9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Hakikat Cerpen
Semua tekskarya rekaan yang berbentuk narasi tidak dalam bentuk dialog disebut dengan prosa narasi, isinya berupa sederetan peristiwa atau
sejarah yang dibentuk dengan sedemikian rupa melalui percampuran antara kenyataan dengan imajinasi penciptnya. Dalam kelompok ini, cerita pendek
termasuk di dalamnya.
1
Cerita pendek atau disingkat dengan cerpen adalah cerita yang melukiskan sebuah peristiwa atau kejadian apa saja yang menyangkut
persoalan jiwa atau kehidupan manusia.
2
Edgar Allan Poe dalam Nurgiyantoro mengatakan bahwa “cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam
sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam”.
3
Sementara Ellery Sedgwick mengatakan dalam Tarigan “Cerita pendek adalah penyajian
suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan tunggal pada jiwa pembaca. Cerita pendek tidak boleh dipenuhi dengan
hal-hal yang tidak perlu atau “a short-story must not be cluttered up with irrelevance”.”
4
Ajip Rosidi juga memberikan batasan dan keterangan bahwa “cerpen atau cerita pendek adalah cerita yang pendek dan merupakan suatu
kebulatan ide.... Dalam kesingkatan dan kepadatannya itu, sebuah cerpen harus terikat pada suatu kesatuan jiwa: pendek, padat, dan lengkap. Tidak ada
bagian-bagian yang boleh dikatakan “lebih” dan bisa dibuang”.
5
1
Melani Budianta, dkk. Membaca Sastra, Magelang: Indonesia Tera, 2006, h. 77.
2
Widjojoko, dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia,Bandung: UPI Press, 2006, h. 37.
3
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University, 2013, Edisi Revisi, h. 12.
4
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, Bandung: ANGKASA, 2011, Edisi Revisi, h. 179.
5
Ibid., h. 180.
Panjang pendeknya cerita dalam cerpen tidak menentu karena memang tidak ada kesepakatan khusus di antara para pengarang atau para ahli prihal
ukuran tersebut, sehingga panjang cerpen bervariasi. Nurgiyantoro mengatakan “Ada cerpen yang pendek short short story, bahkan mungkin
pendek sekali: bekisar 500-an kata; ada cerpen yang panjang long short story, yang teridiri dari puluhan atau bahkan beberapa puluh ribu kata.”
6
Hal di atas senada dengan pembagian cerpen yang dikemukakan oleh Tarigan, yaitu berdasarkan jumlah kata dan berdasarkan nilai. Berdasarkan
jumlah kata, cerpen dibagi menjadi dua: 1 cerpen yang pendek short shor story, yaitu cerita yang jumlah kata-katanya pada umumnya di bawah 5.000
kata, maksimum 5.000 kata, atau kira-kira 16 halaman kuarto spasi rangkap, 2 cerpen yang panjang long short story, yaitu cerita pendek yang jumlah
kata-katanya di antara 5. 000 sampai 10.000 kata; minimal 5.000 kata dan maksimal 10.000 kata, atau kira-kira 33 halaman kuarto spasi rangkap. Sama
halnya dengan jumlah kata, cerpen yang berdasarkan nilai sastra pun dibagi menjadi dua: 1 cerpen sastra, 2 cerpen hiburan. Apabila kita sering
membaca cerpen, maka kita dapat membedakan mana cerpen yang benar- benar bernilai sastra, dan mana cerpen yang tidak bernilai sastra ditujukan
untuk menghibur saja. Di Indonesia, cerpen-cerpen yang dimuat dalam majalah-majalah: Indonesia, Mimbar Indonesia, Zenith, Sastra, Cerita
Pendek, Horison, Budaya Jaya, adalah cerpen sastra, sementara yang dimuat di majalah Terang Bulan dan sejenisnya adalah cerpen hiburan.
7
Tarigan membagi cerpen sastra dan hiburan berdasarkan nilai, namun Widjojoko dan Hidayat membagi berdasarkan perkembangannya, yaitu: 1
Cerita pendek sastra cerita serius yaitu cerpen yang mengandung nilai sastra moral, etika, dan estetika; 2 Cerita pendek hiburan cerita pop yaitu cerita
pendek yang umumnya untuk menghibur, lebih mengutamakan selera
6
Nurgiyantoro. Loc.Cit.
7
Tarigan, Op.Cit., h. 181-182.