Teknik Analisis Data Potret Sejarah Revolusi Indonesia dalam Kumpulan Cerpen Perempuan Karya Mochtar Lubis dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

pembaca dan kurang memperhatikan unsur didaktis, moral, dan etika. 8 Keduanya juga menjelaskan tiga belas ciri-ciri cerita pendek, yaitu: 1 Penyampaian cerita secara singkat dan padat; 2 Jalinan jiwa dan kejadian dan kejadian bulat dan padu, dan di dalamnya mengandung unsur pertikaian yang akhirnya mencapai klimak dan diakhiri dengan penyelesaian masalah; 3 tema cerita tentang nilai kemanusiaan, moral, dan etika; 4 Membicarakan masalah tunggal dan dapat dibaca dalam waktu singkat. 5 Memusatkan perhatian pada tokoh protagonis; 6 Unsur utama yang terdapat dalam cerpen adalah adegan, tokoh, gerak; 7 Adanya kebulatan kisah cerita; 8 Bahasa yang dipergunakan dalam cerpen tajam, sugestif, dan menarik perhatian; 9 Sebuah cerita pendek mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung; 10 Sebuah cerita pendek harus menimbulkan efek dalam pikiran pembaca; 11 Dalam cerita pendek terdapat suatu kejadian atau persoalan yang menguasai jalan cerita; 12 Cerita pendek bergantung pada satu situasi; 13 Pelaku utama mengalami perubahan nasib dan cerita berkembang secara memusat. Alur cerita berpusat pada peristiwa yang memberi rangsangan pada pembaca. 9 Kelebihan cerpen adalah kemampuannya mengemukakan secara lebih banyak—jadi secara implisit—dari sekadar apa yang diceritakan. Cerita dipadatkan dan difokuskan pada satu permasalahan. 10

B. Unsur Pembangun Cerpen

Cerita pendek memiliki unsur-unsur intrinsik seperti: tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, amanat.

1. Tema

Tema adalah gagasan utama atau maksud utama yang mendasari sebuah cerita. Ia menjadi bagian paling relevan terhadap setiap peristiwa dan detail sebuah cerita. Stanton mengatakah bahwa: Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, 8 Widjojoko, dan Hidayat, Loc.Cit. 9 Ibid., h. 38. 10 Nurgiyantoro, Op.Cit., h. 13. derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia terhadap diri sendiri, disilusi, atau bahkan usia tua. 11 Sama halnya dengan pengertian di atas, Nurgiyantoro juga mengatakan “tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita. Ia selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan, seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, maut, religius, sosial, dan sebagainya. Dalam hal tertentu, sering, tema disinonimkan dengan ide atau tujuan utama cerita”. 12 Tema merupakan barang abstrak yang dalam penentuannya membutuhkan pemahaman terhadap bagian-bagian pendukung cerita, yaitu tokoh dan perwatakan, latar, suasana, alur, dan persoalan yang dibicarakan. Apabila pembaca telah dapat menentukan atau menemukan tema dari karya sastra yang dibaca, artinya ia telah mengetahui apa tujuan pengarang dalam ceritanya. 13 Hal ini senada dengan yang dikemukakan Amminudin dalam Siswanto yaitu “seorang pengarang memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur yang menjadi media pemapar tema tersebut, menyimpulkan makna yang dikandungnya serta mampu menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya”. 14 Untuk memahami tema melalui unsur pembangunnya bisa dimulai dengan memahami tokoh terlebih dahulu, terutama tokoh utama, karena tokoh utama biasanya “dibebani” tugas membawakan tema, maka pembaca perlu memahami itu dengan mengajukan pertanyaan seperti: permasalahan apa yang dihadapi, apa motivasi bersikap dan berperilaku, bagaimana perwatakan, bagaimanakah sikap dan pandangannya terhadap permasalahan itu, apa dan bagaimana cara yang dipikir, dirasa, dan dilakukan, serta bagaimana keputusan yang diambil, dan sebagainya. Kerja selanjutnya 11 Robert Stanton, Teori Fiksi, Terj. dari An Introduction of Fiction oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Irsyad , Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h. 36-37. 12 Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 32. 13 A. Hayati, dan Winarno Adiwardoyo, Latihan Apresiasi Sastra, Malang: Yayasan Asih Asah Asuh, 1990, h. 13. 14 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: PT Grasindo, 2008, h. 161.

Dokumen yang terkait

Gaya bahasa perbandingan dalam kumpulan Cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma serta implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah

19 175 84

Penggunaan gaya bahasa pada kumpulan cerpen hujan kepagian karya Nugroho Notosusanto dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA

26 226 127

Masalah Sosial dalam kumpulan cerpen mata yang enak dipandang karya Ahmad Tohari dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia

7 128 101

Potret Buruh Indonesia dalam Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul: Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

9 84 213

Potret buruh Indonesia pada masa orde baru dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah

2 61 0

Nilai sejarah dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

19 99 77

Nilai Sejarah dalam Novel Pulang karya Leila S. Chudori dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

13 66 77

Fakta Sejarah dalam Novel Saman Karya Ayu Utami dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

2 48 149

Kritik Sosial dalam Kumpulan Cerpen Lukisan Kaligrafi karya A. Mustofa Bisri dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

4 25 93

NILAI PSIKOLOGI TOKOH PADA NOVEL JALAN TAK ADA UJUNG KARYA MOCHTAR LUBIS DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA.

6 72 27