45
tenaga kerja dan bahan mentah. Dalam konteks aksesibilitas ke pusat kota, kelompok populasi penduduk usia produktif diasumsikan tertarik akan aksesibilitas yang
banyak menyediakan fasilitas pusat pelayanan kota. Guna lahan dapat mengidentifikasi kegiatan perkotaan di setiap zona yang
bersangkutan. Setiap zona dapat dicirikan dengan tiga ukuran, yaitu jenis kegiatan, intensitas penggunaan, dan aksesibilitas antar guna lahan Warpani, 1990: 74-77.
Jenis kegiatan terkait dengan penggunaannya komersial dan permukiman. Intensitas penggunaan berkaitan dengan kepadatan penggunaan lahan, sedangkan
aksesibilitas berhubungan dengan pola transportasi dengan potensi penggunaan lahan.
Pemanfaatan ruang berkaitan dengan tingkat aksesibilitas suatu kawasan, apabila aksesibilitas suatu kawasan diperbaiki, maka ruang untuk kegiatan di area
tersebut menjadi lebih menarik dan cenderung untuk berkembang. Perkembangan yang terjadi mengakibatkan perubahan pemanfaatan tata guna lahan, sehingga
menyebabkan terjadinya pemusatan aktivitas penduduk di suatu kawasan.
2.7. Kondisi Lingkungan Lahan
Kota sebagai tempat untuk beraktivitas penduduk merupakan kawasan yang memerlukan utilitas dan fasilitas. Pembangunan jaringan jalan, permukiman dan
utilitas sosial lainnya merupakan daya tarik bagi penduduk untuk melakukan aktivitas di kota. Semakin lengkap fasilitas maka semakin padat aktivitas penduduk.
Kondisi lingkungan lahan, seperti baik buruknya kondisi jalan akan memberikan pengaruh bagi penduduk untuk menempati lahan tesebut. Semakin baik
46
kondisi jalan, maka semakin padat permukiman yang ada. Kepadatan permukiman akan berdampak pada ketersediaan lahan, sehingga menyebabkan terjadinya
peningkatan pemanfaatan lahan yang berakibat pada perubahan harga lahan. Perkembangan permukiman pada dasarnya tidak terlepas dari kondisi
lingkungan lahan. Lahan yang datar digunakan penduduk untuk membangun permukiman dan tempat komersil, sedangkan lahan yang miring digunakan untuk
kegiatan pertanian. Penyebaran permukiman cenderung memusat pada pusat-pusat kota. Keadaan ini dipicu oleh tingginya aksesibilitas kawasan dalam menjangkau
berbagai sarana dan kelengkapan sarana dan prasarana. Akibat dari itu semua, lahan yang memiliki aksesibilitas yang tinggi dengan prasarana yang baik memberikan
dampak pada tingginya harga lahan, sehingga menyebabkan semakin sulitnya penduduk dalam membeli lahan untuk permukiman pada kawasan tersebut.
2.8. Status Kepemilikan Lahan
Lahan merupakan suatu investasi yang dapat dijadikan sebagai jaminan kepada lembaga keuangan. Tetapi untuk memperoleh sebidang tanah relatif tidak
mudah bagi kebanyakan orang. Untuk itu perlu pemberian jaminan kepastian hukum untuk memberikan perlindungan terhadap hak atas tanah yang dipunyai perseorangan
atau masyarakat. Oleh sebab itu, pemilikan lahan yang bidangnya telah tertata dengan
lingkungan yang teratur mengakibatkan harga tanahnya meningkat. Penduduk lebih cenderung membeli lahan, apabila lahan tersebut telah memiliki status hukum yang
kuat atas kepemilikannya. Lahan-lahan yang telah memiliki status hukum
47
kepemilikan yang kuat, seperti hak milik, akan menjadikan harganya lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang berstatus bukan hak milik. Dengan demikian, status
hukum kepemilikan lahan ini dapat dijadikan sebagai penentu atas harga lahan.
2.9. Sintesis Kajian Nilai Lahan, Harga Lahan, Aksesibilitas, Kondisi Lahan dan Status Kepemilikan Lahan
Pemanfataan lahan memerlukan penataan, penyediaan dan peruntukannya secara terencana untuk dimanfaatkan dalam meningkatkan kesejahteraan hidup
manusia. Aktivitas manusia disadari atau tidak mengakibatkan perubahan pola penggunaan lahan. Semakin baik kualitas aktivitas manusia, maka semakin baik
pemanfataan lahan, sehingga memberikan peningkatan nilai lahan atas tersebut. Dengan demikian, pola penggunaan lahan menggambarkan suatu sistem aktivitas.
