasan manusia, hak-hak asasi, hak-hak demokrasi yang dijadikan operasional dalam menyemarakkan
dunia kreativitas,
15
sehingga dapat dilihat pada tiap-tiap tulisannya yang begitu transparan, tidak pernah mau mempergunakan kata-kata yang samar-
samar, atau tidak mau bicara atau menulis di balik tirai.
16
Semua diungkapkan dengan apa adanya.
C. Karya-karya Mochtar Lubis
Selain sebagai wartawan, Mochtar Lubis juga dikenal sebagai sastrawan. Cerita pendeknya dikumpulkan dalam buku Si Jamal 1950 dan Perempuan
1956. Kemudian romannya yang telah terbit Tidak Ada Esok 1950, Jalan Tak Ada Ujung 1952 yang mendapat hadiah sastra BMKN. Karya
selanjutnya yaitu Senja di Jakarta, mula-mula terbit dalam bahasa Inggris dengan judul Twilight in Jakarta 1963 dan terbit dalam bahasa melayu pada
tahun 1964. Romannya yang berjudul Harimau Harimau 1975 mendapat sambutan luas dan memperoleh hadiah dari Yayasan Buku Utama sebagai
buku terbaik di tahun 1975. Sementara karyanya Maut dan Cinta juga memperoleh hadiah dari Yayasan Jaya Raya. Selain menulis karya fiksi ia
juga seringkali menulis esai dengan nama samaran yaitu “Savitri”, serta menerjemahkan beberapa karya sastra asing seperti Tiga Cerita dari Negeri
12
Ibid.
13
Ibid. h. 2.
14
Ibid.
15
Bowo, “Mochtar Lubis Kreativitas Dimampatkan”, dalam Majalah Vista, nomor 01, Selasa, 14 Januari 1992. h. 80.
16
Mochtar Lubis, Op. Cit., h. xxii.