ditetapkan namun kurang didukung oleh sarana dan prasarana, aksessibilias yang
memadai
IV Tidak
mendukung 28-47
Tidak terdapat dukungan terhadap objek wisata ditempat penelitian.
Sumber : Komisi Koordinasi Objek Wisata Alam, 1996 dalam Jakiatin Nisa: 2007:36 dalam Septiyani Azizi: 2014:46
Berdasarkan hasil penskoran keseluruhan diperoleh hasil 75 yang masuk dalam kelas II yaitu mendukung. Suatu kawasan besar dukungan fisik,
sosial dan budaya, aksesibilitas, dan fasilitas terhadap keberadaan objek wisata, berdasarkan parameter-parameter yang ditetapkan.
D. Pembahasan
1. Karakteristik Fisik Hutan Kota Srengseng
Hutan Kota Srengseng merupakan satu-satunya hutan kota yang berada di Jakarta Barat. Pembuatan Hutan Kota Srengseng berdasarkan
pendekatan pertama dalam pembuatan hutan kota yaitu dibangun pada lokasi-lokasi tertentu dalam hal ini yaitu di jalan H. Kelik Kelurahan
Srengseng Kecamatan Kembangan. Kondisi fisik umum Hutan Kota Srengseng sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Fakuara yaitu
tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya di wilayah perkotaan dalam
kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan khusus lainnya.
15
Kegunaan proteksi pada hutan kota Srengseng yaitu hutan kota Srengseng merupakan hutan kota konservasi, pelestarian plasma nutfah,
penyimpan cadangan air, serta penyerap polusi lingkungan. Kegunaan estetika dapat dilihat dan dirasakan ketika berkunjung kesana maka
terdapat jajaran tumbuhan hias serta keteduhan dari berbagai variasi jenis pohon. Kegunaan rekreasi yaitu Hutan Kota Srengseng dimanfaatkan oleh
warga sebagai sarana rekreasi, kegunaan rekreasi ini semakin dirasakan setelah dikeluarkannya Perda tahun 2012 tentang masyarakat dipersilahkan
15
Endes, Nurfilmarasa Dahlan, Hutan Kota, Jakarta: APHI, 1992, h. 29
untuk menikmati hutan kota dengan membayar retribusi untuk orang Rp500, motor Rp500, dan mobil Rp1.000, selanjutnya keluar lagi Perda
No.3 tahun 2012 tentang kenaikan retribusi menjadi untuk orang Rp 1.000, motor Rp 1.000, dan mobil Rp 2.000.
Kondisi tanah pada hutan kota Srengseng merupakan tanah alluvium karena berdasarkan sejarah tanah DKI Jakarta merupakan tanah
alluvial yang dialiri oleh sungai. Tingkat kesuburan tanah pada hutan kota ini yaitu cukup subur dikarenakan pada kedalaman 20 m merupakan
tumpukan sampah, hal ini dikarenakan sejarah pembentukan hutan kota Srengseng merupakan lahan TPA sampah yang sampahnya ditimbun
dengan tanah dan hasil timbunan tersebut dijadikan hutan kota. Distribusi curah hujan di sekitar kawasan ini 1.865,5 mmtahun, atau rata-rata 155,5
mmbulan, dengan jumlah air hujan 142tahun atau 11,83bulan, dengan rataan suhu udara harian + 26ºC, dengan rataan kelembaban udara berkisar
78-90.
16
Pada Hutan Kota Srengseng terdapat 80 jenis pohon dengan kerapatan rata-rata 2.570 Spesiesha, hal ini menyebabkan bentuk hutan
kota Srengseng masuk dalam kategori bergerombol atau menumpuk. Bentuk bergerombol dan menumpuk yaitu hutan kota dengan komunitas
vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat yang tidak beraturan.
17
Selanjutnya struktur Hutan Kota Srengseng terdiri dari 4 stratifikasi, yaitu strata 1 terdiri dari rumput, Salak, Soka, dan Ophiopogon. Strata 2 terdiri
dari Alang-alang, Herendong pohon, dan Walisongo. Strata 3 terdiri dari Fillicium, Bungur, dan Kemladingan. Strata 4 terdiri dari Jati, Kayu putih,
Matoa, dan Mangga, karena terdapat 4 stratifikasi tersebut maka Hutan
16
Dinas Kehutanan DKI Jakarta.Informasi Kawasan Hutan Kota DKI Jakarta, Jakarta: tt.p, t.t
17
Eva Siti Sundari, Studi Untuk Menentukan Fungsi Hutan Kota Dalam Masalah LingkunganPerkotaan, tt, h.10-11.
Kota Srengseng masuk dalam kategori berstrata banyak. Berstrata banyak yaitu komunitas tumbuh-tumbuhan hutan kota selain terdiri dari pepohonan
dan rumput juga terdapat semak, terna, liana, epifit, ditumbuhi banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan dengan strata,
serta komposisi mengarah meniru komunitas tumbuh-tumbuhan hutan alam.