Sistem aktivitas terbentuk oleh kegiatan sehari-hari dari individu, rumah tangga, perusahaan dan institusi pada suatu kota Chapin 1995: 197-198.
Pemanfaatan ruang kota tidak terlepas dari perubahan penggunaan lahan, karena semakin tingginya aktivitas penduduk. Perubahan penggunaan lahan
merupakan penggunaan baru atas lahan yang berbeda dengan sebelumnya. Perubahan tata guna lahan merupakan refleksi atas penyesuaian penggunaan lahan
dalam fungsinya sebagai ruang kota. Kebijakan pemerintah yang menyebabkan perubahan pemanfataan lahan
menuju pada penggunaan lahan yang produktif, akan menyebabkan perubahanpeningkatan nilai dan harga lahan. Nilai dan harga lahan di perkotaan dan
pedesaan berbeda, karena adanya perbedaan faktor-faktor penentu peningkatan harga
48
lahan. Pemanfaatan lahan perkotaan banyak ditentukan oleh faktor-faktor untuk kegiatan perdagangan dan jasa, sedangkan lahan pertanian faktor penentunya sangat
ditentukan oleh tingkat kesuburan lahan untuk usaha pertanian. Selain itu, jika di perkotaan terjadi perubahan dalam penyediaan sarana dan
prasarana serta adanya investasi pemerintah dan swasta di kawasan tersebut, menjadi faktor-faktor penentu atas peningkatan harga lahan. Dengan sarana dan prasarana
yang lengkap, seperti adanya jaringan jalan dan sebagainya, akan memberikan pemusatan aktivitas penduduk, sehingga terjadi perubahan pola tata guna lahan dan
mengakibatkan kenaikan harga lahan. Setiap guna lahan dapat mengidentifikasi kegiatan perkotaan di setiap zona
yang bersangkutan. Setiap zona dapat dicirikan dengan tiga ukuran, yaitu jenis kegiatan, intensitas penggunaan dan aksesibilitas antara guna lahan. Aksesibilitas
dapat dijadikan sebagai konsep dasar atas suatu hubungan tata guna lahan dengan harga lahan.
Aksesibilitas merupakan konsep keterkaitan pemanfaatan tata guna lahan dengan kawasan lainnya. Pemanfaatan ruang berkaitan dengan tingkat aksesibilitas
suatu kawasan, apabila aksesibilitas suatu kawasan diperbaiki, maka ruang untuk kegiatan di area tersebut menjadi lebih menarik dan cenderung untuk berkembang.
Kawasan pusat kota mempunyai tingkat aksesibilitas tertinggi, sehingga nilai lahannya adalah tertinggi. Nilai lahan akan semakin menurun harganya setelah
jaraknya sedikit menjauh dari pusat kota, kawasan-kawasan yang berada di jalan arteri sekunder nilai harga lahannya akan semakin menurun, kemudian terus
menurun pada kawasan jalan kolektor menuju kawasan jalan-jalan lokal. Apabila
49
suatu kawasan terjadi peningkatan faktor aksesibilitas, seperti pembangunan jalan atau prasarana dan sarana lainnya, maka akan menyebabkan peningkatan harga
lahan. Penurunan nilai lahan secara ekonomis akan mengakibatkan penurunan harga
lahan. Ini tidak terlepas dari pengaruh nilai sosial penduduk, bahwa umumnya aktivitas penduduk cenderung memusat pada kawasan yang bernilai ekonomis tinggi.
Kawasan yang bernilai ekonomis tinggi merupakan kawasan-kawasan yang memiliki aksesibilitas tinggi.
Kondisi lingkungan lahan, seperti kondisi jalan, akan memberikan pengaruh bagi penduduk untuk menempati lahan tersebut. Semakin baik kondisi jalan, maka
semakin padat permukiman yang ada. Kepadatan permukiman penduduk akan berdampak pada ketersediaan lahan, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan
pemanfaatan lahan yang berakibat pada perubahan harga lahan. Lahan yang bidangnya telah tertata dengan lingkungan yang teratur
mengakibatkan harga tanahnya meningkat dan lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang berstatus bukan hak milik. Penduduk lebih cenderung membeli lahan
apabila lahan tersebut telah memiliki status hukum yang kuat atas kepemilikannya.
2.10. Lokasi Permukiman