“Zaman sekarang yang penting uang kak, ga ada uang ga bisa hidup. Ko diajak temen ngamen ya saya ikutan. Kadang-kadang
saya juga jadi pak ogah. Kerja apa ajalah kak yang penting dapet uang
” JFR, 22 tahun. KTM 18 tahun merupakan anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen
dan kenek. Awalnya ia bekerja sebagai pengamen di bus metro mini. Kemudian ia ditawari menjadi kenek oleh supir metro mini lalu ia bekerja sebagai kenek. Jika
sedang tidak ada tawaran menjadi kenek biasanya ia mengamen kembali untuk menambah uang jajan.
Ada pula anak jalanan yang bekerja di pasar. ABQ 22 tahun merupakan anak jalanan yang berasal dari Sukabumi yang bekerja serabutan. Kedua orang
tuanya sudah bercerai dan saat ini sudah memiliki ayah tiri. Ia bekerja di Jakarta untuk memberikan uang tambahan untuk orangtuanya yang bekerja sebagai
pemecah batu. Ia memiliki keinginan yang kuat untuk bekerja sehingga ia bekerja apa saja yang penting menghasilkan uang. Ia bekerja mulai dari berjualan kantung
hingga menjadi kuli angkut di pasar. Melihat keinginannya untuk bekerja maka ia disalurkan oleh pimpinan RSBAP untuk bekerja sebagai penjaga TK di daerah
Citayam. Beberapa bulan kemudian, ia berhenti bekerja sebagai penjaga TK dan kembali bekerja di pasar.
5.4 Alasan Utama Menjadi Anak Jalanan
Latar belakang anak jalanan turun ke jalan dapat disebabkan tiga hal, yaitu kondisi ekonomi keluarga yang rendah, disharmoni keluarga, dan keinginan
mencari pengalaman bekerja. Sebagian responden turun ke jalanan disebabkan kondisi ekonomi keluarga yang rendah yaitu sebesar 57 persen. Keluarga tidak
mampu menyekolahkan mereka hingga tingkat lanjut. Sebagian besar dari mereka putus sekolah ketika duduk di bangku SD. Ketika anak tidak bersekolah, mereka
mencari aktivitas untuk mengisi waktu luang, yaitu dengan bermain di jalan sambil bekerja.
FPA 18 tahun merupakan anak yang bekerja di jalan atas inisiatifnya sendiri, tanpa adanya paksaan orang tua. Ia putus sekolah saat kelas 3 SD. Melihat
kondisi ekonomi keluarga yang sulit ia berinisiatif untuk bekerja di pasar. Ia bekerja keras untuk membantu orang tuanya memenuhi kebutuhan sehari-hari dan
menyekolahkan adik-adiknya. Menjadi anak jalanan memang bukan paksaan dari orang tuanya akan tetapi bukan sebuah pilihan yang menyenangkan bagi dirinya,
seperti yang diungkapkannya sebagai berikut. “Saya turun ke jalan ga dipaksa sama orang tua kak, saya pengen
aja bantu-bantu orang tua. Waktu itu saya jualan kantong di pasar dan jadi kuli angkut. Ga apa-apa deh saya berhenti sekolah. saya
kerja juga buat nyekolah tiga ade saya kak. Kan kasian kalo
mereka ga perna ngerasain sekolah”. Ada pula anak jalanan yang memang dipaksa bekerja oleh orang tuanya
untuk membantu perekonomian keluarga. Jika tidak bekerja dan menyetorkan uang hasil bekerja, tidak jarang dari mereka dipukul oleh orang tuanya. ALS 22
tahun merupakan anak jalanan asal Jawa Tengah, yang ikut orang tuanya melakukan migrasi ke Jakarta. Ia adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara.
Ayahnya menganggur, dan ibunya pedagang sayur di pasar. Sekitar usia tujuh tahun ia terjun ke jalanan untuk jualan es mambo ke pasar dan kampung sekitar
rumahnya. Hasil penjualannya ia gunakan untuk biaya sekolah. Selain membiayai sekolahnya sendiri, ia diwajibkan untuk setor ke orang tuanya. Mulanya ia hanya
wajib menyetorkan uang sebesar Rp. 2.000, lama-kelamaan setorannya menjadi semakin naik, menjadi Rp. 3,000, Rp. 3.500, dan akhirnya Rp. 4.000. Sejak itulah
ia merasa tidak sanggup lagi membiayai sekolahnya, dan memutuskan untuk berhenti sekolah. Ia hanya berkonsentrasi pada uang yang harus disetorkan kepada
orang tuanya. Apabila tidak menyetorkan uang, ia tidak akan diberi makan, bahkan tidak jarang akan dipukul oleh ayahnya. Kemudian ia kabur dari rumah
dan memilih tidur di jalanan karena tidak tahan dengan tekanan yang diberikan orangtuanya.
57 33
10
Gambar 4. Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Utama Menjadi Anak Jalanan
Ekonomi keluarga rendah Disharmoni keluarga
Keinginan sendiri
Selain karena faktor ekonomi yang rendah, sebanyak 33 persen anak turun ke jalanan disebabkan disharmoni keluarga. Hubungan yang tidak harmonis
dengan orang tua membuat anak tidak kerasan untuk tinggal di rumah. Akibatnya anak lebih sering berada di luar jalanan daripada di dalam rumah. Mereka lebih
senang bermain dan nongkrong dengan teman-temannya. Seperti halnya yang dialami oleh RZD 15 tahun. Hubungan yang tidak harmonis dengan ayahnya
menyebabkan ia jarang tinggal di rumah. Ia biasanya nongkrong bersama teman- temannya. Karena ia jarang pulang ke rumah maka ia tidak selalu mendapatkan
uang saku. Maka ia mulai mengamen di metro mini bersama teman-temannya. Ada pula responden yang kabur dari rumah karena sering mendapatkan
kekerasa dari keluarganya. SYN 18 tahun merupakan anak jalanan yang berasal dari keluarga yang berkecukupan. Ayah dan ibunya bercerai kemudian ia
mengikuti ibunya tinggal di Tebet. Kemudian ibunya bekerja di perkebunan kelapa sawit di Sulawesi. Ia dan adik perempuannya dititipkan kepada tantenya
dan tinggal dirumahnya di Tebet. SYN termasuk anak yang cukup nakal oleh karena itu hampir setiap hari ia dimarahi oleh tantenya. Suatu saat, ketika ia
membuat kesalahan ia memanjat pohon untuk menghindari tantenya. Kemudian tantenya menarik ia hingga jatuh dari pohon hingga bibirnya luka sobek sampai
harus di jahit. Kemudian SYN memutuskan untuk kabur dari rumah karena tidak suka dengan perlakuan tantenya tersebut. Kemudian ia mengamen di metro mini
untuk mendapatkan uang saku walaupun ia dikirimi uang oleh ibunya yang berada di Sulawesi.
Disamping alasan ekonomi dan konflik dalam keluarga, tidak jarang anak melakukan aktivitas di jalan dengan alasan mencari pengalaman untuk
memperoleh penghasilan sendiri. Responden yang menjadi anak jalanan karena keinginannya sendiri untuk mendapat pengasilan sendiri sebanyak sepuluh persen.
mereka mengaku terdapat kepuasan tersendiri ketika mereka mendapatkan uang hasil kerja keras sendiri.
5.5 Tipe Anak Jalanan