18
2. Kelayakan Hutan Kota Srengseng Sebagai daerah Tujuan Wisata di
Jakarta Barat
Hutan Kota Srengseng merupakan salah satu unsur penting dalam pengelolaan tata ruang kota yang sehat. Layaknya di Singapura dan
Malaysia suatu hal yang berkaitan dengan kecintaan terhadap lingkungan memberikan nilai tinggi bagi masyarakat setempat, Hutan Kota Srengseng
sebenarnya merupakan ikon besar bagi DKI Jakarta khususnya Jakarta Barat.
Merujuk pada kondisi fisik Hutan Kota Srengseng berdasarkan hasil pengharkatan kelas dapat diperoleh bahwa Hutan Kota Srengseng kurang
mendukung dijadikan daerah tujuan wisata, padahal Hutan Kota Srengseng memiliki unsur yang termasuk dalam atraksi wisata atau objek wisata.
Marioti dalam Oka A Yoeti menjelaskan istilah “attractive spontanee”
yaitu segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang datang berkunjung ke daerah tujuan wisata
antara lain salah satunya adalah hutan belukar The Sylvan Element, misalnya hutan yang luas dan banyak pohon-pohon.
19
Hutan Kota Srengseng masuk dalam kategori teori tersebut, namun dalam kenyataan di
lapangan kondisi fisik Hutan Kota Srengseng kurang mendukung untuk dijadikan daerah tujuan wisata, hal ini dikarenakan mulai dari kurangnya
18
Ibid,. h. 11.
19
Oka A. Yoeti, Pengantar Ilmu Pariwisata, Bandung: Aksara, 1996, h. 172-174.
perhatian pemerintah setempat terhadap hutan kota, pengelolaan yang standar, dan kurangnya kepedulian masyarakat setempat.
Hutan kota Srengseng pada hakikatnya merupakan hutan konservasi untuk pelestarian plasma nutfah dan tempat penyimpan air, hal tersebut
menjadikan Hutan Kota Srengseng sangat potensial menjadi daerah tujuan ekowisata. Ekowisata merupakan suatu bentuk perjalanan wisata ke area
alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat.
20
Dengan adanya ekowisata maka pengelola Hutan Kota Sengseng lebih dituntut
untuk meningkatkan kualitas Hutan Kota Srengseng, selain itu wisatawan dituntut pula untuk melakukan kegiatan konservasi dan kegiatan wisata
yang bertanggung jawab pada alam sehingga terjadi simbiosis mutualisme antara pihak pengelola yang meningkatkan kualitas alami Hutan Kota
Srengseng dan pihak wisatawan yang membantu dalam kegiatan konservasi yang menghasilkan kelestarian pada Hutan Kota Srengseng.
Ekowisata pada Hutan Kota Srengseng juga memberikan nilai lebih bagi masyarakat dan pemerintah setempat mengingat ekowisata saat ini
menjadi hal yang sangat potensial di industri pariwisata. Sebagian besar masyarakat sekitar Hutan Kota Srengseng
menjadikan Hutan Kota Srengseng sebagai sarana untuk berlibur, belajar, dan menikmati pemandangan. Hal ini dapat dilihat pada hasil angket
tabel4.19.
20
Fandeli Chafid, Pengertian dan Konsep Ekowisata, 2014. h. 2-3, httpsaveforest.webs.comkonsep_ekowisata.pdf.
Tabel 4.19 Persepsi Masyarakat Tentang Tujuan Berkunjung ke Hutan Kota
Srengseng untuk Berlibur No
Parameter Frekuensi
1 Sangat Setuju
11 24,4
2 Setuju
53,3 53,3
3 Ragu-Ragu
2 4,4
4 Tidak Setuju
7 15,6
5 Sangat Tidak Setuju
1 2,2
Jumlah 45
100
Sumber: Hasil Penelitian 2014
Grafik 4.1 Persepsi Masyarakat Tentang Tujuan Berkunjung ke Hutan Kota Srengseng untuk Berlibur
Berdasarkan tebel 4.19 dan grafik 4.1 dapat dilihat bahwa sebanyak 24,4 responden sangat setuju dengan pernyataan bahwa tujuan
berkunjung ke Hutan Kota Srengseng untuk berlibur, selanjutnya sebanyak 53,3 menjawab setuju, kemudian sebanyak 4,4 menjawab ragu-ragu,
sebanyak 15,6 menjawab tidak setuju, dan sebanyak 2,2 menjawab sangat tidak setuju. Jadi dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar responden setuju bahwa tujuan berkunjung ke Hutan Kota Srengseng untuk berlibur.
20 40
60
Parameter Persepsi Masyarakat Tentang Tujuan Berkunjung ke
Hutan Kota Srengseng untuk Berlibur
Sangat Setuju Setuju
Ragu-Ragu Tidak Setuju
Sangat Tidak setuju