Empat Sistem Manajemen dari Likert Model Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosional

Dalam pendekatan manajerial grid ini, manajer berhubungan dengan dua hal, yakni produksi di satu pihak dan orang-orang di pihak lain. Sebagaimana dikehendaki oleh Blake dan Mouton, manajerial grid di sini ditekankan bagaimana manajer memikirkan mengenai produksi dan hubungan kerja dengan manusianya.

c. Tiga Dimensi dari Reddin

Kalau dalam managerial grid, Blake dan Mouton berhasil mengidentifikasikan gaya-gaya kepemimpinan yang tidak secara langsung berhubungan dengan efektivitas, maka William J. Reddin seorang dan konsultan dari Kanada menambahkan tiga dimensi tersebut dengan efektivitas dalam modelnya. Selain efektivitas Reddin juga melihat gaya kepemimpinan itu selalu dipulangkan pada dua hal mendasar yakni hubungannya pemimpin dengan tugas dan hubungan kerja. Reddin membagi gaya kepemimpinannya menjadi gaya yang efektif dan gaya yang tidak efektif. Gaya yang efektif antara lain: a eksekutif; b pencinta pengembangan developer; c Otokratis yang baik Benevolent autocrat; d Birokrat. Sedangkan gaya yang tidak efektif antara lain: a Pencinta kompromi Compromiser; b Missionari; c Otokrat; d Lari dari tugas Deserter.

d. Empat Sistem Manajemen dari Likert

Menurut Likert bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya participative management. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi. Selain itu semua pihak dalam organisasi bawahan maupun pemimpin menerapkan hubungan atau tata hubungan yang mendukung supportive relationship. Likert merancang 4 sistem kepemimpinan dalam manajemen sebagai berikut: a Sistem I, dalam sistem ini pemimpin bergaya sebagai exploitive- authoritative; b Sistem 2, dalam sistem ini pemimpin dinamakan otokratis yang baik hati Universitas Sumatera Utara benevolent authoritative; c Sistem 3, dalam sistem ini gaya kepemimpinan lebih dikenal dengan sebutan manajer konsultatif; d Sistem 4, sistem ini dinamakan pemimpin yang bergaya kelompok berpartisipatif participative group.

e. Model Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosional

Goleman, dkk 2007: 64 menyatakan, meskipun semua gaya kepemimpinan yang akan diuraikan di sini sudah dikenal dengan sebutan lain, tetapi hal baru dari model kepemimpinan mereka adalah pemahaman tentang latar belakang kemampuan kecerdasan emosi yang diperlukan untuk setiap gaya, dan yang paling menarik, hubungan sebab akibat dari setiap gaya terhadap iklim emosi, dan demikian ini berarti kinerja. Hubungan sebab akibat ini adalah tambahan pengetahuan yang sangat dibutuhkan untuk seni keberhasilan pemimpin. Model ini mengemukakan bahwa jika semua hal lainnya setara, para pemimpin yang menggunakan gaya-gaya kepemimpinan yang berdampak emosi positif jelas menghasilkan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak. Dan yang terpenting adalah bahwa para pemimpin yang mempunyai hasil terbaik ternyata tidak menggunakan satu gaya saja. Sebaliknya, pada suatu hari atau pekan tertentu, mereka menggunakan banyak gaya – dengan mulus dan dengan derajat yang berbeda-beda – tergantung situasi. Adapun gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh Goleman, dkk 2007: 65, adalah sebagai berikut: 1. Visioner Pemimpin visioner akan mengartikulasikan suatu tujuan yang baginya merupakan tujuan sejati dan selaras dengan nilai bersama orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin visioner mengartikulasikan kemana kelompok berjalan, tetapi bukan Universitas Sumatera Utara bagaimana cara mencapai tujuan – membebaskan orang untuk berinovasi, bereksperimen, dan menghadapi resiko yang sudah diperhitungkan. Pemimpin tipe ini meyakini visi dapat membimbing orang-orang menuju visi tersebut dengan tegas. Pemimpin menggerakkan orang-orang ke arah impian bersama. Adapun dampak gaya ini terhadap iklim emosi adalah yang paling positif. Penggunaannya yang paling tepat adalah ketika perubahan membutuhkan visi baru, atau ketika dibutuhkan arah yang jelas. 2. Pembimbing Pemimpin tipe ini memungkinkan seorang pemimpin untuk mengembangkan orang lain dan bertindak sebagai penasihat, yang menggali tujuan dan nilai-nilai pegawai dan membantu mereka mengembangkan kemampuannya sendiri. Mampu menghubungkan apa yang diinginkan seseorang dengan sasaran organisasi. Adapun dampak gaya ini terhadap iklim emosi adalah sangat positif. Penggunaan yang tepat adalah ketika membantu karyawan atau bawahan memperbaiki kinerjanya dengan membangun kemampuan jangka panjang. 3. Afiliatif Pemimpin tipe ini ingin memajukan harmoni dan mendorong interaksi yang ramah, menumbuhkan relasi pribadi yang mengembangkan jaringan relasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Para pemimpin tipe ini akan memusatkan perhatian pada kebutuhan emosi pegawai, bahkan lebih daripada tujuan kerja. Pemimpin seperti ini kadang- kadang juga mengandalkan kompetensi pengelolaan konflik ketika tantangannya adalah menyatukan perbedaan atau bahkan menyatukan orang-orang yang sedang terlibat konflik ke dalam kelompok kerja yang harmonis. Dampak gaya ini terhadap iklim Universitas Sumatera Utara emosi adalah positif. Penggunaan yang tepat adalah ketika menengahi benturan dalam tim, memotivasi di saat-saat yang menekan, atau menguatkan hubungan. 4. Demokratis Pemimpin seperti ini menciptakan perasaan bahwa mereka sungguh-sungguh ingin mendengarkan pikiran dan kepedulian pegawai dan mereka bersedia mendengarkan. Pemimpin ini menghargai masukan orang dan mendapatkan komitmen melalui partisipasi. Mereka juga kolaborator sejati, bekerja sebagai anggota kelompok dan bukan sebagai pemimpin yang berposisi di atas. Dan mereka tahu cara meredakan konflik dan menciptakan harmoni, misalnya memperbaiki keretakan di dalam kelompok. Dampak gaya ini terhadap iklim emosi adalah positif. Penggunaan yang tepat adalah ketika membangun persetujuan atau kesepakatan, atau mendapat masukan yang berharga dari pegawai.

