pembaca dan kurang memperhatikan unsur didaktis, moral, dan etika.
8
Keduanya juga menjelaskan tiga belas ciri-ciri cerita pendek, yaitu: 1 Penyampaian cerita secara singkat dan padat; 2 Jalinan jiwa
dan kejadian dan kejadian bulat dan padu, dan di dalamnya mengandung unsur pertikaian yang akhirnya mencapai klimak dan diakhiri dengan
penyelesaian masalah; 3 tema cerita tentang nilai kemanusiaan, moral, dan etika; 4 Membicarakan masalah tunggal dan dapat dibaca dalam
waktu singkat. 5 Memusatkan perhatian pada tokoh protagonis; 6 Unsur utama yang terdapat dalam cerpen adalah adegan, tokoh, gerak;
7 Adanya kebulatan kisah cerita; 8 Bahasa yang dipergunakan dalam cerpen tajam, sugestif, dan menarik perhatian; 9 Sebuah cerita
pendek mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung; 10
Sebuah cerita pendek harus menimbulkan efek dalam pikiran pembaca; 11 Dalam cerita pendek terdapat suatu kejadian atau persoalan yang
menguasai jalan cerita; 12 Cerita pendek bergantung pada satu situasi; 13 Pelaku utama mengalami perubahan nasib dan cerita berkembang
secara memusat. Alur cerita berpusat pada peristiwa yang memberi rangsangan pada pembaca.
9
Kelebihan cerpen adalah kemampuannya mengemukakan secara lebih banyak—jadi secara implisit—dari sekadar apa yang diceritakan. Cerita
dipadatkan dan difokuskan pada satu permasalahan.
10
B. Unsur Pembangun Cerpen
Cerita pendek memiliki unsur-unsur intrinsik seperti: tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, amanat.
1. Tema
Tema adalah gagasan utama atau maksud utama yang mendasari sebuah cerita. Ia menjadi bagian paling relevan terhadap setiap peristiwa dan detail
sebuah cerita. Stanton mengatakah bahwa: Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’
dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang menggambarkan
dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta,
8
Widjojoko, dan Hidayat, Loc.Cit.
9
Ibid., h. 38.
10
Nurgiyantoro, Op.Cit., h. 13.
derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia terhadap diri sendiri, disilusi, atau bahkan usia tua.
11
Sama halnya dengan pengertian di atas, Nurgiyantoro juga mengatakan “tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita. Ia selalu berkaitan dengan
berbagai pengalaman kehidupan, seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, maut, religius, sosial, dan sebagainya. Dalam hal tertentu, sering, tema
disinonimkan dengan ide atau tujuan utama cerita”.
12
Tema merupakan barang abstrak yang dalam penentuannya membutuhkan pemahaman terhadap bagian-bagian pendukung cerita, yaitu
tokoh dan perwatakan, latar, suasana, alur, dan persoalan yang dibicarakan. Apabila pembaca telah dapat menentukan atau menemukan tema dari karya
sastra yang dibaca, artinya ia telah mengetahui apa tujuan pengarang dalam ceritanya.
13
Hal ini senada dengan yang dikemukakan Amminudin dalam Siswanto yaitu “seorang pengarang memahami tema cerita yang akan
dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami
unsur-unsur yang menjadi media pemapar tema tersebut, menyimpulkan makna yang dikandungnya serta mampu menghubungkan dengan tujuan
penciptaan pengarangnya”.
14
Untuk memahami tema melalui unsur pembangunnya bisa dimulai dengan memahami tokoh terlebih dahulu, terutama tokoh utama, karena
tokoh utama biasanya “dibebani” tugas membawakan tema, maka pembaca perlu memahami itu dengan mengajukan pertanyaan seperti: permasalahan
apa yang dihadapi, apa motivasi bersikap dan berperilaku, bagaimana perwatakan, bagaimanakah sikap dan pandangannya terhadap permasalahan
itu, apa dan bagaimana cara yang dipikir, dirasa, dan dilakukan, serta bagaimana keputusan yang diambil, dan sebagainya. Kerja selanjutnya
11
Robert Stanton, Teori Fiksi, Terj. dari An Introduction of Fiction oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Irsyad
,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h. 36-37.
12
Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 32.
13
A. Hayati, dan Winarno Adiwardoyo, Latihan Apresiasi Sastra, Malang: Yayasan Asih Asah Asuh, 1990, h. 13.
14
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: PT Grasindo, 2008, h. 161.