27
Dalam pembangunan kota, lahan menjadi unsur sumberdaya yang penting, namun demikian, lahan mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu. Karakteristik
lahan pada daerah perkotaan dicirikan oleh dua bentuk, yaitu pemanfaatan lahan non agraris yang berasosiasi dengan settlement-built up areas dan pemanfaatan lahan
agraris yang berasosiasi dengan vegetated-area. Lebih lanjut Nurmandi menyebutkan, karakteristik lahan dicirikan oleh lima
ciri utama, yaitu: pertama, lokasi dan transportasi merupakan unsur yang sangat mempengaruhi sebidang tanah. Semakin tinggi aksesibilitasnya terhadap jalur
transportasi dan fasilitas umum, semakin tinggi pula nilai jual tanah tersebut. Kedua, fungsi tanah perkotaan yang semakin komplek dan saling tergantung antara satu
dengan yang lainnya. Ketiga, tanah perkotaan membutuhkan jaringan infrastruktur yang dibangun dengan dana yang sangat besar. Keempat, sebagai barang ekonomi
sifat tanah perkotaan sangat kompleks. Sebidang tanah dapat digunakan untuk tujuan hanya memiliki atau disewa kepada pihak lain atau untuk jaminan borg di bank.
Kelima, merupakan sasaran spekulasi yang penting bagi kaum yang bermodal. Tanah yang telah dibeli ditelantarkan untuk sementara waktu sambil menunggu harga yang
tinggi untuk dijual kembali Nurmandi, 2006: 148.
2.2. Tata Guna Lahan
Pertambahan penduduk meningkatkan kegiatan ekonomi yang membutuhkan ruang yang besar. Aktivitas penduduk membutuhkan ruang, sedangkan ketersediaan
lahan semakin lama semakin sempit. Akhirnya, lahan-lahan kosong yang berupa lahan pertanian akan menjadi sasaran untuk permukiman maupun fungsi-fungsi
28
lainnya, seperti kompleks perkantoran, pendidikan, rumah sakit, perhotelan dan lain- lain Yunus, 2006: 71.
Tata guna lahan menunjukkan pembagian dalam ruang sebagai kawasan tempat tinggal, kawasan tempat bekerja, kawasan rekreasi, kawasan perdagangan dan
sebagainya. Dengan demikian, pola tata guna lahan yang ada cenderung berpola tata guna lahan campuran. Pola tata guna campuran ini terjadi karena belum memadainya
pengaturan dan pengendalian tata guna lahan. Pola tata guna lahan telah berubah dengan terakumulasinya lahan ditangan
segelintir spekulan lahan. Berbagai kekuatan politis, ekonomi dan demografis telah berkombinasi sedemikian rumitnya, sehingga menutup peluang orang-orang miskin
untuk mendapat perumahan, tetapi sebaliknya memberi kesempatan seluas-luasnya bagi segelintir golongan penduduk kota untuk meraup untung dan menghimpun
modal Evers dan Korff, 2002: 297. Bentuk-bentuk struktur kota dipengaruhi oleh pola tata guna lahan yang
terjadi. Struktur kota umumnya suatu kelompok bangunan yang dibedakan berdasarkan tata guna lahannya. Bentuk-bentuknya ada yang segi empat, bujur
sangkar, lonjong dan sebagainya. Teori pola tata guna lahan yang berhubungan dengan bentuk kota yaitu teori konsentris concentric theory oleh Burgess, teori
sektor sectoral theory oleh Hoyt dan teori inti ganda multiple nuclei theory oleh Harris-Ulman Daldjoeni, 1998: 186-193.
Teori konsentris Burgess mengemukakan bahwa central bussines district CBD berada di tengah-tengah pusat kota zona satu. Kemudian CBD ini berturut-
29
turut dikelilingi oleh kawasan perdagangan, industri ringan, perumahan kelas rendah, perumahan kelas menengah, perumahan kelas tinggi Gambar 2.1a.
Pola tata guna lahan teori konsentris ini cenderung terjadi pada kawasan yang kawasan-kawasan yang relatif datar. Teori konsentris tidak memperhitungkan faktor-
faktor penghambat seperti topografi yang dapat menghambat transportasi dan rute yang merugikan komunikasi, sedangkan kenyataannya bahwa zona-zona konsentris
itu tidak dapat ditemukan dalam bentuknya yang murni Daldjoeni, 1992: 152. Teori sektor Hoyt mengemukakan bahwa penggunaan tata guna lahan
dimulai dari CBD dan selanjutnya terus berkembang ke arah luar kota dengan penggunaan lahan yang sama Sinulingga, 1999: 98. Pola tata guna lahan teori
sektor tidak berbentuk kumpulan lingkaran, melainkan satu lingkaran yang dipotong- potong menjadi sektor penggunaan lahan tertentu Gambar 2.1b.
Adanya perumahan bagi kaum elite akan mendorong mahalnya tanah-tanah yang berlokasi di sekitarnya. Perumahan kaum buruh akan menyambung dan
menyebar ke arah luar, demikian juga dengan lokasi untuk industri-industri baru, sehingga nantinya kota akan memekarkan diri mengikuti pola sektor-sektor itu.
Selanjutnya, Hoyt juga mengemukakan bahwa pajak tanah dan bangunan berbeda- beda berdasarkan sektor kota, dan tidak berarti bahwa tanah yang berada di dekat
pusat kota memiliki pajak tertinggi Daldjoeni, 1998: 190. Teori inti ganda Hariss-Ulman menjelaskan, bahwa penggunaan lahan pada
kota tidak berorientasi pada satu pusat saja, melainkan beberapa pusat dan CBD tidak selamanya berada di tengah kota Gambar 2.1c. Tata guna lahan kota besar atau
30
metropolitan mencerminkan gambaran teori ini ganda, walaupun pada bagian-bagian wilayah lainnya dapat mencerminkan model teori-teori lainnya.
Sumber: Jayadinata, 1999: 131
GAMBAR 2.1. MODEL TATA RUANG KOTA
2.3. Nilai Lahan 2.3.1. Nilai Sosial Lahan