5. Penentu Kecepatan

Ciri-cirinya adalah pemimpin memegang teguh dan melaksanakan standar kinerja yang tinggi. Ia bersikap obsesif bahwa segala sesuatu bisa dilakukan dengan lebih baik dan lebih cepat, serta meminta hal yang sama dari semua orang lain. Ia akan cepat menunjuk orang-orang yang berkinerja buruk, menuntut lebih banyak dari mereka, dan jika mereka tidak meningkatkannya, ia sendiri yang akan melakukannya. Karena seringkali dilaksanakan secara buruk, dampaknya seringkali sangat negatif. Gaya ini bisa membangun resonansi suasana hati yang baik, kemampuan pemimpin untuk mengatakan sesuatu hal dengan benar, dan menciptakan kegiatan yang terkoordinasi pada saat pemimpin menghadapi tantangan dan mencapai tujuan dengan terus menemukan cara-cara untuk memperbaiki kinerja bersamaan dengan sejumlah inisiatif Universitas Sumatera Utara dalam menangkap kesempatan. Penggunaan yang tepat terhadap gaya ini adalah ketika ingin mendapatkan hasil berkualitas tinggi dari tim yang bermotivasi dan kompeten. 6. Memerintah Para pemimpin ini menuntut kepatuhan langsung pada perintahnya, tetapi tidak mau repot-repot menjelaskan alasan yang ada dibalik perintahnya. Jika bawahannya tidak mengikuti perintahnya begitu saja, para pemimpin ini akan mengancam. Dan bukannya mendelegasikan kekuasaan, mereka malah ingin mengendalikan setiap situasi dengan ketat dan memantaunya dengan teliti. Sejalan dengan itu, umpan balik kinerja – jika ada – lebih berfokus pada kesalahan, bukan pada apa yang telah dilakukan orang dengan baik. Pemimpin seperti ini jarang memuji tetapi mudah mengkritik bawahan. Karena sering disalahgunakan, dampaknya sangat negatif. Namun, gaya ini mempunyai tempat penting dalam perlengkapan pemimpin yang cerdas emosi, jika digunakan dengan penuh pertimbangan dan tepat sehingga dapat membangun resonansi apabila pemimpin bertujuan untuk menenangkan rasa takut dengan memberi arah yang jelas di dalam keadaan darurat. Dari keenam gaya kepemimpinan yang dikemukakan Goleman di atas ada empat gaya kepemimpinan yang bisa mendukung terjadinya resonansi diantaranya visioner, pembimbing, afiliatif, dan demokratis. Selanjutnya, dua gaya kepemimpinan lain yaitu penentu kecepatan dan memerintah juga mempunyai tempat tersendiri di dalam kotak alat pemimpin. Tetapi keduanya harus digunakan dengan sangat hati-hati dan terampil jika ingin mendapatkan dampak positif. Jika pemimpin berlebihan dalam menggunakan gaya terakhir ini, terlalu sering menggunakannya atau menggunakannya dengan sembrono, mereka akan membangun disonansi, bukan resonansi Goleman, 2007: 82. Selanjutnya, Universitas Sumatera Utara profesor Harvard, David McClelland dalam Goleman, 2007: 98, menemukan bahwa pemimpin yang memiliki kekuatan sedikit-dikitnya enam atau lebih kemampuan EI Emotional Intelligence dalam hal kepemimpinan akan jauh lebih efektif daripada rekannya yang tidak memiliki kekuatan tersebut. Ia juga menemukan bahwa berbagai jenis pemimpin yang menonjol menumbuhkan resonansi dari berbagai kombinasi kompetensi yang unik. Dengan memiliki kekuatan kecerdasan emosi yang lebih lengkap, seorang pemimpin bisa lebih efektif karena ia bisa fleksibel dalam menghadapi berbagai jenis tuntutan dalam mengelola organisasi. Jadi, akan semakin baik jika pemimpin bisa menggunakan keenam gaya kepemimpinan di atas. Goleman, dkk 2007: 100, menyebutkan: “Data kami menunjukkan bahwa pemimpin yang telah menguasai empat atau lebih gaya kepemimpinan – terutama gaya-gaya yang membangun resonansi – membangun iklim emosi dan kinerja yang sangat baik. Penggunaan gaya kepemimpinan secara berganti- ganti telah dilakukan oleh para pemimpin berpengalaman yang bisa menjelaskan dengan tepat bagaimana dan mengapa mereka telah memimpin…”

1.4. Fasilitator Kelurahan