Teknik Pengumpulan Data Sumber Data

Panjang pendeknya cerita dalam cerpen tidak menentu karena memang tidak ada kesepakatan khusus di antara para pengarang atau para ahli prihal ukuran tersebut, sehingga panjang cerpen bervariasi. Nurgiyantoro mengatakan “Ada cerpen yang pendek short short story, bahkan mungkin pendek sekali: bekisar 500-an kata; ada cerpen yang panjang long short story, yang teridiri dari puluhan atau bahkan beberapa puluh ribu kata.” 6 Hal di atas senada dengan pembagian cerpen yang dikemukakan oleh Tarigan, yaitu berdasarkan jumlah kata dan berdasarkan nilai. Berdasarkan jumlah kata, cerpen dibagi menjadi dua: 1 cerpen yang pendek short shor story, yaitu cerita yang jumlah kata-katanya pada umumnya di bawah 5.000 kata, maksimum 5.000 kata, atau kira-kira 16 halaman kuarto spasi rangkap, 2 cerpen yang panjang long short story, yaitu cerita pendek yang jumlah kata-katanya di antara 5. 000 sampai 10.000 kata; minimal 5.000 kata dan maksimal 10.000 kata, atau kira-kira 33 halaman kuarto spasi rangkap. Sama halnya dengan jumlah kata, cerpen yang berdasarkan nilai sastra pun dibagi menjadi dua: 1 cerpen sastra, 2 cerpen hiburan. Apabila kita sering membaca cerpen, maka kita dapat membedakan mana cerpen yang benar- benar bernilai sastra, dan mana cerpen yang tidak bernilai sastra ditujukan untuk menghibur saja. Di Indonesia, cerpen-cerpen yang dimuat dalam majalah-majalah: Indonesia, Mimbar Indonesia, Zenith, Sastra, Cerita Pendek, Horison, Budaya Jaya, adalah cerpen sastra, sementara yang dimuat di majalah Terang Bulan dan sejenisnya adalah cerpen hiburan. 7 Tarigan membagi cerpen sastra dan hiburan berdasarkan nilai, namun Widjojoko dan Hidayat membagi berdasarkan perkembangannya, yaitu: 1 Cerita pendek sastra cerita serius yaitu cerpen yang mengandung nilai sastra moral, etika, dan estetika; 2 Cerita pendek hiburan cerita pop yaitu cerita pendek yang umumnya untuk menghibur, lebih mengutamakan selera 6 Nurgiyantoro. Loc.Cit. 7 Tarigan, Op.Cit., h. 181-182. pembaca dan kurang memperhatikan unsur didaktis, moral, dan etika. 8 Keduanya juga menjelaskan tiga belas ciri-ciri cerita pendek, yaitu: 1 Penyampaian cerita secara singkat dan padat; 2 Jalinan jiwa dan kejadian dan kejadian bulat dan padu, dan di dalamnya mengandung unsur pertikaian yang akhirnya mencapai klimak dan diakhiri dengan penyelesaian masalah; 3 tema cerita tentang nilai kemanusiaan, moral, dan etika; 4 Membicarakan masalah tunggal dan dapat dibaca dalam waktu singkat. 5 Memusatkan perhatian pada tokoh protagonis; 6 Unsur utama yang terdapat dalam cerpen adalah adegan, tokoh, gerak; 7 Adanya kebulatan kisah cerita; 8 Bahasa yang dipergunakan dalam cerpen tajam, sugestif, dan menarik perhatian; 9 Sebuah cerita pendek mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung; 10 Sebuah cerita pendek harus menimbulkan efek dalam pikiran pembaca; 11 Dalam cerita pendek terdapat suatu kejadian atau persoalan yang menguasai jalan cerita; 12 Cerita pendek bergantung pada satu situasi; 13 Pelaku utama mengalami perubahan nasib dan cerita berkembang secara memusat. Alur cerita berpusat pada peristiwa yang memberi rangsangan pada pembaca. 9 Kelebihan cerpen adalah kemampuannya mengemukakan secara lebih banyak—jadi secara implisit—dari sekadar apa yang diceritakan. Cerita dipadatkan dan difokuskan pada satu permasalahan. 10

B. Unsur Pembangun Cerpen

Cerita pendek memiliki unsur-unsur intrinsik seperti: tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, amanat.

1. Tema

Tema adalah gagasan utama atau maksud utama yang mendasari sebuah cerita. Ia menjadi bagian paling relevan terhadap setiap peristiwa dan detail sebuah cerita. Stanton mengatakah bahwa: Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, 8 Widjojoko, dan Hidayat, Loc.Cit. 9 Ibid., h. 38. 10 Nurgiyantoro, Op.Cit., h. 13.

Dokumen yang terkait

Gaya bahasa perbandingan dalam kumpulan Cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma serta implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah

19 175 84

Penggunaan gaya bahasa pada kumpulan cerpen hujan kepagian karya Nugroho Notosusanto dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA

26 226 127

Masalah Sosial dalam kumpulan cerpen mata yang enak dipandang karya Ahmad Tohari dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia

7 128 101

Potret Buruh Indonesia dalam Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul: Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

9 84 213

Potret buruh Indonesia pada masa orde baru dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah

2 61 0

Nilai sejarah dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

19 99 77

Nilai Sejarah dalam Novel Pulang karya Leila S. Chudori dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

13 66 77

Fakta Sejarah dalam Novel Saman Karya Ayu Utami dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

2 48 149

Kritik Sosial dalam Kumpulan Cerpen Lukisan Kaligrafi karya A. Mustofa Bisri dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

4 25 93

NILAI PSIKOLOGI TOKOH PADA NOVEL JALAN TAK ADA UJUNG KARYA MOCHTAR LUBIS DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA.

6 72 27